Stary Night
Kalau dipikir-pikir, Radja tidak seharusnya pergi ke sekolah dan merayakan tahun baru bersama OSIS. Dia ingin menyalahkan Bizar, karena sahabat setianya itu sedang pergi liburan ke Amerika. Memang tidak hanya Bizar sahabatnya, dia juga juga punya satu sahabat lagi, bahkan saat ini mereka bersama.
“Tahun ini, makasih ya Ja?” ucap gadis di sampingnya.
Daripada menjawab, Radja lebih baik memandang lurus ke depan sambil menegak minumannya. “Heem.”
“Sebenarnya aku kaget karena kamu mau ikut. Biasanya kalau Bizar gak bisa, kamu pilih buat di rumah aja daripada dateng ke perayaan kayak gini,” balas gadis tersebut. “Ya, aku juga sama sih.”
Nadira Putri Haniah, sahabat perempuan sekaligus orang yang dia suka. Memang benar jika mereka sering menghabiskan malam tahun baru di rumah masing-masing. Tidak melakukan apa pun seolah itu adalah hari biasa. Itu karena gadis itu tidak suka keramaian dan kehadirannya menarik perhatian Radja Adhitama untuk turut bergabung.
Jika penyesalan datang terlambat, maka dia akan katakan penyesalan itu ada di saat ini juga. Bagaimana bisa dia lupa kalau sahabatnya ini sudah memiliki pacar? Dan canggungnya mereka karena hubungan ini.
Dua minggu lalu, Radja menyatakan perasaannya, begitu pun Nadira. Namun, gadis itu menolaknya meski faktanya mereka saling suka. Dia yang terlambat menyadari dan membuat gadis itu berpaling. Salahnya, dasar bodoh. Iya, Radja yang bodoh.
“Dira,” panggil suara laki-laki lain yang membuat mereka sama-sama menoleh. “Ayo ke deket api unggun, sekalian kita bantu yang bakar-bakaran.”
Nadira menerima tawaran itu. “Ayo, Ken. Ja, kamu mau ikut?”
“Aku ....” Radja terlalu ragu untuk menjawabnya. Dia bahkan tidak sanggup melihat kedua orang itu bersama. Namun, dia juga tidak menemukan alasan untuk menolak. Sampai dia melihat ada seorang gadis dengan kunciran kudanya berlari ke arah mereka.
Wajah gadis itu terlihat pucat pasi. Radja tidak pernah melihat gadis itu di jajaran pengurus OSIS maupun murid sekolah ini. Mungkin dia saja yang tidak ingat.
“Radja Adhitama?” ujar gadis itu terburu-buru. “Sibuk gak?”
“Enggak ... ada apa ya?”
“Sini ikut aku dulu!” Gadis itu segera menarik tangannya dan membawa laki-laki itu ke sekretariat OSIS. Memang tidak sepi, tapi tidak ramai. Hanya saja dia tetap curiga.
Gadis itu mengambil ponsel dan sibuk dengan sesuatu di sana. Radja tidak mengerti mengapa sampai dia ditarik. Di dalam ruang OSIS juga tidak ada yang penting selain para anggota yang akan menampilkan bakat saat menunggu pergantian hari.
“Jadi, kenapa aku dibawa ke sini?”
Gadis itu lagi-lagi terlihat bingung. Padahal itu adalah haknya Radja untuk bertanya.
“Kamu kemarin tampil di Open House kan? Bisa gak bawain lagu itu lagi di sini nanti?”
“Bukannya yang daftar udah banyak?” Gadis itu kembali bungkam.
Radja kembali melihat sekitar ruang OSIS. Memang bisa dibilang ada beberapa orang yang dia kenal justru tidak hadir pada hari ini. Itu bukan urusannya. Radja juga sedang tidak ingin bernyanyi. Mood-nya masih sangat buruk. Apalagi jika harus menyanyi lagu senang ketika hati berduka itu menyebalkan.
Gadis itu menyela. “Kurang.”
“Apanya?”
“Yang tampil berkurang, Radja. Sebagian dari 10 pendaftar hubungin aku. Mereka gak bakal dateng ke acara ini.” Gadis itu kembali melihatnya. “Aku juga udah minta ke penampil lainnya, MC, dan sebagainya. Tapi tetap kurang.”
Radja jadi ikut bingung. Dia tiba-tiba ditarik oleh orang yang tidak dia kenal. Mendapatkan tawaran untuk tampil. Rasanya dia ingin segera pulang dan tidur saja. Namun, lagi-lagi gadis itu menahan tangannya.
“Aku mohon, bantu aku. Daffa bisa marah kalau kegiatannya berantakan. Pesta tahun baru gak bakal asyik kalau penampilan bakatnya sebentar,” ujar gadis itu.
“Memang kenapa sih kalau sedikit? Kamu kayaknya terlalu peduli sama hal kayak gini,” balas Radja yang memaksa tangan gadis itu untuk lepas dari lengannya.
“Karena aku divisi humas acara ini, Ja.”
Oke Radja mulai memahami keadaan saat ini. Dia mengenal beberapa orang dari divisi acara, tapi tidak dengan gadis di depannya. Menurutnya ini sangat mencurigakan.
“Aku tampil satu lagu aja, cukup?”
“Empat aja boleh gak?”
Radja tidak bisa berkata-kata dengan permintaan gadis itu. “Ngelunjak anjir.”
“Aku mohon, habis acara ini beres, nanti aku kasih hadiah deh,” seru gadis itu kembali.
“Aku cuma hafal dua lagu, gimana?”
Gadis itu terlihat tengah berpikir. Lalu membuka ponselnya kembali.
“Aku bakal nyanyi sekali, tapi bantu iringi. Terus kamu juga punya lagu sendiri kan? Pakai itu aja,” balas gadis itu cepat.
“Kamu bener-bener ... gila ya?” gumam Radja pelan.
“Ya, kenapa?” Pertanyaan itu jelas membuat Radja yakin jika gadis di hadapannya tidak menyimak dengan baik.
Memang apa yang dia harapkan dari gadis tidak dikenal ini? Tunggu, jika dia mengambil kesempatan ini, itu adalah hal yang bagus. Radja tidak perlu bertemu dengan Nadira dan Kenzo, sepasang kekasih itu. Dia bisa menggunakan sekretariat untuk berlatih.
“Aku hanya bilang kamu keras kepala. Oke aku terima tawarannya, ada bayarannya kan?”
“Ada! Ada!”
oOo
Radja memetik gitar beberapa kali. Dia mencoba mengingat kunci dari lagu yang telah dibuatnya. Bahkan itu dia nyanyikan dua minggu lalu, tetapi menyanyikannya lagi membuatnya sangat gugup. Waktu itu dia hanya membawakan karena waktu genting dan tidak tahu perasaan Nadira padanya. Sekarang lagu itu berbeda.
Late for Love, itu lagu yang dia ciptakan sendiri. Radja tidak tahu bagaimana Nadira akan menanggapi lagu ini. Karena gadis itu memang belum mendengarnya. Apakah ini akan menjadi pernyataan cintanya lagi?
Jujur saja, Radja tidak ingin melakukannya. Ini adalah acara yang jarang dia datangi. Rasanya akan gugup menampilkan di banyak orang untuk acara yang spesial. Sambil memikirkan, dia kembali berlatih.
I realize you love is gone
Imagine me and you not together
Seeing you with another man
What if i declare my love
Will you come back to me
Again ... again ...
Radja berhenti menyanyi. Dia tidak akan bisa menyanyikan lagu ini. Bagaimana jika menyanyikan lagu lain yang bahkan belum disempurnakan? Mungkin itu lebih baik dari ini.
“Radja!” seru suara gadis yang dia temui beberapa saat lalu. Ah, gadis itu pasti ingin memastikan persiapannya. “Gimana?”
Benar bukan? Radja hanya tersenyum miris. “Aku gak bisa bawain lagu Late For Love.”
“Kenapa?” tanya gadis itu pelan.
Itu bukanlah hal yang perlu diumbar menurut Radja. Dia hanya menggeleng saja. “Sejujurnya ada satu lagi. Judulnya .... Diandra.”
“Ya? Kamu manggil aku?” ujar gadis itu.
Radja menggeleng. “Bukan. Ini judul lagunya. Cuma belum sempurna.”
“Oh.”
Gadis itu hanya mengangguk paham. Sedangkan Radja mencerna percakapan mereka sebelumnya. Dia mengguncang tubuh gadis di depannya. “NAMA KAMU DIANDRA?”
“Iya, aku Diandra,” balas gadis itu, “aku kira kamu tahu.”
“Enggak! Aku gak pernah liat kamu di OSIS,” seru Radja padanya.
“Aku selalu jadi sekretaris, kerja di belakang layar. Jadi memang gak begitu kelihatan. Ah sudah, daripada itu, gimana soal penampilan kamu?”
Radja agak bingung, dia memang punya lagu ‘Diandra’, nama gadis yang dia ambil secara acak ketika mengatakan hal itu. Tidak mungkin terang-terangan dia tulis sebagai Nadira. Pasti akan menimbulkan suatu bom waktu. Bizar juga akan mengomelinya.
Namun, meski ingin membawanya, Radja tidak punya waktu untuk mengaransemen lagi. Waktu mereka sangat sebentar. Dia mengambil buku catatan kecil dan melihat lagu lain yang bisa menggantikannya. Pasti ada. Namun, di antara lagunya memang tidak ada lagi. Jadi dia menyimpannya ke lantai.
Diandra, gadis itu mengambil buku dan membaca salah satu kertas di sana. “Kamu gak mau bawain karena liriknya belum pas ya?”
“Ya, aku gak kepikiran mau tulis apa, karena ada bagian lirik yang gak cocok.”
“Aku boleh bantu?” Itu adalah kalimat yang tidak Radja duga sama sekali. Diandra menawarkan diri untuk membuat lirik, tetapi waktu sebelum pementasan bakat semakin sempit. “Kamu bisa lebih sempurnakan lagi nanti.”
“Oke, aku anggap saja itu bayaran dari tampil hari ini,” balas Radja.
Diandra mengangguk, lalu mengambil pulpen di saku baju. Dia menulis lirik pengganti dari yang ada. Beberapa kali gadis itu juga meminta Radja untuk memainkan nada agar dia bisa merangkai kata.
(Bolehkah jika aku berharap )
(Kamu tetap di sampingku selamanya )
Nyatanya aku telah jatuh cinta padamu
Apakah kamu juga rasakan yang sama
Andai saja dulu aku mampu mengatakannya
Mungkinkah aku yang ada di sampingmu?
Itu adalah lirik yang diubah oleh Diandra. Radja juga merasa cocok. Bahkan ketika Diandra menyanyikannya. Itu sangat menyatu.
“Dian, bagaimana kalau kita nyanyi duet? Aku ragu buat nyanyi ini sendiri. Karena kamu tahu sendiri. Ini masih anget banget,” jelas Radja.
Diandra mengangguk setuju. “Boleh saja. Tapi, judulnya ganti ya. Habis dari sini saja kamu gantinya. Aku gak merasa cocok antara namaku sama lagunya.”
“Lah, memang nama Diandra cuma kamu doang?” Radja iseng menggodanya.
“Di sekolah ini, cuma aku yang namanya Diandra. Nanti mereka salah paham.”
Radja tidak menyangka jika Diandra menjawabnya dengan serius. Ya, itu juga alasan dirinya memakai nama itu. Dia kira tidak ada yang memiliki nama Diandra di sekolah. Radja mendengar di luar sana sudah semakin heboh.
“Dian! Radja! Ayo makan dulu. Jagung bakar sama sosisnya sudah jadi nih!” seru pengurus OSIS lain yang masuk ke ruang sekre.
Radja mengangguk. Dia rasa menyambut tahun baru bersama orang-orang baru, yang bahkan belum dia kenal baik tidak ada salahnya juga. Seperti Diandra. Gadis itu segera berdiri. Dia mengambil gitar Radja.
“Ayo, kita juga harus segera tampil,” ujar Diandra padanya.
Tahun baru, mungkin dia harus mengenal gadis itu lebih dalam lagi.
.... Ya, jika memang Tuhan mengizinkan. Karena saat liburan berakhir, Diandra tidak pernah terlihat lagi di sekolah. Bahkan sang Ketua OSIS menyatakan adanya pergantian jabatan pada sekretaris OSIS. Setidaknya Diandra meninggalkan hadiah terbaik untuknya di tahun baru ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro