SEBELAS
🏵️Happy Reading 🏵️
.
.
Jalan yang dilalui menjadi semakin sulit saat area makin masuk ke dalam hutan. Sebenarnya tempat Minhyuk berdiri masih belum terlalu jauh dari pesisir, dia bisa saja memutar balik dan keluar dari hutan ini. Namun, membayangkan ekspresi kecewa di wajah bocah kecil tadi membuat Minhyuk tidak tega. Maka dia bertekad untuk tetap menemukan anjing bernama Dambi itu.
"Huh ... aku lapar," keluhnya kemudian menghentikan langkah.
Ditolehnya ke atas. Lewat celah-celah dedaunan yang ada, dia dapat melihat jika matahari sudah mulai meninggi sebagai pertanda jika hari pun sudah siang. Jika ia tidak menemukan anjing itu segera, Changkyun pasti akan mengkhawatirkannya. Dan jika sudah begitu, Donghae dan Ara pun pasti ikut khawatir.
"Bagaimana ini? Aku jadi pusing," gerutunya lagi. Dia sekarang bingung harus bagaimana.
"Apa yang kau pusingkan?" Sebuah suara membuat Minhyuk sontak memutar badannya.
"Oh ... astaga. Si-siapa?" tanyanya tergagap saat melihat seseorang berdiri di belakangnya.
Pria itu tersenyum. "Bukan siapa-siapa. Atau bisa jadi malaikat kematianmu," ujarnya tersenyum miring.
Minhyuk memundurkan diri satu langkah. Baiklah, instingnya mengatakan jika ada yang tidak benar dari pria dewasa di hadapannya ini.
"A-apa maksudmu, Ahjusshi?" tanyanya sembari melangkah mundur perlahan.
Mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaket hitamnya, pria itu berucap, "Apa masih perlu kuperjelas, Tuan Muda Lee?"
Sebuah pisau belati berukurang panjang sekitar lima belas senti meter berada di genggaman tangan kanannya.
"Kurasa tidak usah."
Tanpa memberi kesempatan bagi pria asing itu untuk berbicara, Minhyuk langsung memutar badan dan memacu langkah menjauh.
"Cih! Mau bermain-main denganku? Baiklah, dengan senang hati, Tuan Muda," tutur pria itu lantas dengan santai mengikuti arah Minhyuk berlari.
Sementara itu di lain tempat, terdapat Changkyun yang bingung menoleh ke segala arah guna mencari keberadaan Minhyuk. Dia yakin sekali jika di bawah pohon ini ia menyuruh Minhyuk untuk menunggunya. Akan tetapi, di mana anak itu sekarang? Menelisik sekeliling, suasana tampak sepi. Tak ada tanda-tanda keberadaan Minhyuk di tempat itu. Bahkan beberapa kali ia memanggil namanya, tetap tak mendapat sahutan.
"Minhyuk Hyung kau di mana?" gumam bocah itu gelisah.
Changkyun bingung antara harus mencari Minhyuk sendirian atau melaporkannya langsung pada Donghae. Yakinlah, jika ia langsung mengatakannya pada Donghae maka ia akan mendapat murka darinya. Bukannya takut, Changkyun hanya merasa sangat bersalah karena gagal melaksanakan tugasnya.
"Apa yang kau lakukan Changkyun-ah?"
Sebuah suara tepat di belakang Changkyun membuat anak itu terlonjak.
"Astaga!" Changkyun menoleh ke sumber suara. "Wonho Hyung, kau benar-benar membuatku terkejut," sergahnya begitu tahu siapa sosok di belakangnya.
Wonho terkekeh pelan saat mendapati reaksi terkejut dari Changkyun, menggemaskan sekali.
"Maafkan aku sudah mengejutkanmu. Aku baru saja dari penginapan kalian dan kata Tuan Donghae, kalian pergi bermain sedari pagi. Mengapa belum kembali? Dan di mana Minhyuk?" tanyanya heran ketika tidak mendapati Minhyuk di dekat Changkyun.
Changkyun menegang seketika, bukan Donghae namun Wonho-lah yang pertama kali menanyakan perihal Minhyuk. Sama saja, karena Wonho adalah tangan kanan Donghae.
"M-minhyuk Hyung ... dia tidak ada di sini," sahutnya gugup.
Wonho mengernyit. "Apa maksudmu? Bukankah kalian pergi berdua? Lalu mengapa bisa ia tidak ada di sini?"
Pada akhirnya, Changkyun menceritakan kronologi yang sesungguhnya kepada Wonho. Bagaimana ia meninggalkan Minhyuk sebentar untuk membeli minuman hingga ia kembali dan tidak menemukan keberadaan Minhyuk di tempat semula.
"Kita harus mencarinya sekarang!"
Tanpa basa-basi, Wonho menarik lengan Changkyun untuk ikut bersamanya. Tak lupa dirinya memberitahukan informasi tersebut pada Donghae.
▪▪▪
"Hah ... hah ...."
Deru napas Minhyuk sudah tidak beraturan. Sebenarnya ia belum berlari terlalu jauh, tetapi tenaganya sudah terkuras untuk mencari cangkang kerang bersama Changkyun tadi.
"Aigoo, apa kau sudah lelah?"
Minhyuk terkejut saat mendapati pria berbaju serba hitam tadi sudah berdiri di hadapannya.
"A-ahjusshi ...."
"Iya? Ada apa manis?" Perlahan pria itu melangkah mendekati Minhyuk.
Minhyuk tak lagi berkata, anak itu sibuk memundurkan diri dan mencari celah untuk melarikan diri. Namun, sebelum ia berhasil melangkah lebih jauh, tangan kekar pria asing itu sudah berhasil mencengkeram lengannya.
"Jangan berlari lagi, nanti kau lelah. Aku juga tidak mau membuang tenaga terlalu banyak hanya untuk menyelesaikan bocah ingusan sepertimu," tegas pria itu memperkuat cengkraman saat Minhyuk memberontak.
"Apa salahku, Ahjusshi? Kumohon lepaskan aku," ucap anak itu dengan mata berkaca-kaca dan tetap berusaha melepaskan diri.
"Hahaha ... aku sudah bersusah payah membuatmu tersesat di sini dan sekarang aku harus melepaskanmu? Yang benar saja, Nak!"
"A-aku mohon jangan sakiti aku." Minhyuk memohon dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Ia benar-benar takut saat ini.
"Sebenarnya aku bukan orang yang suka bertele-tele dalam membunuh, tapi mengapa melihatmu membuatku jadi ingin melakukamnya secara perlahan?" Serigai pria itu.
Dalam sekali entakan, pria itu mendorong tubuh Minhyuk hingga kepala bocah itu terantuk batang pohon di belakangnya.
"Argh ...."
Minhyuk memegangi kepalanya yang langsung berdenyut nyeri saat terantuk begitu kuat pleh batang pohon. Belum sempat ia memfokuskan pandangan yang kabur, sebuah pukulan mendarat di ulu hatinya. Begitu telak hingga membuat anak itu terbatuk beberapa kali.
"Astaga ... mengapa kau lemah sekali. Aku baru memukulmu sekali, tapi kau kesakitan seakan dihujani seribu belati. Inikah si bungsu Lee?" Ejek pria itu saat mendapati Minhyuk terlihat benar-benar kesakitan karena ulahnya.
"Ugh! K-kau jahat Ahjusshi. Hiks ...." Isak Minhyuk saat rasa sakit lain menyerang tubuhnya. Kepalanya pusing.
Pria itu tertawa lepas mendengar rintihan dan tangis Minhyuk. Menyiksa secara perlahan memang ternyata benar-benar menyenangkan. Lagi, dengan tanpa ampun pria itu melayangkan pukulan ke tubuh anak itu. Seakan tak peduli dengan kesakitan yang Minhyuk rasakan, pria itu justru semakin gencar memukuli anak itu.
Minhyuk sendiri berusaha untuk melindungi tubuhnya dari pukulan. Dengan kedua tangannya ia menghalau pukulan, terutama bagian wajah dan kepala.
"Minhyuk Hyung di mana kau?"
Pria itu berhenti sejenak kala mendengar suara samar-samar memanggil sosok di depannya. Otaknya bekerja dengan cepat, ia yakin jika orang itu mendekat ke arahnya.
"Sepertinya aku tidak bisa menyelesaikannya saat ini, kalau begitu aku pergi dulu, Nak. Sampai jumpa lain waktu," tukas pria itu mengelus pucuk kepala Minhyuk sebelum meninggalkan tempat itu.
Tersisa Minhyuk yang kini merintih dengan banyak lebam di tubuhnya. Ia mendengar seseorang memanggil namanya, namun dirinya tak mampu untuk sekedar mengucapkan kata tolong. Tubuhnya sakit dan kepalanya pusing. Minhyuk nyaris kehilangan kesadarannya, namun sebuah tangan menyentuh pundaknya.
"Hyung ... Minhyuk Hyung! Apa yang terjadi padamu?" tanya Changkyun dengan wajah cemasnya.
"Changkyun ...." lirih Minhyuk begitu tahu siapa orang tersebut. Dalam hati ia bersyukur jika Changkyun yang datang, bukan binatang buas.
"Minhyuk-ah!" Wonho yang baru tiba setelah tertinggal dari Changkyun.
Keduanya panik saat mendapati Minhyuk terduduk lemah di bawah sebuah pohon besar dengan beberapa lebam di wajahnya. Anak itu nyaris menutup rapat matanya, tapi buru-buru Wonho menepuk pelan pipi Minhyuk agar tetap terjaga.
"Minhyuk-ah! Minhyuk-ah! Jangan tutup matamu, oke? Kita ke rumah sakit sekarang," titah Wonho sembari menangkup ke dua pipi Minhyuk.
"A-aku tak ingin menutup mataku. Tapi aku pusing, Hyung," keluhnya diiringin rigisan.
"Tak apa. Tahanlah sebentar saja, dokter akan mengobatimu."
Tak mau membuang waktu lebih banyak lagi, Wonho menggendong Minhyuk ke atas puggungnya dibantu oleh Changkyun. Keduanya berjalan menyusuri jalan yang tadi mereka tempuh. Keheningan tercipta di antara mereka. Changkyun dan Wonho sibuk dengan pikiran masing-masing, sementara Minhyuk berusaha tetap sadar saat berada di gendongan Wonho.
"Ash ...." Rintihan terlontar dari bibir Minhyuk, anak itu tanpa sadar mengeratkan rangkulan tangannya di leher Wonho. Hal itu membuat Wonho tak nyaman, ia sedikit tercekik.
"Minhyuk-ah. Ada apa?" Wonho menghetikan langkahnya, memeriksa apa yang tengah terjadi.
Tak menyahut, Minhyuk malah menyembunyikan wajahnya ke belakang bahu Wonho. Anak itu menggeleng tanpa suara. Hal itu tentu mebuat Changkyun curiga, bocah yang sedari tadi mengekor di belakang Wonho itu mendekati Minhyuk. Disentuhnya secara perlahan rambut yang menutupi sebagian besar dahi anak itu kemudian menyibakkan ke atas. Changkyun terbelalak dengan apa yang dilihatnya.
"Astaga! Minhyuk Hyung, kau mimisan!" pekik Changkyun cemas saat mendapati darah mengalir dari kedua lubang hidung Minhyuk.
Pantas saja, Wonho merasakan ada sesuatu yang membasahi bajunya. Itu adalah darah Minhyuk. Wonho mendengkus kesal, apa saja yang dilakukan anak ini sampai mimisan begini?
▪▪▪
Wonho, Ara, serta Changkyun tengah berdiri cemas di depan sebuah ruangan yang tak lain adalah tempat di mana Minhyuk tengah mendapat pertolongan dari tim medis rumah sakit.
"Nona, mengapa kau datang sendiri? Di mana tuan Donghae?" Wonho memulai percakapan setelah terjadi keheningan beberapa lama.
Ara menghela napas. "Dia ada meeting dadakan siang ini jadi sekarang dia dalam perjalanan menuju kantor," jelasnya dengan raut kecewa.
Ara tak habis pikir dengan sifat Donghae yang lebih mengutamakan perusahaan dari pada adiknya sendiri.
Benar saja, alasan Wonho menyusul ke tempat liburan mereka adalah menjemput Donghae untuk meeting. Tapi dirinya sendiri malah lupa untuk menyampaikan niat itu saat mengetahui jika Minhyuk menghilang.
"Apakah hal itu lebih penting?" Ucapan tiba-tiba dari Changkyun membuat atensi Wonho dan Ara langsung tertuju pada bocah SMU tersebut.
"Pekerjaan Donghae Hyung, apa lebih penting dari saudaranya sendiri?"
Hening menjawab pertanyaan Changkyun, karena baik Wonho dan Ara juga merasakan hal yang sama. Mereka bahkan tak habis pikir, kenapa Donghae bisa bersikap begitu tak peduli kepada adik satu-satunya. Kegiatan saling diam diantara ketiganya pun akhirnya terhenti, ketiga netra mereka mendapati sosok dokter keluar dari ruang IGD.
"Siapa di antara Anda sekalian yang merupakan wali pasien?" tanya Dokter bahkan tanpa menunggu salah seorang dari mereka melontarkan tanya kepadanya.
"Saya dokter, saya kakaknya," jawab Ara tanpa ragu.
Dokter itu mengangguk. "Bisa ikut dengan saya sebentar?" tanya Dokter itu lagi.
Ara melemparkan pandangannya sesaat pada Wonho dan Changkyun, sebelum akhirnya mengangguk pelan kepada sang dokter.
Wanita berparas cantik itu pun berlalu mengikuti sosok Dokter yang sudah lebih dulu melangkah meninggalkan ruang IGD.
"Apa terjadi hal buruk pada Minhyuk Hyung?" tanya Changkyun yang kini mula dihinggapi rasa gelisah.
"Entahlah, kita akan tahu setelah Nona Ara kembali," jawab Wonho tak yakin.
Changkyun menghela nafas berat, kemudian mendudukan tubuhya di kursi yang berada tak jauh dari tubuhnya. Rasa lelah yang sejak tadi ia tahan kini mulai terasa, membuat kakinya terasa lemas seketika.
"Hyung, jika terjadi hal buruk pada Minhyuk Hyung. Aku takkan pernah bisa memaafkan diriku sendiri," ujar Changkyun dengan suara pelan.
"Hey ... jangan bicara begitu. Takkan terjadi hal buruk pada Minhyuk, jadi tenangkanlah dirimu." Mencoba menghibur yang lebih muda, Wonho berujar sembari mengusap bahu sempit Changkyun.
"Tapi Hyung ...."
Belum lagi Changkyun menyelesaikan ucapannya, suara dering ponsel milik Wonho sudah memutus ucapannya. Dengan gerakan sigap Wonho pun meraih benda persegi tersebut dan segera mengangkat panggilan yang ternyata dari Donghae.
"Kau dimana?" Tanpa berniat basa basi, Donghae bertanya dari seberang.
"Saya sedang di rumah sakit, tuan," jawab Wonho.
"Cepat ke kantor sekarang, dalam 10 menit kau harus tiba di kantor."
"Tapi, Tuan. Minhyuk baru saja di temukan dan dia ada di rumah sakit," ujar Wonho memberi tahu.
"Aku tidak peduli, ada Ara dan Changkyun di sana. Apa kau mau membuat klien kita menunggu?" balas Donghae emosi.
Wonho segera melirik jam tangan yang melingkar di lengannya dengan mata membulat penuh. Pasalnya rumah sakit tempatnya berada dan kantor terbilang cukup jauh, dan Donghae memintanya datang dalam waktu 10 menit? Yang benar saja.
"Tuan Lee ...."
Panggilan terputus membuat Wonho mendesah frustrasi. Dengan tatapan putus asa pria bertubuh kekar itu pun menatap Changkyun yang juga tengah menatap bingung kearahnya.
"Aku harus pergi, Tuan Lee memintaku segera ke kantor," tukas Wonho tanpa ditanya.
Changkyun mengangguk paham. "Kalau begitu pergi saja Hyung, biar aku saja yang menjaga Minhyuk Hyung disini bersama Ara Noona," balas Changkyun.
"Apa tak masalah?" Wonho tetap saja khawatir meski sudah ada orang dewasa selain dia di sini.
"Tidak Hyung, tidak masalah. Kau pergi saja daripada nanti Donghae Hyung marah padamu. Aku tidak ingin hal itu terjadi, sangat sulit untuk meredam kemarahan Donghae Hyung." Changkyun berucap semantap mungkin untuk meyakinkan Wonho.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu."
Changkyun mengangguk pelan menjawab itu, membuat Wonho segera berlari meninggalkan bocah bermarga Im tersebut.
▪▪▪
Aroma obat-obatan langsung menyapa indera penciuman Minhyuk, tepat ketika pria manis tersebut membuka matanya. Meski samar, Minhyuk coba menyusuri ruangan sebar putih tempatnya berada saat ini. Hingga atensinya teralih pada sebuah suara berat yang sangat ia kenal.
"Hyung, kau sadar?" Adalah Changkyun yang berujar sembari mengenggam jemarinya pelan.
Minhyuk pun menoleh ke sisi kanannya dan mendapati wajah cemas Changkyun.
"Changkyun-ah ...." Nyaris berbisik, Minhyuk membalas panggilan Changkyun.
"Iya Hyung, ini aku. Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit? Biar kupanggilkan dokter." Changkyun berujar penuh khawatir.
"Tidak apa-apa," lirih Minhyuk lagi.
"Jika ada yang sakit, katakan saja padaku, Hyung. Dokter akan membantumu."
Tak sanggup lagi menjawab, Minhyuk hanya bisa megangguk pelan sambil mengulas sebuah senyum tipis di wajahnya. Cemas di wajah Changkyun seketika memudar setelah melihat senyum yang Minhyuk rekahkan. Setidaknya perasaannya kini sedikit lega kala mendapati pria yang sejak tadi ia cemaskan sudah mampu tersenyum.
"Bisa bantu aku duduk?" tanya Minhyuk
Changkyun menurut dengan menarik tubuh Minhyuk untuk duduk, lantas menyangga punggung pria Lee itu dengan bantal.
"Kau hanya sendiri?" Minhyuk bertanya saat sadar jika hanya ada mereka berdua di ruangan itu.
"Tidak, aku bersama Ara Noona. Tapi sekarang dia sedang pergi menebus obatmu," jawab Changkyun sembari memberikan segelas air putih pada Minhyuk.
Minhyuk mengangguk pelan mendengar jawaban dari Changkyun dan tak beberapa lama wajahnya berubah suram.
"Maafkan aku Changkyun-ah," ujar Minhyuk penuh sesal.
"Kenapa Hyung meminta maaf?" Changkyun bingung dengan perkataan Minhyuk, baru bangun sudah meminta maaf.
"Aku pasti membuatmu cemas, karena itu aku minta maaf." Lagi Minhyuk berujar dengan raut sedihnya.
Changkyun menggeleng. "Tidak Hyung, justru akulah yang harus meminta maaf karena aku tak ada di sampingmu saat kau mengalami kesulitan."
"Kalau aku tidak keras kepala, aku yakin aku tak akan sesial ini." Sanggah Minhyuk.
"Dan jika aku tak meninggalkanmu, kau takkan mengalami ini." Masih enggan mengalah, Changkyun kembali menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Minhyuk.
Baru akan kembali menjawab perkataan dari Changkyun, suara pintu terbuka membuat Minhyuk beserta Changkyun menoleh ke asal suara. Sosok Ara sudah berdiri disana, memandang kearah Minhyuk sambil melemparkan senyum terbaiknya.
"Minhyukie sudah bangun." Sembari melangkah pelan kekasih Lee Donghae itu berujar pada Minhyuk.
"Nee." Minhyuk berujar sambil mengangguk.
"Syukurlah, aku senang kalau kau sudah sadar," tutur Ara sembari mengusap pucuk surai Minhyuk.
"Maaf, Noona pasti cemas."
"Tentu saja, bagaimana mungkin aku tak cemas saat adik dari kekasihku tak sadarkan diri seperti tadi?"
Dengan nada marah yang dibuat-buat, Ara berujar sambil melipat tangannya di dada. Hal itu tentu saja membuat Mihyuk yang melihatnya tak bisa menahan diri untuk tersenyum, sebab wajah Ara terlihat menggemaskan ketika melakukan hal tersebut.
"Noona, di mana Donghae Hyung?" Pertanyaan tak teduga dilontarkan Minhyuk pada Ara.
Sesaat Ara terlihat terkejut mendengar itu, namun cepat wanita cantik itu mencoba mengontrol ekspresi wajahya. Changkyun yang berdiri di samping Ara pun langsung mengalihkan pandangan begitu mendengar pertanyaan itu.
"Dia akan datang sebentar lagi. Hyung-mu menghadiri meeting dadakan tadi."
Minhyuk tahu Ara tengah berbohong saat ini, namun karena ingin menghargai usaha kekasih sang kakak, ia pun coba mengangguk sambil tersenyum.
"Baiklah, sekarang kau makan dulu ya. Setelah itu minum obatmu." Dengan sikap keibuan, Ara berujar pada Minhyuk.
"Baik, Noona," jawab Minhyuk tak coba membantah.
Pada akhirnya Ara-lah yang menyuapi Minhyuk dengan hidangan ala rumah sakit. Minhyuk sendiri tak menolak, selagi yang dimakan bukan bubur maka dengan senang hati ia memakannya. Dan lebih baik meminum obat kemudian beristirahat agar cepat sehat. Lagi pula jika sembuh nanti, dia juga akan bertemu dengan Donghae di rumah.
Sikap Donghae masih tak berubah, tapi rasa sayang Minhyuk pada kakaknya itu malah makin membesar tiap harinya.
Hello 👋👋 Long time no see :")
Sudah nyaris sebulan dan saya semakin merindukannya. I know its hurt, sangat sulit untuk menghilangkan bayangannya di hati ini. Bagaimana senyumnya, tawanya dan kasih sayangnya pada kita begitu murni. Its hard to say that I don't miss him, cuz for real I miss him everyday, everytime and everywhere.
But, isoke isoke. Life must going on. Aku pribadi selalu menyemangati diri sendiri. Semua gk akan berubah kalo kita sendiri nggak ada usaha untuk mengubahnya. So, here I am. Kembali menulis FF ini meski selalu terasa berat tiap ketikan.
Ekhem... udah sedih2nya. Aku cuma mau bilang, mungkin cerita ini akan sedikit bertele2 alurnya. Jadi panjang juga chapnya. So, karena udh kubilang dari awal. Kalian bisa ambil langkah sendiri ya setelah ini. Mau sabar apa bubar😂😂
Oh... bonus pict uri Minhyukie😚😚
Salam
VhaVictory and porumtal
(30-11-2019)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro