Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36. Diam Adalah Sebuah Kesalahan

⚠ Warning! ⚠
Pastikan sudah membaca bab-bab di belakang secara urut sebelum lanjut membaca part ini, ya!
Yoru meminimalisir terjadinya kesalahpahaman.
Lagian apa seru kalau langsung loncat part? 🤕
Maka dari itu, pastikan kalian meninggalkan jejak, supaya tau sudah sampai mana batas bacaan kalian. Ehehe 😅

Oke, sudah?
Cus~

Enjoy ....

.
.
.

"El Tia, jika selama ini aku berdoa pada yang mati, lantas siapa yang mengendalikan kematian orang lain? Kematian Ibu, Ayah, Jav, dan Eneas?"

(Dareena)
.
.
.

🗡🗡

Setelah matahari mulai sedikit menyengat, Fayyad membereskan terpal, sedangkan Dareena sudah bersiap di atas kuda. Tak butuh waktu lama, mereka kembali melanjutkan perjalanan.

Jarak ke kota tujuan semakin terkikis, namun tidak ada yang berniat membuka obrolan. Dareena dengan perasaan anehnya, Fayyad dengan tampang datarnya. Menyusuri keramaian kota dalam diam hingga lelaki bertubuh tegap itu menghentikan kudanya, membuat Dareena ikut berhenti.

"Aku hanya dapat mengantarkan sampai di sini."

Dareena terkesiap, tak menyangka harus secepat ini berpisah.

Ah, benar. Sejak tahun 1492, jumlah penduduk beragama Islam di Spanyol berkisar antara 500.000 hingga 600.000 orang dan diberi status Mudejar dan diperbolehkan mengamalkan ajaran agama mereka di sana. Pada tahun 1499, Uskup Agung Toledo, Kardinal Francisco Jiménez de Cisneros memulai upaya untuk memaksakan agama Kristen di kota Granada melalui tindakan penyiksaan dan pemenjaraan.

Dareena juga masih sangat mengingat perkataan Ivina bahwa Ratu Isabel dari Kastila mengeluarkan maklumat baru pada 1502 yang melarang agama Islam di seluruh Kastilia. Setelah penaklukan Navarra oleh Kastilia pada tahun 1515, berlaku di Navarra dan umat Islam di sana harus memeluk Kristen juga.

Artinya, jika seorang muslim ketahuan memasuki wilayah Granada, maka orang tersebut memiliki dua pilihan; beralih keyakinan, atau mengalami penyiksaan lewat hukum inkuisisi yang saat ini sedang besar-besarnya.

Dareena menuntun kudanya untuk berdiri sejajar di sebelah kuda Fayyad.

"Berhati-hatilah ketika kembali ke negerimu. Sampaikan salamku untuk Diana."

Fayyad mengangguk dalam tunduknya. "Insyaallah. Jaga dirimu baik-baik."

Tidak merasa perlu mengucapkan kata perpisahan yang panjang, Dareena menyentak kudanya untuk berlalu dari hadapan Fayyad.

Di hati sang gadis, ia mengkhawatirkan banyak hal yang datang tiba-tiba, tapi tidak mengerti apa yang dicemaskan. Ia merasa sedikit ragu kalau-kalau kelak terjadi hal yang tidak dibayangkan, padahal sejak lama sudah yakin bahwa Granada mungkin adalah tempat yang pantas untuknya.

Di lain tempat, di hati Fayyad, ia ragu untuk membiarkan Dareena di sana seorang diri. Akan tetapi, bukankah tidak ada yang bisa dilakukannya? Ini adalah perpisahan yang harus terjadi.

Mendesah berat, Fayyad berbelok, siap untuk menempuh perjalanan pulang, seorang diri.

🗡🗡

Dareena berusaha menepis rasa tidak enak, melanjutkan perjalanan yang tersisa beberapa meter lagi untuk tiba di perbatasan Granada. Senyumnya terukir ketika melihat ujung lancip dari bagunan gereja yang dihiasi salib.

Betapa berbinarnya ketika ia melihat seorang lelaki paruh baya yang usianya di atas mendiang sang ayah. Jubah hitam setakat mata kaki dengan berbagai aksen merah di bagian tepi kain dan lubang kancing, paliola-mantol kecil yang menutup pundak, terbuka dan tanpa kancing di bagian depan-hitam dengan aksen merah, sabuk sutera ungu, salib pektoral dengan rantai, pileola ungu, dan collare ungu. Saat lebih mendekat lagi, ia dapat menangkap sosok adik dari pamannya yang menggunakan terusan hitam.

Ya, mereka memang pihak paling berpengaruh di gereja pusat di Granada. Seorang uskup dan biarawati.

"Bienvenido, La Sobrina,"¹ sambut dua orang itu bersamaan ketika Dareena turun dari tunggangannya.

"Estoy agradecido, El Tio, El tia,"² balas Dareena sembari sedikit membungkukkan badan.

Lelaki yang rambutnya mulai didominasi warna putih itu tertawa renyah. "Tidak perlu berlaku sangat formal begitu, Dareena. El Tio-mu ini bukanlah orang kerajaan," kelakarnya. Dareena hanya tertawa canggung.

Dareena sebenarnya tidak terlalu akrab dengan kakak angkat ayahnya ini. Jadi, gadis cantik yang sudah menjadi pusat perhatian sebab menunggang kuda di antara orang berlalu lalang itu hanya bisa membalas dengan senyum terpaksa.

"Ah, aku menunggumu lama sekali, Dareena. Mendiang ayahmu bahkan sudah menitipkan surat padaku untuk menitipkanmu kalau-kalau para Muslim mengambil alih kerajaanmu. Em ... kira-kira empat bulan yang lalu. Mengapa kau tiba begitu terlambat? Bahkan El Tia-mu sudah khawatir."


"Kau membuatnya sedih," bisik El Tia. Spontan saja El Tio menutup mulut dan memandang wajah Dareena yang tengah menunduk.

"Ah, apa aku membuatmu tersinggung, La Sobrina?"

"Ah?" Dareena buru-buru mengangkat kepala. "Em ... tidak, El Tio. Aku baik," sergah Dareena.

"Jadi ...." El Tio mengisyaratkan Dareena untuk menjawab pertanyaannya.

"Aku mengalami cedera yang sangat parah, mengharuskanku dirawat di negeri timur untuk beberapa waktu sebelum berangkat ke sini, El Tio," jelas Dareena singkat.

"Si? Ah ... ya veo, ya veo."³ El Tio menganggukkan kepala.

"Kau ada urusan, bukan? Pergilah, aku akan menemani Dareena," celetuk El Tia memecah keheningan antara mereka.

"Ah! Mengapa aku bisa lupa? Baiklah, aku pamit terlebih dahulu. Belakangan ini, gereja memang sedang mendapat banyak tekanan dari orang-orang Perancis itu," keluh El Tio.

Dareena mengangguk maklum. Perancis memang sedang gencar-gencarnya melakukan invansi ke negara Spanyol. Salah satu yang membuat para petinggi gereja harus bekerja dan berdiskusi ekstra adalah Napoleon yang memberi reformasi untuk penghapusan inkuisisi. Di sisi lain, para Pelayan Tuhan justru sedang gencar mencari para pelaku bid'ah katolik, maupun Moor dan Mooriscos⁴ Muslim serta Yahudi untuk dijatuhi hukuman.

Ah, inkuisisi.

"Kau lelah? Mau langsung istirahat atau berkeliling dulu?"

"Em ... kurasa, aku akan beristirahat dulu, El Tia."

Dareena mengekori langkah El Tia tanpa membuka suara.

"Kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, Sobrina. Aku bahkan terkejut melihat parasmu yang bisa menyaingi keelokan Ratu Ivina," ujar El Tia dengan senyum manis, sebuah lesung tercetak di kedua pipinya.

Dareena diam saja tanpa berminat menyahut-sebenarnya, gadis itu tidak suka berbasa-basi. Ia bahkan tidak ingat kapan pernah bertemu adik dari paman angkatnya. Mungkin saat masih berusia tiga tahun?

Mengetahui tak menerima respons yang baik dari gadis di belakangnya, El Tia memutuskan untuk tidak banyak bicara. Sejak awal kehadiran Dareena, ia sebenarnya bisa membaca sikap dingin gadis itu dari ekspresi keras yang ditunjukkannya, bagai batu yang sulit pecah. Basa-basi mungkin bukanlah hal yang tepat dilakukan untuk gadis dengan tipe bungsu Al-Khadhra itu.

Melewati gereja menuju rumah bibinya, Dareena seolah teringat sesuatu.

"El Tia," panggil Dareena.

"Ya?"

"Dapatkah kau menjawab pertanyaanku? Mengapa Yesus mengorbankan diri sebagai Juruselamat umatnya?"

Sekejap, kening yang sudah mulai muncul kedutan alami itu semakin mengerut.

"Tentu saja, ia rela mati agar seluruh umatnya tumbuh tanpa dosa lantas masuk surga."

Dareena tertunduk. Jawaban itu, memang yang sejak dulu selalu didengar. Sekelabat bayangan Fayyad terlintas di benaknya.

"Ia rela mati." Dareena menekan pengulangan kata dari bibinya. "Apa seseorang yang mati akibat menanggung dosa orang lain bisa dengan mudah diangkat menjadi sesembahan?"

Ekspresi El Tia tampak terkejut. Dipandanginya lekat-lekat wajah gadis cantik yang tengah berhadapan dengannya. Sepuluh detik pertama dengan tatapan bingung, sepuluh detik kemudian seperti sedang mencerna sesuatu, sepuluh menit terakhir berubah menjadi sedikit tegang.

"El Tia, jika selama ini aku berdoa pada yang mati, lantas siapa yang mengendalikan kematian orang lain? Kematian Ibu, Ayah, Jav, dan Eneas?"

El Tia masih melongo, mulai merasa ada yang aneh dari nada bicara Dareena. Dia tidak menyangka keponakannya telah berikir begitu jauh. Jauh, dari apa yang terlintas di benaknya ketika remaja.

"Kau ... apa saja yang telah kau pikirkan selama ini?"

Dareena menyeringai. "Aku mendengar dan membaca sendiri teks Al-Qur'an. Meski tidak ingat semuanya, tapi ada satu yang terus berputar di kepalaku. Al-Masih adalah seorang utusan, bukan? Sama seperti Sang Penghibur, Nabi Muhammad SAW, dan berbeda dengan Tuhan."

"Kau salah, Sobrina. Sang Penghibur adalah Roh Kudus," bantah El Tia.

"Tia, aku sudah cukup membaca banyak literatur sejarah. Roh Kudus sudah ada di rahim Elizabeth sebelum Yohanes Pembaptis lahir, dan Yohanes datang sebelum Yesus. Tidak mungkin Roh Kudus datang dua kali, bukan begitu?"

Suasana kota ramai, tapi situasi di antara mereka membeku, seakan tidak ada yang lain kecuali suara Dareena dan helaan napas El Tia.

"Yesus berkata dalam Gospel Yohanes, 'Banyak hal yang harus kukatakan padamu, tapi kamu belum bisa menanggungnya, karena ketika Roh Kebenaran itu datang, dia akan menuntunmu ke seluruh kebenaran. Dia tidak akan berkata dari diri sendiri, segala yang dikatakan didengarnya. Dia memuliakanku.' Al-Qur'an membenarkannya, dengan sumpah yang agung bahwa Muhammad menyampaikan wahyu tidak berdasarkan hawa nafsu, dia mendengar langsung dari Jibril yang diutus Tuhan. "

El Tia menahan napas mendengar rentetan pernyataan dari Dareena. Sang gadis berkata dengan pembawaan tenang, pandangannya menyapu orang yang berlalu lalang.

Dareena tiba pada kesimpulan akhir setelah malam-malamnya menyatukan benang merah dari Alkitab dan Al-Qur'an. Setelah tafsir surat Al-Maidah dilalapnya semalam sebelum keberangkatannya ke Granada. Setelah semalam terngiang-ngiang beberapa ayat yang saling berkaitan antara Alkitab dan Al-Qur'an. Raut wajah El Tia mengeras.

"El Tia, mana yang salah, dan mana yang benar?"

"Sobrina, kau tahu bahwa pertanyaan semacam itu seharusnya tidak pernah ada, bukan?"

"Apa yang salah dari pertanyaan, El Tia? Apa yang salah dari seseorang yang mencari kebenaran?"

"Ayo, kuantarkan kau ke rumah. Sepertinya mereka mempengaruhimu terlalu banyak, Sobrina-ku Sayang. Jernihkan kepalamu dengan beristirahat. Kau bisa bercerita padaku bagaimana pengalamanmu di negeri timur."

Dareena tersenyum miring. Ia menginginkan jawaban yang valid. Seperti penjelasan Fayyad atau Diana. Tidak perlu berdebat, hanya jawaban saja.

"El Tia, tahukah kau bahwa diam adalah kesalahan?"

🗡🗡

Sepanjang bercerita, Dareena tak luput memerhatikan raut wajah bibinya yang lebih sering membuang pandangan saat ia terang-terangan menatap manik mata wanita paruh baya tersebut. Atau saat Dareena iseng bertanya persis bagaimana Fayyad bertanya, bibinya hanya diam saja. Entahlah apa yang terlintas di benak sang gadis hingga berpikir hendak menguji biarawati itu.

Apakah merupakan sebuah kesalahan jika mencari kebenaran? Kalau iya, betapa rendahnya harga sebuah kebenaran.

Jangan pikir Dareena akan kembali mudah tunduk. Walau ia tak benar-benar berpikir untuk beralih keyakinan, gadis itu mulai enggan menuruti kebijakan yang menurutnya sedikit aneh. Ah, salah siapa kalau ia tak lagi merasakan gelegar cinta dan takut dalam hati saat berhadapan dengan simbol salib?

Salah kebenaran, atau salah Fayyad?

Atau salah Al-Quran yang ia telah baca?

Atau salah dirinya sendiri?

Berhenti berpikiran kritis saat ini, Dareena. Bukankah kau ke sini untuk mempertahankan keyakinanmu? Lalu mengapa masih saja menampik hal yang seharusnya kaulakukan?

Siapa yang tahu kalau Dareena juga tengah kebingungan pada hatinya yang mulai labil?

Gadis itu mendengkus beberapa menit kemudian.

Tolonglah condong ke satu arah saja, hati!

----

Note:
¹ Selamat datang, Keponakan perempuanku.
² Terima kasih banyak, Paman, Bibi. (Ucapan ini diucapkan lebih formal daripada gracias)
³ Begitukan? Ah, ternyata begitu.
⁴ Muslim Afrika Utara, istilah penghinaan yang berarti orang Moor kecil

🗡⚔🗡

Update lagi! Lagi rajin hari ini, gatau besok :v

Jejak! Yoru butuh jejak kelean!

Bab selanjutnya, siapin mental, yah! 🙈
Pokoknya siapin ajaa! Yoru ingetin dari sekarang loh, ya. 😗

Terima kazii 💐

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro