Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

EMPAT BELAS

🏵️ Happy Reading 🏵️
.
.

Sungguh Minhyuk tak habis pikir dengan kelakuan keempat siswa di hadapannya ini. Tertawa senang setelah menumpahkan segelas jus ke seragam yang ia kenakan. Hari masih pagi, dan ini adalah hari pertama Minhyuk kembali ke sekolah setelah kemarin absen dari kegiatan pembelajaran.

Lihat hasil yang mereka perbuat padanya. Seragam beserta almamater yang Minhyuk kenakan kini ternoda dengan bercak air jus di beberapa tempat. Kejadian itu terjadi tepat di depan pintu kelas, jadi beberapa siswa yang berlalu-lalang mentertawakan hasil kerja Jongin dan kawan-kawannya. Minhyuk hanya bisa diam tertunduk sembari berusaha mengusap tumpahan jus itu dengan tangan kosong.

Kihyun tak langsung datang ke kelas setelah turun dari mobil tadi. Bocah itu buru-buru melesat ke toilet karena ingin buang air kecil. Alhasil Minhyuk harus pergi ke kelas sendirian usai berpisah dengan Changkyun di lorong. Akan semakin banyak yang menggunjingkannya saat Kihyun tak berada di sampingnya. Seperti saat ini, di antara banyaknya manusia berlalu-lalang, tak ada satupun yang berniat membantunya. Malah hal ini dinilai sebagai hiburan bagi mereka.

"Mau protes? Atau mau melawan?" tanya Jongin kala Minhyuk mengarahkan tatapan datar kepadanya.

Minhyuk memilih diam, membalas pun hanya akan membuat Jongin semakin semangat mengerjainya. Jadi, daripada buang-buang waktu untuk meladeni tuan muda Kim itu, Minhyuk memilih menghindar dengan melangkah menuju kursinya. Namun, bukan Kim Jongin jika dia membiarkan targetnya lepas dengan mudah.

"Sebenarnya apa mau kalian?" Minhyuk berujar setengah kesal saat tangan Jinyoung sengaja menahan tubuhnya agar tak pergi.

"Kami?" Tangan Jongin menunjuk dirinya dan juga teman-temannya.

"Kami hanya mau menyambut kedatanganmu Lee Minhyuk," imbuhnya kemudian.

"Menyambutku?" Minhyuk memasang senyum miring di wajahnya tanpa sadar.

"Terima kasih sudah mau repot menyambutku. Sambutan yang kalian berikan benar-benar manis," ujar Minhyuk mengejek sembari menatap bekas tumpahan jus jeruk yang mengotori beberapa sisi seragamnya.

"Jadi kau menyukainya?" Jongin bertanya sambil menatap nanar Minhyuk.

"Kalau begitu, kau pasti tak keberatan kalau aku memberikanmu sambutan lagi bukan?" Giliran Sungjae yang bercap.

Usai mengatakan kalimat itu tangan Sungjae langsung melempar satu kotak jus jeruk lagi kepada Minhyuk. Hendak mengindari serangan Sungjae kepadanya, Minhyuk berencana menggeser tubuhnya. Entah karena terlalu syok atau memang refleksnya tidak baik, tubuh Minhyuk hanya membeku di tempat tanpa bisa bergerak. Bahkan untuk memejamkan matanya saja Minhyuk tak bisa, alhasil ia hanya bisa pasrah jika kotak jus itu mendarat tepat ke wajahnya.

Minhyuk tersentak manakala kotak jus yang Sungjae lempar justru berbalik menghantam tubuh Sungjae. Sebenarnya bukan hanya Minhyuk, beberapa siswa juga tampak terkejut melihat pemandangan tersebut.

"Sudah selesai?" Adalah Kihyun yang entah sejak kapan sudah berdiri tepat di sisi Minhyuk.

Dengan tatapan menatang, sepupu Minhyuk itu terlihat melayangkan pandangan kesal pada Jongin dan kawan-kawannya. Tidak ada sedikitpun rasa takut dalam diri bocah itu.

"Kalau sudah selesai, biarkan Minhyuk duduk di tempatnya. Dan itu tadi adalah sambutan dariku, semoga kau menyukainya juga, Yook Sungjae." Lagi Kihyun berujar yang tak mendapatkan satu bantahan pun dari Jongin dan teman-temannya.

Melihat itu, Kihyun cepat menarik tubuh Minhyuk bersamanya dan duduk di bangku mereka masing-masing. Mengabaikan sosok Sungjae yang kini mengumpat tak jelas, mengutuk seragam putihnya yang ternoda.

***

Wonho baru saja keluar dari ruang kerjanya, saat melihat sosok Ara yang keluar dari ruangan Donghae dengan langkah gontai. Wajah gadis itu juga terlihat sedih saat ini, membuat batin Wonho bertanya-tanya melihat hal itu.

"Nona." Wonho memanggil Ara ketika gadis itu melewatinya begitu saja.

"Oh, Wonho Oppa." Dengan senyum kaku, Ara balas menyapa. Ia sedang hanyut dalam pikirannya sampai tak menyadari keberadaan Wonho.

"Ada apa denganmu?"

Kali ini Ara tak menjawab, gadis itu hanya menghela napas berat sembari menatap pintu ruang kerja Donghae.

"Apa ada masalah?" Lagi Wonho bertanya karena tak mendapat jawaban yang ia inginkan dari Ara.

"Sedikit," sahut Ara.

"Mau berbagi?" tawar Wonho.

Ara berpikir sejenak lantas mengangguk beberapa detik kemudian. "Ayo cari tempat untuk bicara!" ajak Ara yang disambut anggukan Wonho.

Keduanyapun melangkah menuju tangga darurat yang tak jauh dari tempat mereka bertemu tadi.

"Jadi ada apa?" tanya Wonho setibanya mereka disana.

"Oppa, kenapa sangat sulit berbicara dengan Donghae Oppa?" Bukan menjawab, Ara justru balas melemparkan frasa tanya pada pria Lee itu.

"Bukankah dia memang orang yang seperti itu. Maksudku ... kau sudah tahu ini sejak dulu bukan?" balas Wonho sedikit bingung.

"Ya, aku tahu sikapnya seperti ini sejak dulu. Tapi kukira dia takkan bersikap seperti ini jika aku mengajaknya bicara mengenai Minhyuk."

"Kau membahas mengenai Minhyuk dengan Tuan Donghae? Tentang apa?"

Untuk kesekian kalinya Ara menghela napas berat.

"Iya. Aku membahas sikap Donghae pada Minhyuk. Aku meminta Donghae lebih perhatian pada adiknya itu. Setidaknya dia harus bersikap lebih baik pada saudaranya sendiri bukan? Tapi pria itu ...." Ara langsung kehilangan kata-kata begitu mengingat bagaimana dinginnya Donghae menanggapi semua perkataannya.

Tunangannya itu bahkan meminta Ara untuk keluar dari ruangannya saat Ara terus menyebut nama Minhyuk dan hal itu tentu saja membuat Ara sedih bukan main.

"Kau harusnya terbiasa dengan sikap tuan Donghae yang seperti itu, nona. Meski terlihat dingin begitu, tuan Donghae sebenarnya orang yang peduli," tukas Wonho meyakinkan.

"Aku ingin terbiasa dengan hal itu, tapi kondisi Minhyuk membuatku tak bisa melakukannya. Dia butuh kakaknya."

"Kau masih mencemaskan kesehatan Minhyuk? Bukankah dia mulai pulih dari traumanya?"

Ara hanya membisu sembari menyandarkan tubuhnya pada pegangan tangga yang ada di sisinya. Nampak menimang sesaat antara mengatakan atau tidak perihal berita yang ia peroleh dari dokter Son kemarin.

"Nona Ara, apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan?" Wonho memberanikan untuk bertanya lantaran ia mendapati tingkah aneh dari Ara. Gadis itu seolah tengah menyembunyikan sesuatu.

Ara tak menyahut, ia justru mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya. Ia tatap sejenak kertas tersebut sebelum akhirnya menyerahkan pada Wonho. Pria itu menerima kertas tersebut dan mencermatinya secara seksama.

Raut terkejut tercetak jelas di wajah Wonho. "Nona ... a–apa maksudnya ini?" tanya Wonho tak percaya.

"Seperti yang kau baca. Dan itu sudah mulai masuk ke fase lanjut. Dokter Son bilang, mungkin gejala awal sudah berlangsung sekitar satu tahun yang lalu. Namun, tak ada yang menyadarinya karena penyakit seperti ini sulit dideteksi," jelas Ara dengan frustasi.

Fakta itu baru ia dapat pagi tadi dan ia ingin menyampaikannya pada Donghae, namun reaksi pria itu setiap mendengar nama Minhyuk membuat Ara mengurungkan niatnya.

Wonho menghela napas. "Ia harus tahu sebelum semuanya terlambat," ujarnya menerawang jauh.

***

"Sebenarnya ada apa denganmu?" Kihyun bertanya pada Minhyuk yang baru saja memasukan sepotong roti ke dalam mulutnya.

Kedua sepupu itu tengah menikmati jam istirahat di tempat favorit mereka, yakin atap gedung sekolah.

"Memangnya ada apa denganku?" Minhyuk balas bertanya pada Kihyun dengan mulut masih terisi penuh dengan roti.

"Kenapa tadi tak coba menghindar saat Jongin melempar jus padamu?"

Minhyuk menggaruk tekuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal. "Entahlah, aku kira gerak refleksku memang kurang baik," balasnya enteng.

"Jawaban bodoh macam apa itu?" gerutu Kihyun yang tak puas dengan jawaban dari Minhyuk.

Bukan marah, Minhyuk justru terkekeh sambil memandang Kihyun. Sepupunya itu terlihat menggerutu pelan sambil melahap makan siangnya.

"Yoo Kihyun, dari mana kau mendapatkannya?" tanya Minhyuk membuat Kihyun melayangkan tatapan bingung padanya.

"Keberanian melawan Jongin, dari mana kau mendapatkan itu?"

"Untuk apa aku takut padanya? Dia dan aku sama-sama manusia," sahut Kihyun sangsi.

"Tapi tubuh Jongin 'kan lebih besar darimu."

Tatapan membunuh segera Kihyun layangkan pada Minhyuk, remaja Yoo itu memang selalu tak suka jika ada orang yang membahas mengenai postur tubuhnya.

"Maaf, maaf. Aku tak bermaksud." Sadar kalau ucapannya salah, Minhyuk buru-buru meminta maaf. Sepupunya ini selalu sensitif jika soal tinggi badan.

"Selama aku benar, aku takkan pernah merasa takut," ujar Kihyun pada Minhyuk.

"Karena itu, aku tak takut pada Tuan Muda Kim Jongin. Sebab aku tak merasa kalau sikap yang kutunjukan tadi pagi itu salah."

Senyum tipis Minhyuk rekahkan, Ia baru ingat jika seorang Yoo Kihyun memiliki prinsip seperti itu. Tinggal bersama Donghae mungkin membuatnya sedikit melupakan beberapa fakta tentang Kihyun dan itu membuatnya diam-diam merasa bersalah.

"Karena itu kau juga tak perlu takut padanya!" Kihyun kembali berujar dengan nada mengancam.

"Takut pada siapa?" balas Minhyuk bingung.

"Tentu saja pada Jongin."

"Aku tidak takut padanya."

"Lalu kenapa kau tak mencoba membela diri?!" Sungguh Kihyun kesal dengan sepupunya ini. Dia terlalu naif.

"Aku hanya tak mau cari masalah," sahut Minhyuk tak acuh.

"Tapi kau sudah dalam masalah tadi."

"Setidaknya aku tak mau menambah masalah dengan melawan berandalan kelas itu. Aku tidak mau kau yang akan masuk ruang konseling karena membelaku."

Kihyun berdecak kesal, merasa bodoh karena mengajak Minhyuk berdebat. Anak ini tidak mau jika jalan yang ia pilih ditentang.

"Sudahlah, sebaiknya cepat selesaikan makan siangmu," ujar Kihyun akhirnya.

Minhyuk hanya mengangguk dan kembali menyobek roti yang ada di tangannya.

"Eh?"

"Kenapa?" Kihyun menatap Minhyuk yang memandang bingung roti yang terlepas dari tangannya.

"Rotiku jatuh," adu Minhyuk dengan mimik wajah sedih.

"Ambil saja lagi, itu kan belum kotor." Kihyun berujar sambil terkekeh.

"Boleh?"

Minhyuk bersiap mengambil roti miliknya, tetapi Kihyun buru-buru menahan gerakan tangan Minhyuk.

"Kau ini! Aku hanya bercanda," tukas Kihyun setengah kesal.

"Tapi aku serius."

Kihyun berdecak kesal kemudian membagi roti miliknya dan memberikan pada Minhyuk.

"Jika itu jatuh lagi aku takkan memberimu lagi."

"Hehehe, baiklah Yoo Kihyun yang agung," sahut Minhyuk bercanda.

Bagi Minhyuk pribadi, tidak masalah jika seluruh siswa sekolah membencinya, mengolok setiap hari dan kadang menjahili tanpa ampun. Dengan adanya Kihyun sebagai teman sekaligus saudara untuknya saja sudah cukup. Lagi pula, sebanyak apapun teman yang kau miliki hanya ada segelintir saja yang disebut teman sejati.

Maafin aku ya. Up yang cuma seabad sekali :")
Entah kenapa feelnya ke cerita ini ilang begitu aja. Padahal dulu pas awal2 bikin semangat banget 😭😭😭
Nggak tegas banget emg diriku ini. Tapi tak apa, aku masih sayang kok sama cerita ini. Dan akan aku usahakan up lebih sering, kayak dulu :")

Sekian, maaf kalo nggak memuaskan. Masih ada yang Sudi baca aja aku udah bersyukur 😗😗😗 makasih pokoknya.

And for last, aku mau promosi cerita baru aku. Ini aku buat untuk event writting challange, jadi udah pasti up tepat waktu. Dan kalau kalian Sudi mampir, mari mampir. Mumpung masih part awal, jadi nggak ketinggalan banyak 😂

Salam

VhaVictory and porumtal
(23-02-2020)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro