TUJUH
Sebenernya mau bikin satu chap aja. Tapi keknya kepanjangan. Jadi aku mau jadiin updatenya 2 kali aja yah :)
.
.
.
.
.
.
Minhyuk berbaring di ranjangnya. Bocah itu tak pergi ke sekolah hari ini. Setelah insiden mimisan semalam, suhu tubuh Minhyuk naik di pagi harinya. Anak itu demam dan sekarang Wonho tengah sibuk menyiapkan bubur dibantu oleh pelayan yang ada.
"Apa sudah selesai, Ahjumma?" tanyanya sembari mengintip dari balik punggung wanita paruh baya tersebut.
"Sudah, tinggal menaruhnya ke wadah," balas wanita itu singkat.
"Baiklah, biar aku saja. Ahjumma istirahatlah." Dengan sigap Wonho menggantikan posisi Kim Ahjumma, panggilan wanita itu, dan menyiapkannya dalam mangkok.
Tak butuh waktu lama bagi pria itu untuk menyelesaikan kegiatannya. Ia buru-buru membawa nampan di tangannya ke kamar Minhyuk.
Wonho meletakkan nampan ke atas nakas dan mendekati Minhyuk yang nampak pulas dalam tidurnya. Dia menempelkan punggung tangannya ke kening Minhyuk, memeriksa suhu tubuh yang lebih muda. Ternyata sudah lebih baikan dari pada sebelumnya.
"Minhyuk-ah. Bangunlah, kau harus makan dan minum obatmu." Dengan lembut Wonho memanggil nama anak itu dan mengguncangkan tubuhnya pelan.
Tak butuh waktu lama untuk membuat Minhyuk terbangun, terbukti anak itu menggeliat perlahan dan mulai membuka matanya.
"Eungh ... Wonho Hyung, ada apa?" sahutnya dengan suara serak.
"Bangun dan makanlah. Kau harus minum obat."
"Baiklah." Mengusap kedua matanya pelan, Minhyuk berusaha bangkit.
Dengan sigap Wonho membantu Minhyuk untuk duduk kemudian mengambil mangkok di atas nakas. Dia mengambil satu sendok bubur dan mengarahkannya ke mulut Minhyuk.
Bukan membuka mulutnya, tetapi Minhyuk malah memalingkan wajah dan menutup hidung. Hal itu tentu saja menimbulkan rasa heran pada Wonho.
"Kenapa? Buka mulutmu, aku akan menyuapimu," tutur Wonho terheran.
Bukannya menjawab, Minhyuk hanya merespon dengan gelengan kepala dan masih memalingkan wajah. Terlihat enggan untuk menyantap bubur yang Wonho pegang.
"Ada apa? Kau sakit, maka harus minum obat dan sebelum minum obat, kau harus makan," tukas Wonho.
"Aku tahu," balas anak itu.
Wonho menghela napas. "Jika tahu maka makanlah," tuturnya selembut mungkin.
Bocah itu kini menatap kesal pada sang lawan bicara.
"Tapi aku tidak suka bubur, Hyung. Setiap kali aku memakannya, bubur itu membuatku mual dan berakhir dengan memuntahkannya. Aku benci bau maupun rasanya," ucapnya dengan suara tertahan, rautnya pun berubah sendu.
"Aku rindu bibi," lanjutnya kemudian.
Tak tahu harus berkata apa. Wonho menatap penuh sesal pada Minhyuk. Dirinya belum tahu banyak tentang apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh bocah itu. Tentu saja anak itu merindukan keluarga Yoo, karena dia tumbuh dan besar di sana. Sehingga mereka paham segala hal tentang Minhyuk. Berada di lingkup para penggila kerja pasti membuatnya tak nyaman.
"Maaf, aku tak tahu. Lain kali aku tak akan membuat bubur lagi," sesal Wonho.
"Tak apa, buatkan aku sandwich saja. Dan aku tidak mau minum obatnya, aku sudah baikan," balas Minhyuk kemudian kembali berbaring dan menyembunyikan diri di balik selimut.
Menghela napas lagi, Wonho memutuskan untuk membawa nampan berisi bubur itu kembali ke dapur dan membuatkan apa yang bocah itu inginkan.
Selepas kepergian Wonho, Minhyuk meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas pula. Dia mengetik pesan sebentar kemudian memejamkan matanya sembari menanti balasan dari yang di seberang.
Minggom
Imo, aku merindukanmu.
12.35 p.m
Imo❤
Iya. Imo juga meridukanmu, Minhyukie. Kapan kau akan bermain ke sini? Akan kumasakkan semua makanan yang kau suka.
12.40 p.m
Minggom
Ah~ Imo. Aku rindu, aku juga sangat rindu Kihyun dan Samchon. Aku ingin kembali ke rumah :(
12.41 p.m
Imo❤
Wae? Ada masalah? Apa Donghae jahat padamu? Jika iya, biar Imo yang ke sana dan memarahi hyungmu itu😡
12.45 p.m
Minggom
ㅋㅋㅋ tidak ada. Aku hanya rindu kalian. Kalau begitu aku istirahat dulu ya, Imo. Aku demam lagi, tapi jangan khawatir karena aku sudah baikan. Aku menyayangi kalian 😁
12.46 p.m
Imo❤
Nee. Kalau begitu tidur saja dan jangan terlalu banyak beraktivitas. Kau pasti terlalu kelelahan sampai sakit seperti ini. Imo juga menyayangimu 😙
12.48 p.m
Minhyuk terkekeh ketika membaca balasan pesan yang bibinya berikan. Itulah mengapa dirinya begitu menyayangi sang bibi tak ubahnya ibu sendiri. Tunggu, bicara soal ibu. Minhyuk tak tahu bagaimana rupa sang ibu sampai usianya tujuh belas tahun ini. Rasa ingin tahu tentu ada, namun Minhyuk rasa saat ini belum ada waktu yang tepat untuk mencari tahu seperti apa ibunya. Toh, dia sudah punya Donghae, sang kakak dan beberapa orang di sekitarnya yang begitu disayanginya. Tapi setidaknya dia masih punya keluarga untuk disayang.
▪▪▪
Sorenya, keadaan Minhyuk sudah dikatakan sangat baik. Suhu tubuhnya sudah kembali normal dan bocah itu sudah kembali berkeliaran ke tempat favoritnya yaitu danau buatan di belakang mansion.
"Apa itu, Hyung?"
Sebuah suara membuyarkan konsentrasi Minhyuk dalam menggoreskan pensil di atas buku sketsanya. Garis tak beraturan terbentuk begitu dirinya terlonjak.
"Astaga! Kau mengagetkanku, Changkyun-ah." Minhyuk mengelus dadanya begitu tahu siapa yang datang dan mengejutkannya.
"Mianhae, aku tidak bermaksud membuatmu terkejut," ujar Changkyun dengan raut sesalnya.
Minhyuk mengangguk. "Tak apa, kalau begitu duduklah dan temani aku."
Tanpa diminta pun, Changkyun sudah mendudukkan dirinya di atas rumput tepat di sebelah Minhyuk. Bocah itu melirik pada buku yang berada di genggaman Minhyuk, matanya berbinar begitu menatap apa yang tergores di atas kertas tersebut.
"Woah ... bagus sekali. Apakah Hyung yang menggambarnya?" tanyanya takjub.
"Heum ... hanya hobi tapi aku terlalu sering melakukannya. Jadi kebiasaan dan aku juga sangat suka melukis," sahut Minhyuk dengan mata dan tangan masih fokus pada apa yang ia gambar.
"Sangat bagus. Kurasa kau memang berbakat melukis, Hyung," puji Changkyun lagi.
Minhyuk terkekeh. "Terima kasih. Sewaktu kecil cita-citaku ingin menjadi pelukis, tapi sekarang ...." Minhyuk menggantungkan kalimatnya dan menatap pada danau yang berada di hadapannya.
"Tapi sekarang kenapa?" Changkyun angkat suara dan menatap bingung pada yang lebih tua saat tak mendapati Minhyuk melanjutkan ucapannya.
Menggeleng lemah, Minhyuk berujar, "Tak apa. Kurasa itu hanya akan menjadi mimpi masa kecil semata."
Mendengar penuturan tersebut, otak cerdas Changkyun dapat langsung menyimpulkan apa yang dimaksud oleh Minhyuk. Benar, dilihat dari keadaan sekarang memang cita-cita yang disebutkan Minhyuk tampak sangat tak mungkin untuk dicapai. Donghae pasti murka hanya dengan melihat Minhyuk menggoreskan pensil di atas kertas seperti yang anak itu lakukan saat ini.
"Seperti apa?" Bukan Changkyun, melainkan Minhyuk yang bertanya saat tiba-tiba suasana menjadi hening.
"Apanya?" tanya Changkyun bingung.
"Seperti apa rasanya disayang oleh Donghae Hyung?"
"Apa maksudmu, Hyung?" Changkyun sedikit tergagap, tak menyangka bahwa Minhyuk akan bertanya hal semacam itu padanya.
"Jujur, aku iri setiap kali Donghae Hyung mengusap kepalamu dan melemparkan pujian saat kau mendapat nilai sempurna. Di sini aku hanya bisa menatap dari kejauhan dan menerima amarah yang terlontar dari mulut Donghae Hyung," ungkapnya dengan senyum kecut.
Changkyun menunduk, ada rasa tak enak hati pada Minhyuk setelah mendengar hal tersebut. Dia memang selalu berusaha mendapatkan nilai sempurna di sekolah. Namun dirinya benar-benar tak berharap agar Donghae memujinya. Tujuannya hanya ingin membalas budi atas apa yang telah keluarga itu berikan padanya selama ini. Tak menyangka bahwa niat baiknya malah membawa dampak buruk pada seseorang.
"Maaf," gumamnya pelan.
Minhyuk terkejut saat kata maaf itu terucap dari bibir tipis Changkyun. Ia pun menggeleng ribut.
"Tidak ... tidak. Bukan salahmu, jangan meminta maaf, ini semua karena aku saja yang terlalu bodoh," ujarnya dengan senyum terkembang.
Changkyun terkekeh. "Kau terlalu merendah, Hyung. Kulihat nilai ujianmu juga bagus, kau tidak bodoh. Karena guruku bilang, bahwa tidak ada murid yang bodoh semua pandai hanya saja itu tergantung pada bidangnya masing-masing. Dan dalam hal ini kau sangat pandai menggambar maupun melukis," balasnya.
"Kau membuatku tersanjung Changkyun-ah," timpal Minhyuk malu-malu.
Keduanya terlarut dalam percakapan yang pada dasarnya didominasi oleh ocehan Minhyuk. Bocah itu bercerita banyak hal dari apa yang disukai hingga yang ditakuti, dan Changkyun hanya akan tertawa dan tersenyum mendengar ocehan itu tanpa ada kesempatan untuk balas bercerita. Lee Minhyuk ini benar-benar penuh energi, itulah yang ada di dalam pikiran Changkyun.
"Aku benci hujan tapi aku suka aromanya dan aku ingin ...."
"Minhyuk Hyung," panggil Changkyun memotong ucapan Minhyuk.
"Nee? Ada apa?" sahutnya kemudian menoleh pada sang lawan bicara, sedikit cemberut karena Changkyun memotong ucapannya.
Changkyun menggeleng lantas berkata, "Tak apa."
"Ish ... menyebalkan," gerutu bocah itu kala merasa dipermainkan oleh yang lebih muda.
"Tetaplah tersenyum dan selalu berbahagia," tukas Changkyun yang membuat Minhyuk terkesiap.
"Pasti."
Begitulah kata yang terlontar dari bibir Minhyuk usai terdiam beberapa saat. Lagi pula dia memang bahagia saat ini.
Hay 😁
Astaga, aku kelamaan ya updatenya? Maaf :(
Yaitu seperti yg udah aku bilang sebelum2nya. Sibuk rl, orang miskin kalo gk kerja ya gk makan :') /slap my cheek/
Aku update karena ada kabar gembira juga nih wan-kawan. Aku dapet tiketnya VHEARTBEAT in Jakarta 😭😭😭. Monbebe yang menang juga, hayuk meet up😁
Dan yang belom, sabar yaa. Semoga kita bisa kumpul di kunjungan MX yang selanjutnya. Aku juga ikut sedih soalnya temenku ada juga yg gk dapet tiketnya padahal udah daftar dari awal😢😢
Udah deh.. klo kebanyakan nanti bacotku gk kelar2
Sekian.
Salam
VhaVictory and porumtal
(24-08-2019)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro