Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Akhirnya ketemu juga

"Calista! Sekarang kau mau ke mana lagi? Sudah cukup, ayo kita pulang!"

"Tapi Calista masih mau jalan-jalan! Huuaaaa! Ayah udah gak sayang Calista lagi..., Huhuhu...."

"Ya, Tuhan...."

"Ayah..., kumohon..., satu kali ini..., saja."

Air mata Evelia bercucuran sembari memeluk tangan Ayah Calista erat-erat, merengek lagi untuk kesekian kali. Dia harus segera ke tempat perjanjiannya dengan Luna jikalau gadis itu hadir, ikut masuk ke dunia novel dan itu harus dilakukan sekarang juga!

"Tapi, Calista. Ayah mohon. Kamu baru saja sembuh. Dan Ayah tidak memiliki waktu lagi menemanimu untuk berbuat aneh-aneh."

"Kumohon..,"

"Tidak lagi. Ayo kita pulang."

Ayah Calista membawa Evelia dengan menggendongnya seperti karung, tentu saja Evelia memberontak memukul punggung pria itu kuat-kuat. Tampaknya Ayah sudah lelah, kepalanya nyeri bukan main dikarenakan anaknya makin ekstrim dari hari ke hari. Setelah ini pun dia harus berurusan dengan istana akibat ulah sang putri, bahkan walau dia seorang Duke kerajaan-- dia tak terlepas dari jerat hukum. Setidaknya dia harus membayar denda atau semacamnya.

Dari arah jam menara kereta melaju cepat meninggalkan tempat tersebut menuju rumah. Evelia semakin kesal dibuatnya, terlebih Ayah mendekapnya kuat agar tidak bisa kabur dari genggaman. Oh, sungguh. Gadis ini sudah tujuhbelas tahun, tapi, bagaimana dia masih diperlakukan seperti anak-anak? Akh! Lagi-lagi ini karena dirinya yang menciptakan karakter kekanakan bodoh seperti ini!

Kalau begini kesempatannya bertemu Luna bisa hilang. Tidak ada cara lain lagi! Evelia memilin bibirnya frustasi, dengan mata mendelik kesal tangannya meraih lengan Ayah dan menggigitnya kuat-kuat. Dia harus melakukan ini! Segera saja Ayah menjauh, mendorong Calista menjauh menggenggam tangannya yang berdarah. "Calista! Apa yang kamu lakukan?!"

Benar. Ini ide gilanya dengan memanfaatkan kepolosan Calista dia mengigit lengan pria itu sampai berdarah. Dengan cepat memasang sandiwara lain Evelia menunduk dalam-dalam pura-pura marah, walau tersenyum lebar dalam hati.  Makanya jangan ganggu rencana yang sudah susah payah dia buat! "Ayah jahat! Calista benci Ayah! Calista benci Ayah!"

"Calista!"

Ayah membentak anak gadis yang kini mengamuk di hadapannya sembari mengepalkan tangan di kedua sisi tubuh. Sekarang Calista sudah keterlaluan. "Calista! Berhenti melawan. Sebenarnya kau ini kenapa 'Nak? Apa yang membuatmu bertingkah gila seperti ini?!"

Evelia cemberut dengan sorakan dalam hati, berhasil membuat ayah masuk dalam sandiwara. Perhatian ayahnya sudah teralihkan dengan hal itu. Arah tempat yang dia tuju juga searah dengan rumahnya jika dia meloncat dari kereta sekarang, maka dia bisa berjalan kaki ke sana. "Calista memang gila. Ayah baru tahu?"

Ayah terlihat sangat lelah menghadapi pembangkangan yang dilakukan putrinya. Cobaan apalagi yang Tuhan berikan selain anak super sial dan putrinya yang sangat dia sayangi tapi bodoh dan sekarang menjorok ke gila? Dia benar-benar sudah mencapai batas. "Kamu tidak gila!"

"Calista gila! Calista gila! Kata Ayah Calista gila!"

Evelia tertawa sinis dalam hati, memang benar tokoh ini bodoh dan sekarang dia bisa menambahkan stempel gila. Mempermainkan tokoh-tokoh ini sangatlah menyenangkan, dia tidak mau terlalu bawa perasaan seperti sakit kemarin membuatnya mulai lembek kepada keluarga Calista. Dia tidak mau terikat lebih dalam dengan dunia novel, karena itu bersikap seperti ini lebih baik!

Ayah memejamkan mata lelah dengan kepala penat, melihat kesempatan itu seringai timbul di bibir Evelia. Tepat ketika kereta terhenti karena ada kereta lain yang menyebrang, dengan cepat Evelia mengambil kesempatan membuka pintu dan meloncat seperdetik kereta kembali melaju.

"CALISTA!"

Evelia tertawa terbahak-bahak menjulurkan lidah, melambaikan tangan pada kereta. "Sorry, Ayah Calista. Tapi aku harus segera pergi." Dengan kedipan nakal, Evelia segera berlari kencang menuju tempat rahasia yang hanya diketahui dua author dan para tokoh penting dalam novel.

Sementara itu ayah berteriak pada kusir untuk berhenti. Namun, semuanya terlambat, Evelia sudah menghilang dari pandangan. Ayah benar-benar tidak punya akal lagi untuk menghadapi putri gilanya. "Hahaha, apa salah dan dosaku Tuhan?"

.

.

.

Luna meminta antagonis meninggalkan dia sendiri untuk ke suatu tempat dengan kereta kuda dan kusir. Berhenti tepat di depan hutan yang jarang disinggahi. Luna memberi pesan pada kusir sebelum melangkah lebih jauh untuk menunggu. Dengan teliti dia mengingat deretan huruf dalam novel soal tempat pertemuan mereka.

'Di hutan arah barat terdapat tempat angker yang jarang disinggahi, tidak banyak penduduk kota yang mendatangi tempat ini. Tepat di arah masuk terdapat tanda yang menunjukkan nama hutan yang tertutupi rimbunan pohon tua, menunjukkan tulisan dengan goresan kayu bernama 'Elysium' jika barangkali kau dapat menemukannya.'

Mendapati goresan usang kau bisa bergerak sepuluh langkah ke depan, tetap lurus hingga terdapat besi dengan bendera lusuh yang menggantung sebagai pemberhentian berikutnya. Bergerak ke arah kanan kau bisa membuat dua setengah langkah dan memutar badan ke kiri sembilan puluh derajat. Lantas berjalan lurus seratus langkah hingga kau akan menemukan pohon oak mati yang dahannya patah. Tepat di depanmu, berjongkok dan cari tali usang dari rimbunan daun dan terus ikuti tali hingga garis akhir.

Setelah sampai pada ujung tali. Kau akan melihat tali tersambung pada batu besar. Ketuk tiga kali dengan punggung tangan, lantas tiga kali dengan telapak tangan. Lantas buatlah simbol cinta. Portal akan terbuka menuju tempat yang tidak bisa kau bayangkan.'

Luna menghela napas berhasil mengingat tempat rahasia sebagai pertemuan mereka, segera masuk ke dalam portal aroma daun segar juga bunga-bunga manis tercium menggelitik. Hamparan bunga yang memanjang terhampar begitu menawan, sungai kebiruan mengalir dengan kilau permata di dalamnya.

Sementara di dalam gazebo yang terbuat dari kaca transparan dengan hiasan permata di tengah hamparan luas bunga terdapat gadis dengan surai hitam pendek berdiri. Gugup, Luna menegak ludah ketika pandangan mereka bertemu. "Ini beneran Lun, 'kan?"

"Lia? Ini beneran kamu?"

Keduanya saling mematung dan bersitatap tidak percaya sebelum Evelia kembali berbicara dengan cengiran andalannya. "No cogan?" Luna dengan senyuman lebar menutup mulutnya tidak percaya, itu adalah kode rahasia Evelia. Akhirnya mereka bisa bertemu! "No Life."

Kode terbuka. Keduanya dipenuhi rasa haru saling berpelukan erat berseru tertahan. "Omaigat, Lun. Aku pikir kita gak bakal ketemu lagi!" Evelia memeluk Luna erat-erat berseru senang. Dengan cepat Luna mengangguk tersenyum lebar sekali.
"Bener, Lia. Aku kaget banget pas denger pengumuman tadi. Aku seneng banget kamu ada di sini juga," balas Luna tak kalah bahagia.

Setelah berpelukan dengan hangat satu pukulan mendarat di atas kepala Evelia. "What?!" Terkejut dengan pukulan tersebut Evelia menyentuh kepalanya nyeri. Sedangkan Luna kembali mengepalkan tangan menatap galak. "Itu balasan ya, buat yang tadi. Enak aja aku dipanggil ke rahmatullah. Aku belum mau mati tahu!"

Evelia kembali nyengir mengangguk, sudahlah itu tidak terlalu penting juga, yang penting mereka bisa bersama sekarang. Beberapa saat tertawa kecil melihat Luna yang ngambek Evelia tersadar akan penampilan Luna sekarang, segera dia berseru, "Omaigat, Luna! Kamu jadi zombie bucin?!"

"Jangan ngeledek. Aku udah cukup sengsara. Lagian juga kamu jadi si bego itu, 'kan?"

Evelia mengedipkan mata terkekeh geli. Benar, jelas sekali kini keduanya mendapati tempat figuran yang tidak menguntungkan dan memiliki kekurangan besar. "Bisa-bisanya sih, parah. Kita jadi figuran gak guna gini. Tapi parahan kamu sih. Kamu bakalan mati," celetuk Evelia terkikik jahil.

Buk!

Lagi-lagi pukulan mendarat di kepala Evelia, Luna tak habis pikir mengapa Evelia masih sempat-sempatnya bercanda di situasi seperti ini. Luna memajukan bibir mendelik sebal. "Jangan ngomong gitu. Udah aku bilang. Aku belum mau mati," gumamnya mengalihkan pandangan. Segera saja Evelia menghentikan candaan mulai menghela napas dan mengangguk, kembali berusaha serius.

Luna masih menatap sekitaran ketika pertanyaan kembali dilontarkan. "Omong-omong, apa kamu tahu. Siapa yang masukin kita ke sini?" Benar. Ini pertanyaan penting tentang kenapa mereka bisa di sini. Terlebih cerita yang akhirnya kiamat. Evelia menggeleng kecil menggaruk punggung leher. "Aku gak tahu sih. Seingatku terakhir, aku lihat cahaya yang bilang aku harus ngebenerin ceritanya ini. Kalau kamu gimana?"

"Sama, sih."

Keduanya menghela napas lelah terduduk di gazebo kaca, tidak ada titik terang bagaimana mereka bisa kembali ke dunia mereka. Hening sesaat sebelum senyuman bangga timbul dari bibir Luna. "Btw, tempat ini indah banget. Aku jago banget deskripsinya." Luna tertawa mendengar penuturan sang sahabat, tapi itu memang benar. Tempat indah ini memang indah terlebih terdapat pencahayaan seperti bulan penuh yang indah di langit. Untuk sesaat pikiran mereka mulai tenang dan damai.

"Tapi aku punya ide buat kita bertahan." Evelia melirik sahabatnya yang mulai bicara setelah berpikir, pandangan Luna masih terarah pada langit keunguan dengan bulan penuh sebagai satu-satunya penerang. "Ini sebenarnya buat aku sih...," ujarnya mengetuk-ngetuk kaki ke tanah, Evelia melirik penasaran mengedipkan mata polos.

"Aku gak mau mati, Lia. Jadi aku pikir, pertama-tama kita harus buang tokoh utama wanita buat memperkecil konflik."

Evelia yang mendengarnya tersenyum jahat menatap gadis di sampingnya dengan hangat. Tangannya menggenggam tangan gadis itu yang gemetaran, benar salah satu penyebab kiamat juga adalah pemeran utama wanita-- terlebih Luna bisa mati karena kehadiran tokoh menye-menye itu.

Dibanding dirinya, Luna memiliki hati yang lebih lembut karena berpikir perbuatan ini buruk. Tapi bukan berarti Luna mau mengorbankan nyawanya sendiri, Evelia bangga pada gadis itu yang bersikap realistis. "Itu bener, lagipula aku udah nemuin si pemeran utama wanita. Jadi kita tinggal singkirin dia."

Luna menatap dalam Evelia mengangguk, walau Evelia tidak bisa serius dan sering bercanda dia senang bisa memilikinya sebagai sahabat. Luna tahu sahabatnya itu dapat diandalkan. Suara Evelia berbisik membuat Luna terdiam dengan napas tercekat, tapi tetap saja sahabatnya ini author laknat yang pantas dibenci para pembaca, tentu juga dirinya sendiri termasuk. "Misi selanjutnya. Pembuangan pemeran utama wanita."

Bersambung...

04/04/2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro