14. Mencekam
.
.
.
Balaskan dendam ibu, jangan sia-siakan kepercayaan Lazaro.
(Dareena)
.
.
.
🗡🗡
Gigi atas dan bawah Dareena bergemerutuk, rahangnya mengeras, pegangannya pada tali kokang kudanya begitu erat hingga buku-buku jemarinya memutih. Dari jarak beberapa kilometer, terlihat sudah dari maniknya debu yang mengepul, serta beberapa bendera yang teracung tinggi.
Bendera hijau milik mereka, serta panji putih dan hitam dari Pasukan Timur. Berusaha sekuat mungkin menahan egonya untuk tidak mendahului pasukan tambahan, Dareena masih mengendarai kuda putihnya dengan wajar. Sampai saat jarak sudah selemparan batu, gadis itu memecut kuat kendaraannya, menarik pedang dari pinggangnya.
Suara pedang beradu, serta beberapa teriakan untuk saling mengingatkan agar tidak mundur terdengar. Amis darah bercampur debu yang beterbangan terhirup oleh indra penciuman Dareena. Begitu mencekam. Tak memedulikan tubuh mayat yang bergelimpangan dan sesekali terinjak oleh kudanya, gadis itu terus merangsek maju, paham benar mana lawannya. Mereka, yang memakai baju putih.
Slash!
Bugh!
Dareena menebas punggung salah satu yang memegang panji dari belakang, cairan merah pekat itu memercik sempurna hingga ke kain yang menutupi wajah sang gadis.
Terdiam sesaat, tak menyangka akan menyaksikan sendiri kematian orang lain yang disebabkan olehnya. Aroma darah yang pekat, tubuh jatuh tak berdaya, menuntutnya untuk segera terbiasa. Sebuah senyum miring tercetak di sana. Satu nyawa telah selesai di tangannya.
TRING!
"SEDANG APA KAU?! FOKUS!" Dareena terkesiap kala seseorang menahan gerakan lawan yang hampir saja melahap jiwanya.
Meneguk saliva, Dareena mengangguk, kembali merangsek maju, mencari siapa yang bisa ia serang dari belakang, pun siapa yang tampak sedang lengah.
Tring-trang!
Slash!
Pedang milik sang putri bertabur darah sudah. Apa yang sulit dari menakulukkan mereka? Sama saja, keahlian berpedangnya juga tidak begitu baik. Mengapa para pasukan kerajaan seolah begitu ketakutan?
Iris abu-abu itu memicing ketika melihat beberapa meter dari jarak pandangnya, sang ayah tengah sempoyongan. Beberapa kesatria berbaju merah dengan zirah yang menutupi bagian dada dan kepala melindunginya. Seketika atensinya melebar kala menyadari tangan kanan sang raja telah hilang, berganti darah yang seakan membasahi pakaiannya.
Masih di atas kuda, gadis itu memecut lebih keras, ia harus melindungi Alfredo. Karena kali ini, dirinya bukanlah sosok yang hanya bisa diam menerima anggota keluarganya berguguran dalam medan perang.
Bugh!
"Awh!" pekik Dareena, merasakan benturan hebat di kepalanya. Salah seorang menjatuhkannya dari kuda, lantas mengambil alih hewan yang ditungganginya. Saat sedang mengatur napas untuk bangkit, dirinya baru menyadari bahwa salah satu pasukan yang mengendarai kuda putihnya memakai pakaian yang sama dengan pasukan kerajaan.
Pengkhianat! batin Dareena.
Gadis itu cepat bangkit, meraih pedangnya yang juga ikut terlempar beberapa langkah darinya. Kini bungsu Al-Khadhra itu tak lagi memikirkan harus menghabisi nyawa, ia hanya teringat dengan kondisi sang ayah.
Slash!
Dareena memundurkan lehernya tepat waktu. Seseorang menyerangnya dari depan.
Wush!
Lagi, tanpa pertimbangan pria di hadapannya mengayunkan tongkat besi. Dareena mundur beberapa langkah. Jantungnya dipompa hebat, seakan kaki-kaki kuda yang berlari, begitu cepat. Ini pertama kalinya ada yang menyerang dirinya selain saat latihan. Tidak bisa membuang-buang waktu, tak ada belas kasihan dalam peperangan, Dareena langsung membalas.
Lazaro tidak salah saat mengatakan akan memberinya kesempatan untuk turun ke medan perang. Teknik menghindarnya begitu cepat, juga sisipan gerakan yang mengelabuhi lawan begitu lincah. Namun anehnya, sang putri merasa seperti melihat dua orang yang menghadangnya, padahal ia tahu persis, hanya satu jiwa di sana. Sambil terus menggerakkan pedang, Dareena mengumpulkan napas.
Gerakan pemuda itu terbilang cukup lincah, berenergi, membuat Dareena sedikit kewalahan. Gerakan manuver Dareena juga dengan mudah dapat dibaca oleh sorot mata dan alis yang menukik tajam. Seakan tak berkurang ketangkasannya oleh waktu, pria di hadapannya terus memborbardir Dareena dengan senjata titanium itu, membuat sang gadis menatap jerih.
Balaskan dendam ibu. Jangan sia-siakan kepercayaan Lazaro!
Seperti mendengar dengan nyata, Dareena seolah tersentak. Tanpa kira-kira, gadis itu mulai sedikit mendominasi pertempuran satu lawan satu, sedikit maju, lalu mundur. Ia baru mulai, tidak boleh jatuh di sini. Namun, seakan tak merestui tekadnya, kaki jenjang itu menyenggol tubuh mayat, membuatnya terperosok.
Srek!
"Argh!" jerit Dareena saat lengan kirinya sedikit teriris pedang.
Balaskan dendam ibu, jangan sia-siakan kepercayaan Lazaro.
Bangkit, mengayunkan pedang.
Slash!
Tubuh di hadapan gadis bersurai coklat itu rebah. Tanpa berpikir panjang, Dareena kembali mencari keberadaan sang ayah.
Seketika jantungnya seperti dijatuhkan hingga mata kaki, tubuhnya tersentak kala melihat salah satu dari pasukan lawan menyusup para pengawal, menebas leher Raja Al-Khadhra itu dalam sekali gerakan di depan matanya.
"Allahuakbar!"
"AYAH!"
Dareena mengerang, matanya mengeluarkan bulir bening. Tanpa melihat situasi, gadis itu merangsek maju, tak mengenali lawannya.
"Biadab! Enyahlah!"
Ting!
Dengan segala amarahnya, Dareena maju, jemarinya menggenggam kuat pegangan pedangnya. Seakan menyalurkan emosi dan dendam pada benda tajam itu.
Maju dan terus maju, namun semudah membalikkan telapak tangan, keadaannya dipukul mundur. Orang yang dihadapinya saat ini seakan sama sekali tak memiliki rasa takut.
"Argh!"
"Tolong!
"Ampun!"
"Jangan mundur!"
"Akh!"
"Jangan bunuh aku!"
Jerit tiap lisan tak lagi terdengar di telinga Dareena, peluh membanjiri pelipisnya, napas sang gadis tertahan pada kain yang menutupi sebagian wajah, namun matanya yang mengilap oleh amarah dan dendam begitu tampak kentara di iris indah itu.
"Allahuakbar!"
Dareena terdiam, ototnya seakan lepas dari persendian tubuh kala mendengar kalimat itu terucap dari orang yang tengah beradu pedang di hadapannya. Seperti diperintahkan, tubuhnya spontan merasakan getaran hebat.
"Mereka menebas pedang dengan kalimat menggetarkan. Konon katanya, para pasukan bisa tiba-tiba gentar menghadapi sosok mereka melalui kalimat itu."
Perkataan Lazaro kembali terulang dalam memorinya. Beberapa bulan yang lalu, ia hanya bisa menertawakan perkataan sang guru.
"Kau tak perlu memercayainya jika tak ingin, tapi aku berharap kau tak mencoba untuk membuktikannya, Tuan Putri."
"Tampaknya kali ini kau benar, Lazaro. Aku telah membuktikannya."
Trang!
Tidak boleh lengah!
Bugh!
"Ya Tuhan!" Dareena terbelalak, kali ini tanpa sengaja, ia lagi-lagi tersenggol tubuh mayat. Sepersekian detik kemudian, gadis itu terlonjak ketika mendapati dirinya yang jatuh tepat di atas mayat sang ayah.
Tes.
Air matanya tanpa dikomando terjatuh. Giginya bergemerutuk. Ini nyata, ayahnya telah meninggal hari ini, menambahkan lagi daftar dendamnya. Bangkit lagi, membiarkan air matanya mengalir lalu diserap kain di wajah, Dareena kembali mengayunkan pedang. Lututnya masih lemah, namun sedikit dipaksakan, tapi kemudian ia kembali terjatuh, tak mampu.
"Allahuakbar!"
Trang!
Seakan memberinya ruang untuk sebentar saja menghirup napas agar menghilangkan sesak di hatinya, salah seorang pengawal menahan serangan lawan terhadap Dareena.
Slash!
Mudah sekali, dengan satu tebasan, sosok pelindung itu jatuh simetris, cairan merah kental lagi-lagi menghiasi wajah Dareena yang tertutup kain, membuat aroma amis begitu pekat terhirup indra penciumannya.
Srek!
Baik Dareena dan sosok di hadapannya kini terdiam. Bungsu Al-Khadhra itu membeku ketika kain yang menutupi wajah dan kepalanya dirobek dengan tebasan lawannya, menampakkan wajah sepenuhnya, serta rambutnya yang diikat.
Lain lagi sosok pemuda dengan baju putih yang ternoda darah dan pasir lengket, tak menyangka lawannya adalah seorang wanita. Dalam aturan peperangan mereka, wanita, anak-anak, dan para tabib harus dilindungi dan tidak boleh dibunuh. Bahkan untuk turun ke medan perang saja, mereka tidak diperbolehkan.
"Dareena?!"
🗡⚔🗡
Up up! Bantu koreksi kalau nemu typo, yah. Kritik dan sarannya juga boleh banget. Makasi (^~^)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro