Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[+] Starstruck Syndrome's FanFiction part 8

Sadnite atau Satnite?
Cuma ngingetin, jangan ketinggalan special order.
Oh, iya nanti malam aku live bersama bintang tamu. Jangan pada nonton ya!

Sad tapi lagi nggak mood digalakin Rigel? Oke, ditemenin sama yang ganteng, tajir dan kalem aja. Lean bakal nemenin kamu di fanfic kali ini. Ada yang kangen nggak? Dia kan demen mainin lagu kalau di Instagramnya hohoho... Fanfic ini dibikin sama salah satu admin grup Starstruck Syndrome, Kak Nunul.

Aku juga dapat kiriman FANART! Yeyyyy asiiqqq... Fanart ini dibikin sama Inge.

Kalau belum cukup mengisi kegabutan malming, coba cek reading list akun Wattpad-ku @ayawidjaja. Aku punya cerita baru yang diunggah setiap malming. Judulnya HELLOVE.

Enjoy it!

oOo

Fanart by Inge Septianing Putri

Instagram inge_septia

Wattpad @putning

Ini Rigel kalau udah bertaubat begini gais, kalem. Adem yak liatnya?


oOo

[ LOVE SYNDROME ]

Fanfic by Siti Chusnul Khotimah

Instagram nunulegiers

Wattpad @NunulChusnul

oOo

"Pernah terluka, saat merasakan cinta bertepuk sebelah tangan. Bukan berarti, tak bisa bangkit untuk menemukan cinta sejati."

oOo

Cinta memang memiliki berbagai macam rasa. Tak hanya manis, namun juga pahit. Cinta bertepuk sebelah tangan, bisa menjadi pengalaman yang sangat berharga. Seperti yang dialami oleh Kalean Xavier dan Zinka Azalea. Keduanya pernah melakukan kesalahan, tapi setiap manusia tak pernah luput dari kesalahan. Baik disengaja, maupun tak disengaja. Dari situlah mereka yang awalnya tak saling mengenal menjadi mempunyai perasaan yang tak terduga. Kenyamanan.

            Sekarang mereka makan siang di salah satu restoran daerah Jakarta. Zinka tak menyangka, Lean yang sibuk dengan kegiatan syuting mau menemuinya. Awalnya, mereka tak merencanakan pertemuan. Namun, karena suatu hal mereka bertemu di sana.

            Berdekatan. Akan tetapi, mereka sekarang asyik dengan ponsel masing-masing karena banyak pesan masuk di grup chat "Pagan Pemuja Bintang" yang berisi orang-orang yang menyukai cerita "Starstruck Syndrome".

            "Zin, perkataan lo yang di grup itu beneran?" tanya Lean, sembari menggoda Zinka. "Gue bercanda, Bang. Jangan dipikirin, gue bilang cemburu liat lo godain member, kan, biar seru aja." Zinka berusaha menjawab sesantai mungkin, walaupun wajahnya memerah. Malu.

            Lean yang melihat ekspresi gadis itu, justru tersenyum. "Beneran juga nggak apa-apa, gue seneng kalau lo mau jujur. Tapi, kayaknya banyak cewek yang gengsi buat mengakui perasaannya. Termasuk lo, Zin. Padahal, udah keliatan jelas lo blushing."

            "Gue nggak blushing, Bang Le. Ngapain gue kayak gitu, udah jangan bahas itu. Gue lanjut makan aja, deh," kata Zinka, berusaha mengalihkan pembicaraan.

            Sedang Lean, hanya tersenyum sembari memperhatikan Zinka. Dia bukan cowok bodoh, yang tak mengetahui bila gadis di depannya memang cemburu dengan perkataannya di grup yang sering menggoda member. Namun, dia sadar kalau Zinka belum sepenuhnya melupakan perasaannya kepada Rigel.

            Zinka yang merasa diperhatikan mulai tidak nyaman. Setelah makan, ia berniat untuk segera melanjutkan jalan-jalan tanpa Lean. Baru saja ia berdiri, tapi Lean justru menahan tangannya. "Lo mau ke mana? Buru-buru banget?"

            "Gue mau beli buku, takut kesorean. Gue juga udah janjian sama teman, sih," kata Zinka.

            "Gue temenin lo, ya? Kebetulan gue syuting malam." Lean menawarkan diri untuk menemani Zinka.

"Nggak usah, Bang Le. Gue nggak enak sama temen gue."

            "Temen apa gebetan, sih? Keliatannya takut banget kalau gue ikut lo?" goda Lean.

            "Temen gue, Bang. Gue juga nggak enak kalau misal nanti ada wartawan yang liat lo lagi jalan sama gue. Nanti jadi bahan gosip, lo nggak mau mikirin karir lo? Jangan keseringan masuk akun gosip, Bang Le. Apalagi kalau beritanya bukan prestasi. Mending lo fokus mencetak banyak prestasi di dunia perfilman," kata Zinka.

            Lean tersenyum, tanpa sadar ia mengelus kepala Zinka. Membuat gadis itu kaget sekaligus bingung." Gue salut sama lo, Zin. Ini yang bikin gue su—, ehm...."

Zinka menatap Lean, penasaran apa yang akan dikatakan cowok itu.

"Lo selalu bisa bijak dalam menghadapi masalah, walaupun lo pernah melakukan kesalahan. Tapi, lo juga bisa cepat menyelesaikan masalah itu."

            "Semua orang berhak buat berubah, Bang. Gue sadar, semua hal yang dipaksakan itu nggak baik. Jadi, gue nggak pengen ngulang kesalahan lagi."

            "Jadi, gimana? Gue boleh nemenin lo, nggak?" tanya Lean. Masih terus menawarkan diri menemani Zinka. "Nggak usah, Bang Le. Gue bisa sendiri kok."

            Tiba-tiba ponsel Zinka berdering, membuat Lean bisa melihat nama yang tertera di sana. Dengan cepat, cowok itu merebutnya. Lalu mengangkat panggilan itu. "Zinka lagi kencan sama gue!"

Satu kalimat itu, membuat Zinka kaget. Tak menyangka, bila Lean dengan lantang mengatakan kata "kencan". Setelah itu, Lean mematikan telepon secara sepihak.

            "Bang Le, apaan, sih! Kita nggak kencan, dan lo nggak berhak ngelakuin hal kayak tadi. Itu kan, privasi gue." Zinka kesal dengan kelakuan Lean.

            "Gue cemburu," kata Lean, ia tak ingin ada yang memanfaatkan kebaikan Zinka.

"Lo nggak berhak cemburu, Bang."

            "Karena itu, gue pengen kita berdua punya status yang jelas. Biar kita sama-sama punya hak buat cemburu. Ayo kita jadian, lo mau kan jadi pacar gue?" kata Lean, membuat Zinka menatap kaget ke arah cowok itu.

            "Bercandanya nggak lucu, Bang. Gue duluan, ya."

            "Zinka tunggu...." Teriak Lean, yang melihat gadis itu sudah mulai menjauh.

Zinka menoleh, "Iya, Bang."

            "Gue suka sama lo. Gue selalu cemburu tiap lo ngomongin soal Rigel. Gue tahu, Rigel sukanya sama Kejora. Tapi, setelah gue kenal lo. Gue nggak bisa nyia-nyiain cewek sebaik lo," kata Lean sambil memegang kedua bahu Zinka, yang sudah berhasil dia kejar.

"Lo tahu gue gimana, kan? Nggak mudah lupain perasaan gue buat Rigel. Jadi, gue belum mikir buat jatuh cinta lagi sama orang lain. Gue takut. Gue nggak mau maksain perasaan gue, takut nyakitin orang lain lagi."

            "Setidaknya lo kasih gue kesempatan, Zin." Lean menatap Zinka, berharap gadis itu memberinya harapan dan kepastian.

"Gue nggak bisa janji, Bang. Biarin semua mengalir seperti air."

            Zinka meninggalkan Lean yang masih terdiam. Jujur, itu keputusan yang sulit. Namun, Zinka harus melakukan itu, ia masih trauma dengan perasaannya yang tak terbalas saat menyukai Rigel—sahabatnya.

oOo

"Rig, nanti jadi ngerjain tugas Bahas Jepang bareng, kan?" tanya Zinka, yang duduk di sebelah Rigel di ruang Intensitas SMA Wasesa.

            "Iya. Atur aja, Zin." Rigel masih fokus dengan beberapa kertas yang ada di hadapannya.

            "Woi! Berduaan mulu, nggak takut ada yang cemburu? Nggak takut ada orang ketiga? Yang ketiga itu setan." Tama tiba-tiba duduk di sebelah Zinka.

            "Nggak! Kejora nggak akan cemburu, lagian gue sama Zinka nggak aneh-aneh. Berarti lo setannya, Tam," kata Rigel, membuat Zinka tersenyum. Beda dengan Tama, yang terlihat kesal dengan perkataan Rigel.

            "Ngapain lo senyum-senyum, Zin? Iya, gue tahu, kok. Lo lagi bahagia, kan?" kata Tama.

            "Lo lucu, ngomong sendiri dijawab sendiri" kata Zinka.

            "Gue emang lucu dan tampan, Zin," sahut Tama. "Dan, yang jelas gue lebih ganteng dari Lean."

            Membuat Zinka mengerutkan keningnya bingung kenapa Tama membahas Lean di depannya. Rigel juga nampak penasaran kenapa sahabatnya itu membahas cowok yang pernah menjadi pacar setting-an Kejora.

            "Rig, lo belum tahu, ya?" kata Tama sembari menunggu reaksi Rigel, "Zinka kan, sekarang lagi deket sama Lean."

            Rigel berganti menatap Zinka, membuat gadis itu bingung. "Lo beneran lagi deket sama Lean?"

            "Cuma temenan doang, Rig." Zinka melirik Tama yang tersenyum sembari menjulurkan lidah padanya.

            "Ngaku aja, Zin. Gue kemarin lihat lo jalan sama Lean di mall. Lean nembak lo kan, Zin? Ngaku lo!" goda Tama, yang jiwa kepo-nya meningkat. Ditambah dia emang suka bergosip.

            "Jangan gosip deh, Tam. Jangan dengerin dia, Rig."

            "Lo harus hati-hati kalau deket sama cowok, Zin. Harus liat ketulusan dia, jangan asal main deket aja," kata  .

            "Thanks, tapi gue masih pengen fokus sama diri gue dulu."

                                                            oOo

Rigel duduk di greenhouse yang ada di area sekolahnya. Dia menunggu seseorang, karena ingin mengerjakan tugas sekolah bersama.

            Tiba-tiba ada yang menyodorkan minuman kepada Rigel yang masih asik membaca buku. "Thanks, Zin."

            "Oh... jadi di sini lagi janjian sama Zinka, ya?" kata seseorang membuat Rigel menatap orang itu kaget, "Kejora? Sori... gue nggak tau kalau—"

            "Iya nggak apa-apa, Rig. Zinka mana?" tanya Kejora sembari memperhatikan sekeliling tempatnya itu. "Dia katanya tadi mau beli minum, makanya tadi gue kira lo itu dia."

            "Jora, gue mau tanya sesuatu soal Lean. Lo kan, lebih kenal dia ketimbang gue. Lean itu gimana orangnya?" tanya Rigel sambil menatap Kejora penasaran.

            "Selama gue kenal dia, orangnya baik, perhatian, dan—" kata Kejora terpotong, karena Rigel menatap tajam gadis itu. "Jangan bilang lo pernah suka sama Lean, nggak sekedar setting-an?"

            "Nggak, Rig. Gue anggap Bang Lean itu kakak, nggak lebih dari itu." Kejora menatap Rigel, ia takut cowok di depannya cemburu bila membicarakan tentang rekan kerjanya itu.

            "Bagus kalau gitu," kata Rigel, "Gue khawatir sama Zinka, kata Tama dia lagi deket Lean."

            "Khawatir apa? Perhatian banget, sih, sama Zinka," kata Kejora. Cemberut mengetahui Rigel sangat peduli dengan Zinka.

            "Nggak usah cemburu, bisa nggak! Zinka sahabat gue dari kecil. Lagian gue anggap dia kayak keluarga, lebih tepatnya adik gue. Gue nggak pengen dia salah pilih," kata Rigel, mencoba menjelaskan bila dirinya tak mempunyai perasaan lebih dari sahabat ke Zinka.

                                                         oOo

Zinka kaget saat melihat notifikasi ponselnya. Kenapa ada yang mengirimi pesan di akun Instagram-nya. Gadis membuka pesan itu karena merasa penasaran.

@netizen_mahabenar

Tolong, jangan deketin Kak Lean. Kakak nggak pantes buat dia, mending Kakak cari cowok lain.

Kak Lean cocoknya sama Kak Kejora.

Jadi, jangan jadi orang ketiga, Kak.

"Ini kenapa ada yang DM gue kayak gini, sih." Zinka memperhatikan akun itu, setelah membacanya, tiba-tiba akun itu mengirimi foto saat dia dan Lean sedang makan siang bersama. Ternyata ada orang yang mengetahui kebersamaan mereka, bahkan memotretnya.

            Ini tidak baik untuk dirinya maupun Lean. Rasanya Zinka harus menjauhi Lean agar berita itu tidak semakin menyebar dan akan memperumit keadaan. Dia tak mau menjadi bahan gosip dan menghancurkan karir cowok itu.

            "Ada yang neror lo?" kata seseorang tiba-tiba, membuat Zinka kaget dan menoleh. "Rigel?"

            "Nggak, kok, Rig." Zinka berusaha menyakinkan sahabatnya itu bila ia baik-baik saja.

            "Lo nggak bisa bohongin gue, Zin. Ini pasti soal foto lo sama Lean yang kesebar di media sosial, kan?" kata Rigel, yang ternyata sudah mengetahui semuanya.

            "Mungkin ini balasan karena gue udah jahat sama lo dan Kejora," kata Zinka tersenyum miris. "Lagian menurut gue, DM ini bukan teror,"

            "Gue harap lo tau apa yang harus lo lakuin, yang terbaik buat lo, Zin." Rigel duduk di samping Zinka.

            "Iya, Rig."

            Tiba-tiba ponsel Zinka, bergetar menandakan ada telepon masuk. Zinka melirik sedikit kepada Rigel. "Gue angkat telepon bentar, Rig."

            "Oke."

            Zinka sedikit menjauh dari Rigel saat menjawab telepon itu.

            "Zin, bisa ketemuan, nggak sekarang?"

            "Ketemuan? Buat apa, sih, Bang? Mending kita nggak usah ketemu lagi, deh,"

            "Kenapa lo jadi gini, Zin? Lo marah sama gue?"

            "Nggak, Bang. Lo fokus aja sama karir, gue nggak mau kedeketan kita bikin karir lo hancur,"

            "Tapi—"

            "Jauhin gue, Bang."

            Zinka menutup telepon itu secara sepihak, lalu menghampiri Rigel. Namun, entah kenapa ia merasa sedih harus melakukan hal tadi kepada Lean.

            "Topeng Kejora pindah ke lo ya, Zin?" kata Rigel sembari menatap Zinka yang bingung dengan perkataannya.

            "Maksud lo apa, Rig?" Zinka tak mengerti apa yang dikatakan Rigel.

Rigel hanya mengedikkan bahu lalu pergi tanpa menjawab.

oOo

Keesokan harinya, di ruang Intensitas SMA Wasesa, tiba-tiba Kejora terburu-buru menghampiri Zinka, membuat semua orang penasaran. "Zin...."

            "Kejora? Lo kenapa?" tanya Zinka.

            "Bang Lean, Zin."

            "Lean kenapa, Jora? Dia jemput lo?" kata Rigel yang sepertinya mulai cemburu gadisnya membicarakan soal Lean, "biar gue yang ngadepin dia kalau dia maksa lo ikut dia!"

            "Bukan itu, Rig. Bang Lean kecelakaan," kata Kejora, membuat semuanya kaget.

            "Kecelakaan?"

            "Iya, kalian mau ikut gue ke rumah sakit, nggak?" tanya Kejora, yang terlihat khawatir dengan Lean.

            "Gue ikut! Gue nggak mau lo berduaan sama Lean." Rigel menatap tajam Kejora.

"Bukan saatnya cemburu, Rig."

            "Ya udah, ayo kita semua ke sana," kata Lita.

            "Ayo."

            Semua menuju rumah sakit, saat di perjalanan Zinka hanya diam. Perasaannya campur aduk, bagaimana tidak semalam ia baru saja memutuskan untuk tidak mau berurusan lagi dengan Lean. Namun, sekarang ia harus mendapatkan berita buruk ini.

            "Kayaknya ada yang khawatir banget, nih," goda Tama, yang sengaja tak menyebut siapa yang ia maksud.

            "Siapa yang khawatir, sih, Tam?" celetuk Zinka, tanpa sadar membuat semua menoleh ke arahnya tersenyum ingin meledek.

            "Lo ngerasa, Zin? Bagus, deh. Jadi beneran lo ada hubungan sama Lean? Pantesan di akun gosip banyak foto lo jalan sama Lean," kata Tama lagi.

            "Bukan gitu," kata Zinka.

            "Beneran juga nggak apa-apa, Zin. Bang Lean baik kok," kata Lita.

            "Lo sih, semua cowok dibilang baik, Lit." Vero menatap Lita, lalu berganti menatap Dio yang terdiam.

            "Biarin aja, lagian hati Lita juga udah buat gue seorang." Dio dengan percaya dirinya mengatakan itu di depan semua orang.

            "Kenapa gue harus punya temen-temen yang gila kayak kalian." Rigel memperhatikan Zinka yang terlihat sangat cemas.

            "Dia bakalan baik-baik aja, Zin. Kemarin gue yang kena syndrome ke Kejora, sekarang giliran lo yang kena."

            "Syndrome apaan, Rig?" kata Zinka, menatap Rigel dengan penasaran.

            "Love Syndrome."

oOo

Setelah perjalanan beberapa menit, akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Tempat di mana Lean di rawat. Semua langsung bergegas menujur ruang rawat Lean.

            "Bang Lean nggak apa-apa, kan?" tanya Kejora, melihat Lean terbaring lemah di ranjang rawat.

            "Gue nggak apa-apa, kok. Cuma kecelakaan kecil, nggak akan bikin tulang gue patah. Tapi kalau hati gue kayaknya bisa patah karena terus digantungin," kata Lean sembari diam-diam melirik Zinka yang masih diam.

            "Syukurlah, cepet sembuh ya," kata Lita.

            "Iya, biar bisa cepet syuting lagi, kasian nanti fans lo nungguin," kata Vero.

            "Cepet sembuh, ya, Om." Tama seperti biasa, memanggil Lean dengan sebutan "Om" padahal umur mereka tak berbeda jauh.

            "Cepet sembuh, Bang," kata Dio.

            "Cepet sembuh!" kata Rigel, membuat semua orang yang di sana menatap heran cowok itu. Jarang-jarang Rigel bisa mengucapkan perkataan seperti itu walaupun masih saja dengan mode galak.

            "Thanks. Tapi kayaknya masih ada yang belum ngasih ucapan cepet sembuh buat gue, deh." Lean sengaja mengatakan itu, menatap Zinka yang masih aja menunduk.

            "Yaelah, Om. Lo kayaknya kena love syndrome, deh." Tama tersenyum meledek Lean.

            Seperti mengerti apa yang diinginkan Lean. Semua yang ada di sana memutuskan keluar dari ruang rawat Lean.

            "Eh... kalian mau pada ke mana?" kata Zinka.

            "Lo sini aja, Zin. Ada yang pengen gue omongin sama lo." Lean menahan tangan Zinka, agar tetap berada di dekatnya.

            "Mau ngomong apa, Bang? Gue harus nyusul mereka semua, cepet sembuh, ya," kata Zinka.

            "Makasih, tapi bukan cuma ucapan itu yang gue tunggu. Gue masih nunggu jawaban soal perasaan kita," kata Lean.

            Zinka terdiam, ia bingung harus menjawab apa.

            "Gimana?" goda Lean, yang masih memegang tangan Zinka.

            "Apanya?" kata Zinka dengan polosnya.

            "Mau jadi pacar gue?" kata Lean, sembari menatap Zinka.

            "Bang, jangan bercanda mulu,. Ini rumah sakit bukan tempat syuting. Jangan akting mulu," kata Zinka, yang khawatir bila Lean tak serius dengan perkataannya. "Gue serius, Zinka Azalea."

            "Lo mau jadi pacar gue?" tanya Lean lagi, masih tetap berharap Zinka mau menerimanya.

            "Ya."

            "Ya? Ya apa, Zin?" goda Lean, hatinya berbunga-bunga sekarang setelah mendengar jawaban dari Zinka yang terkesan malu-malu.

            "Nggak ada pengulangan, Bang."

            "Makasih, Zinka Azalea." Refleks Lean, memeluk gadis itu yang sekarang sudah resmi menjadi kekasihnya.

~ oOo ~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro