Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[5] Save the Star

I'm only one call away

I'll be there to save the day

Superman got nothing on me

I'm only one call away

(One Call Away – Charlie Puth)

oOo


Bel istirahat baru berbunyi. Guru kelas XI IPA 3 keluar kelas dan murid-muridnya langsung heboh mengerumuni Kejora.

"Kantin yuk, Jora!"

"Iya nih, udah lama nggak makan-makan bareng artis paling hits kesayangan kita." Pujian basi dari cewek bertubuh gempal yang jelas minta ditraktir.

"Gue belum belajar buat kuis Biologi." Kejora membuka-buka buku diktat Biologi.

"Kita juga belum kok. Belajar sambil makan di kantin aja, yuk!" sahut yang lain.

"Gue pinjemi catatan deh!"

"Kita belajar bareng biar lebih cepet ngerti."

"Setuju, setuju!"

Tanpa menunggu jawaban, serombongan cewek itu menarik Kejora bangkit dari bangku dan menggiringnya keluar kelas. Cewek-cewek itu sibuk dengan pilihan menu, pembagian job desk siapa yang bertugas memesan atau mencari bangku, sedangkan Kejora cuma menimpalinya dengan senyum. Memandangi buku Biologi di tangannya dengan sendu. Remidi menari-nari di depan mata. Ngejeknya nggak kira-kira.

"Boleh pinjam Kejora sebentar?"

Langkah segerombolan cewek itu terhenti dan mulut mereka bungkam seketika. Rigel berdiri tidak jauh dari pintu kelas. Lengan jaketnya digulung sebatas siku. Kedua tangannya berkacak pinggang dengan jemari tersimpan di saku. Matanya menguliti satu persatu cewek di hadapannya. Bibir cewek-cewek itu cuma bisa bergerak tanpa suara. Alasan pertama, terpesona. Kedua, Rigel galaknya luar bi-na-sa. Iya, bi-na-sa.

Tidak ada yang salah dari pertanyaan Rigel. Pilihan katanya cukup sopan. Tapi, cara dia bertanya seperti memberi pilihan hidup atau mati. Kalau bukan karena galak, cewek-cewek itu pasti sudah menjadikannya gebetan.

"Bisa minggir?" Rigel berdecak, memutuskan keterpanaan cewek-cewek itu pada dirinya. Tangannya ganti menyilang di dada defensif. Sorot matanya mengajak berperang. "Gue mau wawancara sama lo," kata Rigel begitu bisa berdiri tepat di hadapan Kejora.

Kejora masih ternganga. Ternyata cowok ini memang mengerikan. Singa berwajah tampan, eh, macan. Sama-sama seramnya.

"Hei, gue ngomong sama lo!" tegur Rigel tak sabar.

"Astaga ... astaga ... yang seleb siapa yang tengil siapa." Celetuk cewek bertubuh gempal yang tahan pada pesona semua cowok, kecuali pesona abang-abang tukang mie ayam.

"Tapi gue mau ke kantin—"

"Gue udah bikin janji dari hari Jumat, nungguin lo berjam-jam hari Sabtu, dan masih nyamperin lo hari Minggu." Rigel sengaja menyebut kedatangannya di hari Minggu meski dia memang tidak datang untuk wawancara. Begitu Kejora ditarik Mamanya, Rigel ikut kabur juga. Takut Caleya mencarinya. "Lambat! Keburu bel!" Rigel langsung menarik Kejora keluar dari kerumunan.

Berpasang-pasang mata yang menatap tak percaya. Seorang selebriti tak berdaya di bawah tekanan reporter majalah sekolah. Gila, naas benar nasib Kejora.

oOo

Kejora diseret-seret Rigel tak tentu arah. Mereka berdua sudah berjalan menjauh dari kelas, menyusuri deretan laboratorium, perpustakaan, dan Rigel belum berhenti juga. Dia mau mewawancarai apa menculik anak orang?

"Jangan nyuri kesempatan! Emang gue nenek-nenek mau nyeberang jalan, digandeng terus?" Kejora berusaha melepaskan cekalan Rigel. Gagal. Cengkeramannya kelewat kuat.

Rigel memutar kepala tanpa memelankan langkah. Melayangkan tatapan ganas pada Kejora. Cewek itu mengerjap-ngerjapkan mata. Meyakinkan diri bahwa penglihatannya tidak salah. Rigel menatapnya seperti mangsa, bukan penuh damba seperti para penggemarnya.

"Gue gandeng karena gue yakin lo nggak tahu kita mau ke mana. Lo kan sekolahnya di Persari, bukan di sini."

Cowok ini kalau pagi mulutnya dipakai Mamanya ngiris cabe apa ya? Kejora tidak habis pikir, dia punya salah apa. Dia ini Kejora Astarea yang dipuja ibu-ibu seluruh Indonesia karena aktingnya yang luar biasa dalam sinetron Star's Fate. Kenapa pesonanya tidak mempan pada Rigel?

Rigel melepaskan tangan Kejora. Langkahnya pun terhenti. Otomatis Kejora ikut berhenti. Mata cewek itu memandang sekeliling dengan takjub. Sama sekali tidak mengira SMA Wasesa punya greenhouse keren dengan beragam tanaman dan bunga warna-warni.

"Nggak pernah lihat kebun sekolah sendiri?" tegur Rigel sinis.

Kejora tersentak. Dia mengembalikan tatapannya pada Rigel. Kejora nyaris lupa, cowok di depannya ini siluman singa—ganasnya luar biasa. Coba sekolah punya hutan, pasti Kejora diajak ke sana. Daripada berlama-lama sama cowok yang lebih sensitif dari pantat bayi, lebih baik segera diselesaikan urusan dengannya. "Mau wawancara apa?"

"Duduk!" Rigel menawarkan setengah bangku panjang yang dia duduki.

Kejora menggigit bibir. Cowok ini nyuruh apa nawarin? Gitu banget nadanya. Kejora memilih duduk di ujung terjauh. Antisipasi kalau Rigel tiba-tiba menerkam.

"Baca aja bukunya."

"Hah? Maaf? Apa tadi?" Kejora melebarkan telinga lagi. Dia rajin menyambangi dokter estetika, tapi jarang ke THT. Barang kali itu mempengaruhi.

Rigel malah menyamankan diri sambil menaikkan kedua kaki ke bangku. Mengeluarkan buku tulis dan pena lalu mulai menulis. Kejora menatapinya dengan bingung.

"Lo ada ulangan kan?" tanya Rigel tanpa mengalihkan tatapan dari buku.

"Nggak apa-apa kok." Kejora menggeleng. Menggulung buku lalu menyimpannya dibalik punggung supaya Rigel tidak melihat. "Jadi, mau wawancara apa?"

"Belajar aja di sini. Lebih tenang."

"..."

"Kalau ada yang datang, ngotot minta traktir lagi, suruh aja makan daun-daun itu." Rigel menunjuk tumbuh-tumbuhan di dekat mereka dengan dagu.

Kejora melotot tak percaya. Bibirnya mengukir senyum yang buru-buru dihapus lagi. Ingat, yang dihadapi singa. Singa tidak mengenal senyuman. Apalagi kalau melihat rambut Rigel yang jarang disisir itu. Tinggal tambahkan sedikit pomade, pasti makin mirip singa.

Suasana berubah jadi hening. Kejora dan Rigel sibuk dengan bukunya masing-masing. Rigel sibuk menyiapkan draft esai Bahasa Indonesia. Kejora sibuk memikirkan sikap singa eh, Rigel maksudnya. Dalam tiga hari saja, Kejora sudah punya banyak julukan untuknya.

Fokus! Fokus! Kejora memperingati diri untuk konsentrasi pada bukunya. Selama beberapa saat dia sibuk menghafal dan mencerna. Keningnya berkerut rapat

"Rig,"

"Apa!"

Nah, kan, kumat lagi. "Maaf. Nggak jadi deh." Kejora tertunduk lagi pada bukunya. Dia menggigiti bibir. Mereka cuma berdua. Kalau ada apa-apa, Kejora harus bisa menghadapinya sendiri. Daripada membuat gara-gara, lebih baik dia diam saja.

"Apa?" Rigel mengulangi. Dia mendongak menatap Kejora yang tidak menjawab. Bibir Kejora komat-kamit menghafal. Bibir yang kemarin merah sekarang sewarna peach. Alisnya pun keabu-abuan, tidak setegas kemarin. Angin menerbangkan rambut lembutnya. Rigel menatap Kejora, padahal dia sedang menulis. Sial! Mata Rigel kembali ke buku dan mendapati tulisannya jadi kacau. Cowok itu berdecak. "Mau ngomong apa?"

"Itu ..." Kejora menimbang-nimbang. Takut dicakar. "Lo tahu perbedaan tubulus proksimal sama tubulus distal? Gue kebolak-balik antara reabsorbsi sama augmentasi."

"Lo pikir di dunia ini cuma ada jurusan IPA?"

Kejora meneguk ludah susah payah. Mata sayunya jadi sendu. Biasanya, kalau sudah begitu, orang bakal kasihan. Tapi Rigel kan, bukan orang.

"Gue anak Bahasa mana ngerti!" lanjut Rigel bersungut-sungut.

Ingin sekali Kejora menjambak-jambak rambutnya sendiri. Cowok ini, tinggal bilang tidak tahu saja harus pakai mengomel segala. Eh, tunggu. Apa tadi Rigel bilang? "Bahasa?" Mata memelasnya Kejora berubah berbinar lebar.

"Kenapa? Bukan jurusan yang keren? Nilai gue kalah sama lo? Otak gue pas-pasan?"

Buru-buru Kejora menggeleng. "Gue selalu pingin masuk jurusan Bahasa, tapi nggak boleh sama Mama."

Tangan Rigel yang sedang menulis terhenti. Pertama karena dia salah tulis lagi, kedua karena sibuk mencerna kata-kata Kejora. Cewek ini ... Rigel menggusah pikiran-pikiran yang barusan hinggap. Dia lalu berdiri dari tempatnya.

"Mau ke mana?" tanya Kejora.

"Gue bawa lo ke sini biar belajar dengan tenang, bukan ngerumpi. Kalau lo malah ngajakin ngobrol, gue rugi dua kali. Gagal wawancara, gagal bikin tugas."

"Di sini aja." Spontan Kejora menarik tangan Rigel. Cowok itu terkejut. "Maaf. Di sini aja." Kejora menepuk tempat duduk Rigel tadi. "Gue janji nggak ngajak ngobrol lagi. Tapi istirahat kedua gue traktir ya, sebagai ucapan terima kasih udah ngajakin ke sini."

"Gue nggak materialistis sampai urusan begini aja harus minta traktir!"

Tampang jinaknya cepet banget berubah galak, ya Lord. "Maaf, gue kan—"

"Hobi banget lo minta maaf!"

Dan Rigel duduk lagi di tempatnya kembali. Mereka saling diam sampai akhir jam pelajaran. Padahal dalam hati Rigel disibukkan oleh pertanyaan, kebaikan dan idealisme adalah dua hal yang berbeda, kan?

oOo


https://youtu.be/4JNtAtGGNRU

You can count on me like one two three

I'll be there

And I know when I need it I can count on you like four three two

You'll be there

'Cause that's what friends are supposed to do, oh yeah

(Count on Me—Bruno Mars)


--------------------

Author :

Aku bingung mau nulis apa. Jadi cuma mau bilang, I love Monday karena Senin aku bisa ketemu kalian lagi hohoho ...

Karena kemarin banyak yang vote visual tokoh bisa diabaikan, pan kapan saja ya kita bikin seru-seruan soal kedua tokoh kita, tanpa merusak imajinasi kalian. Caranya? Nanti aku bertapa dulu buat mikirin.

Well, gimana part ini? Kritik dan saran dipersilahka ...

Ditunggu vote dan komennya. Terimakasih.


IG & WP ayawidjaja

Love,

Aya


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro