Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[+] Starstruck Syndrome's FanFiction part.4

Malming Aya kembali menjumpai kamu dalam acara... *eaaa mulai alai.

Malming Mblo, aku tahu kamu kesepian makanya bawain Singa dkk buat nemenin (aku juga punya cerita baru yang diunggah setiap malming judulnya HELLOVE cari tahu di Instagram/Wattpad pribadiku @ayawidjaja )

STARSTRUCK SYNDROME bakal SPECIAL ORDER di awal NOVEMBER. Tabungan aman?

Mau tahu dong apa sih komentar kalian sejauh ini soal FanFiction Starstruck Syndrome?

Selain Fanfiction, Fanart, dll, apa sih yang kalian harapkan dari update-an Starstruck Syndrome minggu depan. Funfact? Soal apa misal?

Lemme know.

FanFiction kali ini dibuat sama Isti. Dia salah satu pembaca lama SS dan ternyata jago nulis juga. Uwahhh... Rapi banget tulisannya. Dia juga lagi nulis dan ikut lomba nulis, cek aja ke WP pribadi dia deh.

Trailer manis ini dipersembahkan sama Sekar. Editingnya rapi ditambah info grafis yang informatif. Uwuuwu lopee...

Yuk langsung simak!


~oOo~

[Seharusnya ada GIF atau video di sini. Perbarui aplikasi sekarang untuk melihatnya.]

Nama lengkap: Sekar Taji

Nama pena: Tata

Id wp: @tataaitsme

Ig: @tataaitsme


~oOo~

[ Anak singa dan sekuntum mawar merah ]

Isti Dyah

Instagram @ istidyah23_
Wattpad @istidyah23

Malam minggu, malam dimana banyak pasangan keluar rumah menghabiskan waktu bersama untuk berjalan-jalan, makan, berduaan dan sebagainya. Lain halnya Rigel, cowok itu sedang duduk di kursi dekat stan es krim di Pasar Malam.

Rigel terjebak dengan anak singa yang sedari tadi berlarian kesana kemari tiada henti. Dirinya beberapa kali menggerutu dan memarahi anak itu, namun setiap kali melakukannya, Kejora memelototinya.

Merasa mendapat pembelaan, Higa dengan riang mengajak Kejora bermain permainan apa saja yang ada di sana.

"Ante Jola, temenin Higa main itu." Higa menarik tangan Kejora, memaksanya menaiki komidi putar.

Kejora terlalu mudah luluh dengan rengekan Higa. Apapun yang bocah itu pinta, sebisa mungkin dia menurutinya.

"Ante Jola, ayo naik."

"Ante, es klim Higa jatuh."

"Ante, ayo naik itu."

"Ante, mau itu."

"Ante, ayo kesana."

Dan beberapa rengekan lainnya yang membuat Rigel mengacak rambutnya frustasi. Sungguh, Rigel ingin mengikat anak itu dan membawanya pulang untuk dikurung di kamar.

Awalnya, Rigel berniat mengajak Kejora keluar untuk berjalan-jalan. Rigel sudah siap berangkat ketika mendapati kakaknya datang dan menitipkan Higa. Sebuah kabar buruk.

Apalagi ketika Higa merengek mengajak bermain. Beberapa kali Rigel menolak, namun anak itu memaksa. Caleya sendiri sengaja membiarkan Higa bersama Rigel sementara dirinya pergi dengan Bimo untuk menemaninya meliput kegiatan artis di salah satu stasiun televisi.

Rigel berhasil menangkap Higa. Kemudian dipangkunya bocah itu dan dipeluk erat dari belakang.

"Lo bisa diem, nggak sih? Kasihan Kak Jora, capek," ucap Rigel sambil memiting bocah itu. Tidak akan ia biarkan Higa kabur lagi.

Aaa, Om Singa, Higa masih mau main." Bocah itu merengek, berusaha meloloskan diri dari dekapan Rigel.

"Rigel, lepasin Higa. Kasihan." Kejora ikut duduk, tangannya berusaha menyelamatkan Higa dari terkaman singa.

Rigel menepis pelan tangan gadis itu. "Lo udah capek, duduk aja, ini anak singa gue yang tanganin."

Kejora mengerucutkan bibir. Tangannya merogoh kantong hoodie-nya mengambil ponsel. Iseng, dirinya merekam Higa dan Rigel yang masih ribut. Rigel masih setia memiting Higa dan bocah itu masih berusaha terlepas dari amukan singa.

Saat sedang asyik merekam, Rigel memekik membuat Kejora terkejut dan hampir menjatuhkan ponselnya. Dimatikannya ponsel dan melihat ke arah sumber suara.

Nampak jelas kedua singa yang tadinya ribut kini saling menjauh. Singa besar sedang mengelus lengannya sedangkan singa kecil berlari menghampirinya. Diduga, raungan tadi disebabkan oleh gigitan singa kecil.

Kejora terkekeh. Perlahan kekehan itu menjadi tawa. Tawa yang dibuat tanpa mengada-ngada. Sungguh lucu saat dia menyaksikan secara langsung pertengkaran raja hutan dan keponakannya itu.

"Lo kayaknya suka kalau gue tersiksa ya?" Rigel mendengkus, tangannya masih terasa berdenyut. Matanya melirik tajam ke arah Higa yang bersembunyi sambil memeluk kaki Kejora.

Higa memeluk erat kaki Kejora. "Om singa ngamuk, Ante. Takut."

"Lo duluan yang mulai," balas Rigel sinis.

"Om yang jepit Higa."

"Lo, sih, badung."

"Enggak, ih."

"Lo dulu yang—"

Mulut Rigel dibekap, membuatnya tidak bisa lanjut berdebat. Kejora memberi isyarat agar keduanya diam. Gadis itu kewalahan, satu tangannya membekap mulut Rigel, sementara tangan lain digunakan untuk merengkuh Higa.

Hening beberapa saat sebelum akhirnya Rigel menyadari tangan Kejora menutupi sebagian hidungnya, membuatnya tidak bernapas untuk beberapa saat. Diambilnya tangan Kejora dan menjauhkannya dari wajahnya.

"Oke, sekarang apa?" tanya Kejora polos.

"Temjon!" teriak Higa antusias. Rigel mengacak rambutnya lagi, entah sudah berapa kali dia mengacak rambut hari ini. Anak singa ini benar-benar membuatnya frustasi.

"Nggak, lo udah main terus daritadi," sanggah Rigel cepat, menciptakan wajah cemberut pada Higa.

Higa tak menyerah, dia kemudian beralih membujuk Kejora. Kejora Astarea merupakan sosok yang menyukai anak-anak, susah baginya untuk menolak. Apalagi dengan rengekan manis dan wajah lucu seperti Higa ini.

"Lo berdua aja sana, gue mau pulang."

Kejora melirik Rigel tajam. "Apa?" tanya Rigel ketus.

"Temjon, om." Higa merajuk.

"Kak Jora capek, gue juga. Pulang aja."

"Enggak, ayo om." Higa menarik-narik tangan Rigel. Berusaha membujuknya.

"Ayolah, Rig. Sebentar aja, kasihan," ucap Kejora ikut merayu.

"Lo daritadi kasihan mulu, dianya jadi manja."

"Sebentar aja, Rigel, gue juga pengin main."

"Nanti jam delapan pulang." Rigel berdiri dan beranjak. Mendengarnya, Higa dan Kejora saling ber-highfive riang.

"Makasih om singaa," teriak keduanya bersamaan kemudian tertawa geli.

"Berisik, ayo cepetan."

oOo

"Asik, sampai. Ayo ante, om, main temjon," ajak Higa dengan senyuman lebar di wajahnya.

Kejora tersenyum kemudian membuka pintu mobil. Namun, gerakannya terhenti ketika merasa tangannya ditahan saat hendak keluar dari mobil. Kejora berbalik. Jantungnya berdebar mendapati Rigel sedang menatapnya tajam. Dia menunduk.

Tangan Rigel kembali menutup pintu mobil yang sudah dibuka sedikit. Kemudian ia menarik kupluk hoodie yang dikenakan Kejora—meletakkannya di kepala, untuk menutupi identitasnya—dan mengikatkan tali kupluk di bawah dagu. Membuat gadis itu terlihat bulat dan menggemaskan.

Rigel tertawa. "Gue nggak mau kejadian yang dulu keulang lagi, jadi gue iket penutup kepalanya. Kok lo malah jadi bulet gini."

Kejora menggembungkan pipi. Rigel dengan sengaja memotret gadis itu. Image galak Rigel mendadak hilang. Cowok itu tidak bisa berhenti tertawa.

Tanpa diketahui Rigel, Kejora menyalakan perekam suara. Merekam tawa Rigel yang begitu langka. Hatinya menghangat, Rigel yang tertawa berhasil membuat pipinya memanas.

"Om singa, bukain pintunya, ih," rengek Higa menghentikan tawa Rigel. Raut wajahnya kembali dingin. Rigel keluar lebih dulu, kemudian membukakan pintu untuk Kejora, sementara anak singa sengaja ia kurung lebih lama.

Higa terus-terusan merengek dibuatnya.

"Maskernya dipakai!" perintah Rigel saat Kejora keluar dengan wajah bulatnya.

"Gini aja gue udah nggak kelihatan."

"Dari belakang enggak. Dari depan kelihatan, buruan pakai!"

Kejora memasang masker ketika Rigel membukakan pintu untuk singa kecil. Sebelum Higa berlari keluar, Rigel segera menggendongnya. Tidak akan pernah ia biarkan bocah itu lepas dan berlari-lari lagi.

Higa memberontak, namun terdiam ketika diancam. "Gue tinggal kalau ngeyel!"

Memasuki area Timezone yang ramai, Higa bertepuk tangan ketika melihat berbagai permainan. Rigel menurunkan anak itu dari gendongannya dan membiarkan terlepas begitu saja dan memainkan beberapa permainan yang diinginkannya.

Kejora ikut bermain, mengumpulkan karcis.

"Om, mau main ini." Higa menunjuk ke kotak yang berisi banyak boneka. Matanya takjub melihat berbagai macam boneka disana.

"Main aja."

"Om yang main," Higa melanjutkan.

Rigel melotot kaget. Kemudian menggeleng cepat. "Nggak, gue cuma nemenin."

"Om ayo, Higa mau boneka," rengeknya.

"Lo cowok masa main boneka." Rigel mengedarkan pandangan. "Tuh, main yang itu aja," kata Rigel sambil menunjuk ke arah mobil-mobilan, namun gelengan kuat dari Higa yang ia dapatkan.

"Yaudah, Rig, coba aja dulu. Gue nggak ngeledek kok kalau lo nggak bisa dapet," bisik Kejora pelan.

"Gue pasti dapet!"

Rigel berdiri, memasukkan koin kemudian menggerakkan mesin. Higa menonton sambil membayangkan adegan dalam kartun Spongebob ketika spons laut itu memejamkan mata dan berkata 'jadi mesin'. Higa menirukannya.

Satu kali percobaan, Rigel gagal mendapatkan boneka. Dua kali percobaan, boneka terlepas dari pengaitnya sebelum terangkat. Kejora sempat menahan tawanya, bahkan berusaha mati-matian untuk tidak tertawa.

Pada percobaan ketiga, Rigel berhasil mendapatkan sebuah boneka teddy bear kecil berwarna cokelat. Higa bertepuk tangan riang. Menerima boneka itu dan memeluknya.

"Sekarang, kita pulang!"

"Nggak," tolak Higa cepat, "Ante Jola belum main itu."

"Oh, jadi Higa nantangin tante ya." Kejora melirik usil ke arah Rigel. Tangannya merogoh kantong hoodie-nya, mengambil sisa koin miliknya.

Kejora mengarahkan pengaitnya ke sudut kanan, tepat di atas boneka singa berukuran sedang. Mesin pengait itu jatuh tepat di atasnya. Kejora menatap serius pada mesin pengait itu, berpikir apakah bonekanya akan lepas atau tertangkap.

Rigel sendiri ikut memandanginya. Sampai tak sadar dirinya menahan napas. Ketika boneka itu jatuh, terdengar suara tepuk tangan Higa.

"Ante dapat boneka singa, rawrr," ucapnya menirukan auman sang raja hutan.

Kejora terkekeh. Kemudian mengambil boneka itu dan memberikannya kepada Rigel.

"Lo aja, gue nggak main boneka," tolak Rigel cepat sebelum Kejora berbicara.

Kejora cemberut. "Anggap aja ini hadiah buat lo."

"Ulang tahun gue masih lama!"

"Yaudah, gue kasih ke adik itu aja," kata Kejora pasrah menunjuk anak kecil berbaju kuning di dekatnya.

"Ck, katanya buat gue." Rigel mengambil boneka itu dari tangan Kejora.

"Katanya tadi nggak mau."

"Kapan gue bilang gitu?" Kejora terdiam. Kemudian dia tertawa. Walau jelas tawanya tidak bisa terlihat karena tertutup masker.

"Kenapa ketawa?!"

Kejora menggeleng, masih tertawa. Dia lebih ekspresif sekarang. Dan hal itu membuat Rigel sedikit lega.

"Udah, ayo pulang," ucap Kejora setelah menyelesaikan tawanya. Tangannya menggandeng Rigel, dan menariknya seperti anak kecil. Sementara Higa memeluk dua buah boneka dalam sambil digendong Rigel.

"Om, Higa mau makan," Higa mengelus perutnya.

"Nanti aja, drive thru," potongnya cepat.

oOo

Rigel memandangi wajah Kejora yang sedang terlelap. Terlihat lelah, namun wajahnya tersenyum. Wajahnya masih terlihat bulat akibat tali kupluk yang masih terikat rapi di bawah dagunya. Rigel mengambil ponselnya dan memotret gadis itu.

Entah sudah beberapa kali dirinya mengambil gambar Kejora hari ini. Gadis itu terlihat lebih menggemaskan dari biasanya.

Mobilnya kini terparkir di halaman rumah ayah Kejora. Gadis itu sendiri yang memintanya diantar ke sini. Keadaan masih belum memungkinkan Rigel untuk memulangkannya ke rumah ibunya.

Higa terlelap di kursi tengah, tangannya memeluk erat boneka miliknya. Rigel tersenyum melihat boneka singa terduduk di dekat kaki Higa, seolah menemani Higa. Tatapannya kini terpaku pada bunga mawar yang sempat ia beli sebelum menemani Higa bermain.

Diambilnya bunga itu, kemudian tangannya menepuk pelan pundak Kejora. "Kejora, udah sampai, bangun!" ucapnya dengan nada datar.

Kejora menggeliat, kemudian perlahan matanya terbuka dan mendapati Rigel menatapnya serius. Mengubah posisi menjadi duduk. Kejora mulai mengucek pelan matanya.

"Udah sampai ya? Jam berapa sekarang?" tanya Kejora dengan suara serak.

"Jam sepuluh malam, ayo keluar. Gue nggak mau papa lo berubah jadi singa!" Rigel keluar. Kemudian membukakan pintu untuk Kejora.

"Higa gimana?"

Rigel melongok, mengintip sedikit ke dalam mobil. "Masih tidur, biarin aja."

"Gue ngerasa nggak enak sama papa lo," ucap Rigel tiba-tiba membuat Kejora mengernyit dan menghentikan langkahnya.

"Kenapa gitu?"

"Udah dua kali bawa pulang anak gadis malem-malem," ucapnya santai, kemudian melanjutkan, "udah gitu sama anaknya nggak dianggap pula."

Kejora diam. Kemudian tertawa. Tak terhitung berapa kali ia tertawa karena Rigel hari ini.

"Lo bilang nggak papa waktu itu," jawab Kejora, tersenyum riang menggoda Rigel.

"Sama Lean aja ayo-ayo, sama gue lama!"

Kejora kembali tertawa. "Jadi, om singa cemburu nih?" Kejora menggodanya, menggunakan embel-embel 'om' sama ketika Higa memanggil Rigel.

Rigel melirik Kejora. Menatapnya sinis. Namun dirinya merasa senang ketika menyadari hari ini gadis itu lebih banyak tertawa. Dan itu karena dirinya.

"Bukan cemburu, gue cuma mau hak asasi manusia gue terlaksana!" sanggah Rigel cepat.

Kejora kembali diam. Berusaha mencerna kalimat Rigel barusan. Kemudian tersenyum dan mengangguk.

Rigel terkejut. "Ngapain lo ngangguk?!"

"Lah, lo nggak jadi pacaran sama gue?" tanya Kejora bingung.

"Gue udah sering ditembak cewek. Tapi kalau buat lo, gue langsung terima."

Kejora melotot tak percaya. Kapan dirinya pernah nembak cowok ini?

Sesaat kemudian, wajahnya memerah karena malu.

"Terserah, Rig," katanya gugup.

Rigel kemudian menyerahkan benda yang disimpan di sakunya. Mawar merah. Sekuntum. Sekuntum mawar merah.

"Ini apa?" tanya Kejora memastikan.

Rigel mendelik. "Gue yakin lo bisa bedain antara mawar sama makanan singa."

Kejora tertawa geli, kemudian menerima bunga yang dibawa Rigel.

"Dari Higa."

"Bilangin makasih ke Higa," balas Kejora.

"Higa tidur, nggak mau jawab."

"Yaudah bilangin ke omnya."

"Bilang apa?" tanya Rigel. Matanya menatap ke arah Kejora, seakan tak ingin gadis itu hilang dari pandangannya.

"Ante Jola sayang om Igel," kata Kejora menirukan aksen bicara Higa. Setelah mengucapkan itu, gadis itu menunduk malu.

Rigel terpaku. Tidak bisa menahan senyumnya yang kini mengembang. Wajah dinginnya mendadak hilang digantikan senyum yang menghangatkan.

Rigel menarik Kejora, memeluk gadis itu. Kejora yang menunduk merasakan kepalanya mulai bersandar di dada Rigel.

"Gue nggak dikasih lutut lagi nih?" tanya Kejora menggoda.

"Nggak, gue mau jadi orang pertama dan satu-satunya!"

Rigel menepuk-nepuk kepala Kejora. Membuat gadis itu tertawa.

"Rigel ih, kok ditepuk, lagi, sih? Katanya mau jadi orang pertama."

"Maunya? Ditoyor?"

Kejora mendengkus. "Diusap lah, nggak ada romantisnya punya pacar."

"Nanti aja, takut lo pingsan kalau gue romantis."

Kejora mencubit pinggang Rigel. Kemudian tersenyum.

"Masuk dulu Star, romantisnya dilanjut di dalam sini." Teriakan kecil itu membuat keduanya terkejut dan melepaskan pelukan masing-masing.

Rigel berdehem. Mengatur ekspresi wajah setenang mungkin. Kemudian maju dan menyalami Firnandi.

"Maaf Om, pulangnya malam. Tadi nemenin anak singa main," kata Rigel sopan.

"Anak singanya dimana?"

"Di mobil Om, tidur."

"Yaudah ayo masuk," ajak Firnandi, "Star sini, pacarnya dibuatin minum."

Kejora menunduk dengan pipi merona. Menyembunyikan dirinya di belakang tubuh Rigel.

"Mau langsung pulang om, maaf. Takut Higa rewel." Rigel pamit dan menyalami ayah Kejora. Kemudian tersenyum kepada Kejora.

"Gue pulang ya, besok sekolah gue jemput."

Kejora mengangguk, melambaikan tangan. Digenggamnya bunga mawar tanpa duri itu erat-erat. Senyumnya terbentuk bersamaan dengan Rigel yang melaju keluar halaman rumah ayahnya.

"Calon mantu papa baik ya," goda Firnandi. Kejora kembali menunduk.

"Paa.."

"Ramah banget, ya, sama papa."

"Aslinya galak, pa."

Firnandi mengangguk.

"Jadi, kapan diatur tanggalnya?" godanya lagi membuat Kejora makin malu.

"Papa, ih. Kejora masih sekolah."

oOo

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro