Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33. Perkara Iman

⚠ Warning! ⚠
Kesayangan Yoru, pastikan sudah membaca bab-bab di belakang secara urut sebelum lanjut ke part ini, ya!
Pleasee!
Yoru ngga mau kalian salah paham.

Oke. Sudah?

Enjoy ....

.
.
.

"Al-Quran sebagai teks tidaklah berbeda dengan teks lainnya, keunggulannya terletak pada isi yang dibawa dalam ungkapan al-Quran tersebut, baik sesuatu yang gaib, pada masa sekarang, atau pun akan datang, yang tidak dapat diketahui oleh manusia."

(Fayyad)

.
.
.

🗡🗡

Seharian Dareena menahan matanya agar tidak terpejam. Fayyad pingsan sekitar tiga jam, tetapi saat tersadar, tak serta merta bangkit. Ia masih saja tertidur, sesekali berceracau tak jelas, mengigau. Hanya sedikit minum dan menggigit sebagian roti, bahkan hanya bangkit saat hendak melaksanakan salat saja.

Dareena masih tetap pada pendirian bahwa ia tidak bersalah. Sudah ditunda, bahkan gadis itu memberikan keringanan pada Fayyad hingga benar-benar pulih. Namun, entah apa yang merasukinya, lelaki itu malah memilih untuk sesegera mungkin mengantarkan Dareena.

Seperti sebelum-sebelumnya, hanya dua kata yang keluar dari mulutnya. Ayah, Allah. Sesekali sang gadis berdecak kagum---walau beberapa saat kemudian menepis rasa takjubnya. Bahkan dalam tidur, Fayyad masih saja menyebut nama Tuhannya.

Dareena membuka tas selempang yang dibawanya. Di dalam terdaapt mushaf pemberian Diana. Kemarin ia sempat hendak menghujat Diana sebab merasa tidak perlu memberikan kitab suci itu. Akan tetapi, kini ia terdorong untuk membacanya.

Sambil mengawasi Fayyad, dengan remang lampu yang cukup menerangi bacaannya, Dareena terlarut dalam teks suci itu. Membaca cepat, menghitung penyebutan para Nabi, terlebih Musa, Isa, dan Muhammad. Tentang Roh Kudus, Hawariyyun, dan ahli kitab.

Baru membaca hingga selesai surat Ali-Imran sudah membuatnya terpana, juga bertanya-tanya. Dareena tidak berniat mengajukan pertanyaan itu pada Fayyad, takut jika harus percaya oleh perkataan lelaki itu dan beralih keyakinan. Ia berniat untuk menanyakannya pada Tio atau Tia-nya yang mungkin lebih mengerti.

Tentang Sang Penghibur, Nubuat Nabi Muhammad, dan pengangkatan Yesus ke Sorga.

"Dia sudah makan?" Khalid tiba-tiba muncul, mengganggu dirinya yang tengah khusyuk membaca dan menganalisis.

Dareena menggeleng.

"Kenapa?"

"Dia tidak ingin."

"Kenapa?"

"Karena sakit." Dareena melayangkan tatapan tak suka pada Khalid yang saat ini mengernyit. Gadis itu tak senang terhadap orang yang terlalu banyak bertanya hal tak penting.

"Maksudku, kenapa tidak kaupaksa?"

Dareena melengos, merutuk dalam hati. Mengapa tidak dari awal bertanya secara lengkap?

"Dia akan makan sendiri jika lapar," celetuk Dareena sembari memalingkan wajah ke sudut ruangan.

"Katakan saja jika kau ingin membunuhnya, hanya saja sekarang sedang mengulur waktu," ujar Khalid sarkas.

Dareena menggertakkan gigi. Apa lagi maksud Khalid? Dirinya bukanlah gadis pemegang pedang pengecut yang menebas lawan saat dalam kondisi tidak sadar.

Ingin rasanya ia melayangkan pedang pada sosok tinggi besar berkulit hitam yang tersenyum meremehkan, tetapi ia cukup paham posisinya. Meski tidak memedulikan Fayyad, ia masih cukup tahu diri untuk menjaga nama baik lelaki yang lihai berpedang itu.

Dareena dicurigai seluruh awak kapal. Jika Fayyad bukan merupakan orang yang paling berpengaruh, mereka mungkin tidak akan mengizinkan Dareena untuk ikut. Gadis itu juga mengerti betul bahwa posisinya sebagai musuh dipertaruhkan di sini.

Guncangan hebat tiba-tiba terjadi, dan entah Dareena harus panik karena khawatir tentang apa yang terjadi atau senang sebab sosok menyebalkan itu pergi dari hadapannya, fokus gadis itu jatuh pada Fayyad yang sudah dalam posisi duduk tegap.

Sesaat kemudian, Fayyad berdiri, berjalan terhuyung ke sudut.

"Tidak usah memaksakan diri atau kau hanya akan menjadi bebanku," seru Dareena sarkas saat melihat Fayyad mengambil posisi berdiri tegak, hendak memulai takbir.

Lelaki itu menarik senyum miring. Menjawab dalam hati, bahwa sebenarnya yang sejak awal menjadi beban adalah sang gadis. Namun, berdebat tentang hal yang tidak penting bukanlah hobinya.

"Hei! Mengapa tidak menjawab? Kau anggap aku patung, huh? Kubilang, tidak usah memaksakan diri. Kau sudah melaksanakan salat Isya!" sentak Dareena.

Fayyad menurunkan tangannya yang tadi sudah siap melakukan takbiratul ihram.

"Tidak perlu khawatir berlebihan. Aku mampu."

"Hah?" Dareena mengernyit. Sesaat kemudian rasa hangat menjalar di pipinya. Apa ia terlihat seperti orang yang tengah memberikan perhatian pada Fayyad?

"Sakit tak bisa menghalauku untuk menghadap Allah. Aku rindu untuk bertemu Tuhanku. Tidak perlu cemas."

Kata-kata Fayyad begitu menusuk lapisan rasa gengsinya. Baru saja hendak berkilah kalau ia sama sekali tidak sedang khawatir, Fayyad tahu-tahu sudah memulai ritual ibadah malamnya. Padahal, guncangan kali ini masih lumayan kuat---kapal sedang menghadapi badai kecil---tapi Fayyad masih tetap berdiri.

Dareena membuang wajah. Kelihatannya Fayyad memang sudah membaik, saatnya untuk tidur. Baru beberapa detik menyandarkan kepala di dinding kayu, kelopak mata indah itu tertutup rapat.

🗡🗡

Belum lama memejamkan mata, tidur Dareena terusik sebab mendegar lantunan ayat yang dibacakan Fayyad. Atensinya menyapu sekeliling kamar berukuran 2x2 meter itu, tetapi tak menemukan sumber suara.

Dareena baru saja hendak kembali tidur dan mengabaikan, tapi telinganya menangkap sebuah ayat.

انا جعلناه قرانا عربيا لعلكم تعقلون

Seketika sebuah pertanyaan muncul di benaknya.

Jangan bertanya, Dareena! Nanti kau akan kembali ragu. Iya, kau tidak boleh bertanya, batin sang gadis.

Dareena memejamkan mata rapat-rapat. Namun, ayat itu terus saja mengalir, berganti menjadi nas yang lain, memunculkan pertanyaan baru, mengusik jiwanya. Menyerah, gadis itu memutuskan bangkit dan mencari sumber suara.

Siapa pun yang mengenalnya sudah tentu paham bahwa Dareena adalah gadis yang tidak pernah bisa menahan rasa penasaran.

Berderap keluar kamar, di tengah sunyi langit malam dan sahut-sahut debur ombak, di arah jarum jam dua, Dareena akhirnya menemukan sosok Fayyad. Berdiri tenang di pinggir, melantunkan ayat suci tanpa memegang mushaf. Bajunya sudah lumayan basah terkena percikan ombak.

"Apa benar kitabmu adalah karangan Tuhanmu?"

Fayyad terlonjak kaget mendapati Dareena yang sudah berada di balik punggungnya. Gadis itu berjalan sedikit lagi kemudian berdiri bersisian dengan sedikit memberi jarak.

"Ya."

"Tidak ada terjemahan?" Akhirnya, pertanyaan yang ditahan keluar juga.

Fayyad mengernyit sesaat, mencerna maksud Dareena.

"Bahasa apa pun boleh menjadi terjemahannya. Namun, untuk membacanya tetap harus menggunakan bahasa aslinya," jawab Fayyad kemudian.

"Bagaimana jika di antara kalian ada yang tidak memahami isi kitab? Untuk apa beriman jika tidak memahami pedoman itu sendiri?"

Fayyad diam sebentar, menerka ke mana arah pembicaraan ini berlangsung. Lalu, tanpa perlu berpikir, sudut bibirnya tertarik sebelah.

"Bukankah hebat? Mereka yang tidak mengerti namun tetap beriman, menjaga, bahkan melestarikan?"

Dareena menyeringai. "Itu bukan hal hebat. Itu tindakan bodoh," cercanya.

"Tindakan bodoh." Fayyad mengulang dengan memberikan penekanan. "Suatu keajaiban bahwa tindakan bodoh itu malah membuat Al-Qur'an masih tetap sama. Bahkan tindakan bodoh itu tetap melindunginya dari campur tangan dan pemikiran manusia."

Dareena meneguk ludah. Ia sudah tak lagi menghitung berapa banyak kalimatnya yang harus ditelan pahit.

"Kau menyinggung kitabku yang memiliki terjemahan lebih dari lima ratus bahasa, huh?" seru Dareena.

"Mungkin," sahut Fayyad sekenanya.

"Apa kau akan mengatakan bahwa kitabku merupakan karangan manusia?"

"Apa itu artinya kau mulai meragukan kitabmu?"

Tenggorokan Dareena tercekat. Jika bisa, rasanya ingin ditelan saja air laut untuk menghilangkan rasa kering di sana.

Iya, jika gadis itu boleh jujur. Tiap ucapan dari Fayyad menggoyahkan keyakinan. Bodohnya, ia tetap nekat bertanya. Entah untuk membenarkan agamanya sendiri, meyakinkan jiwa bahwa apa yang dianut adalah sebuah kebenaran, atau menuntaskan rasa penasaran.

"Injil yang sekarang bersifat manusia. Hanya orang-orang yang tidak berpengetahuan dapat mengingkarinya. Kitab itu telah melalui pikiran manusia, ditulis dalam bahasa manusia, dengan tangan manusia, dan mengandung gaya karakteristik manusia. Bukankah begitu?"

Kali ini, Dareena kembali merasakan lehernya kaku sekadar hanya untuk menganggukkan kepala. Entahlah ia harus bersyukur mendapat lawan bicara yang sepadan atau harus merasa terancam sebab obrolan yang digiring balik menyerang dirinya sendiri.

Dalam sebuah manuskrip yang sempat diambilnya dari perpustakaan rahasia sehari sebelum perang, Dareena juga pernah terkejut oleh satu kalimat yang dibacanya tentang kesaksian mulia.

Di balik penulisan kitab tersebut tentu saja memiliki pemikiran gereja, mewakili pengalaman, dan sejarah.

"Bukankah wajar isi kitab selalu berubah sepanjang zaman? Ada hukum-hukum baru yang lahir dan kitab tidak mungkin mampu mengatasi tiap perkara baru yang muncul jika ditilik dari waktu turunnya. Kitab bukan dukun," pungkas Dareena.

Ia hanya ingin membela diri.

Fayyad melemparkan atensi pada ombak.

"Islam sifatnya universal, kitabnya kekal. Tidak ada yang bisa merubahnya, sebab itulah Al-Quran dikatakan sebagai mukjizat," tegas Fayyad.

Dareena menyeringai. "Mukjizat?"

"Ya. Tak ada yang dapat menandingi ayatnya, menciptakan hal serupa, baik dari segi substansi maupun redaksional."

Dareena menarik napas sebentar, lalu iris abunya menatap lurus Fayyad walau lelaki itu sama sekali tidak membalas.

"Bukankah manusia sebenarnya memiliki kemampuan untuk meniru dan mengimitasi Al-Quran, baik dari sisi substansi mau pun redaksional? Hanya saja, kemudian Tuhan melakukan intervensi kepada kalian dengan mengalihkan kemampuan itu hingga menjadikannya tidak mampu meniru Al-Quran meskipun satu ayat saja." Gadis itu mengangkat dagu, sedikit menantang. Ia merasa sudah menang dengan ideologinya. Setidaknya, itulah yang ada di pikirannya.

"Bukankah hal itu berarti Al-Quran tidaklah berada pada keunggulan ungkapan, struktur kalimat, maupun gaya bertutur, akan tetapi berada pada posisinya sebagai bahasa yang bersumber dari Tuhan?"

"Eh?" Mata indah sang gadis membola. Fayyad terlalu cepat menyerang balik teorinya.

"Al-Quran sebagai teks tidaklah berbeda dengan teks lainnya, keunggulannya terletak pada isi yang dibawa dalam ungkapan Al-Qur'an tersebut, baik sesuatu yang gaib, pada masa sekarang, ataupun akan datang, yang tidak dapat diketahui oleh manusia."

Sempurna tergugu, entah untuk yang keberapa kalinya dalam dua bulan terakhir.

Yang tidak dapat ditandingi bukanlah struktur bahasa, tetapi tentang segala hal yang menjadi topik di sana. Masalah hukum, syariah, dan muamalah yang universal dan komprehensif. Ajaran yang lurus, cerita yang valid baik datang dari masa lalu atau prediksi tepat tentang masa depan.

Ayat-ayat itu, Tuhan menantang untuk mendatangkan, menciptakan yang serupa hanya sebagai ultimatum bahwa Ia adalah zat segala maha untuk membuat manusia merasa lemah dan siap tunduk tanpa mengada-ada isinya. Murni, tanpa dibuat-buat.

Lantas, yang ia jadikan pedoman?

Benarkah putri bungsu Al-Khadhra itu mulai ragu?

Dareena kembali mengukuhkan pendirian. Apa pun bisa berubah sesuai zaman dan itu tidaklah aneh. Kebijakan baru, permasalahan baru, hidayah baru. Pemikiran gereja adalah wahyu dari Tuhan.

Iya, benar begitu. Sang gadis merasa harus tetap berada di jalannya.

Pada akhirnya, mungkin banyak pertanyaan yang jawabannya membuatnya tak mampu berkutik. Benar, tidak bertele-tele. Namun, perkara percaya, beriman, bukankah cukup mematuhi tanpa banyak bertanya?

Iya, ini hanya perkara iman.

Dareena meyakinkan diri.

Fayyad melirik bintang, matanya seperti meneliti sesuatu di langit malam. Dua menit kemudian, lelaki itu balik badan. Waktu subuh telah tiba.

"Tunggu!" seru Dareena sebelum Fayyad melangkah lebih jauh.

Fayyad berhenti, menunggu ucapan Dareena tanpa berniat membalikkan punggung.

"Kenapa kau seakan tidak mau menunda kepergianku ke Granada?

🗡⚔🗡

Yoru update lagi, yuhu!
Bahasanya rumit? Mulai bingungkah??

Gapapa, deh, ya? Kalau bingung, tulis di kolom komentar aja, nanti Yoru bantu jelasin dengan lebih mudah.

Oh, iya. Tetap ingatin Yoru kalau kalian nemu hole atau typo, ya!

Tentang sumber, Yoru mengacu pada beberapa artikel dan buku, semoga valid.

Sekali lagi, untuk part ini, Yoru mohon maaf sekiranya ada yang tersinggung.

Jejak kalian berarti banyak untuk Yoru ♡

Terima kazii 💐💐

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro