Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[3] Bad Interviewer

Sparkling angel, I couldn't see

Your dark intentions, your feelings for me

Fallen angel, tell me why?

What is the reason, the thorn in your eye?

(Angels – Within Temptation)

oOo


"Gimana cara lo mengatrol nilai?" Tanpa basa-basi, Rigel langsung menembak Kejora dengan pertanyaan perangkap. Toh, Kejora sudah mengiyakan tantangan Rigel untuk menjawab semua pertanyaan. Tidak ada penghalang lagi bagi cowok itu untuk menguak sisi lain hidup Kejora—sesuai pesanan Pak Nurdin. Sisi lain yang Rigel yakini tidak bakal disetujui untuk tayang di Intensitas.

Mendapat pertanyaan sentimen, bukannya tersulut, Kejora malah tergelak—membuat Rigel khawatir bedak Kejora akan retak, saking tebalnya. "Gue nggak pernah mengatrol nilai. Selain PR, sekolah juga ngasih banyak tugas tambahan."

"Apa lo pernah nyontek waktu ulangan?" Rigel menyodorkan ponsel Kejora lebih dekat. Cewek itu yang meminjaminya ponsel untuk merekam wawancara dan janji akan mengirim file-nya nanti. Maksa banget minta diwawancara. Dasar gila popularitas!

Masih dengan keramahan yang sama—yang membuat Rigel makin muak—Kejora menjawab pertanyaan itu dengan santai, tanpa beban. "Gimana mau nyontek, kalau seringnya gue harus ngerjain tes susulan sendirian di ruang guru?"

"Enak dong, bisa tanya gurunya langsung cara ngerjainnya."

Senyum di wajah Kejora berangsur-angsur hilang. Giliran Rigel yang tersenyum karena girang Kejora mulai kesal. Kejora sadar benar dia dikerjai, jadi dia harus menahan emosi.

Sudut mata Kejora berkedut. "Apa gue kelihatan segitu brainless-nya sampai hopeless nggak bisa ngerjain, terus tanya guru?"

"Ya lo kan KE-JO-RA, artis yang diperlakukan istimewa?"

Kejora menggusah napas. Berusaha sabar. Tangannya meremas ujung baju. Giginya menggigiti bibir bagian dalam dengan gusar. "Nggak. Kita semua sama."

"Mungkin sumbangan lo kurang. Coba kalau ditambah, bisa jadi perlakuannya beda." Sudut bibir Rigel bergerak naik. Sindiran tadi berbahaya.

"Maaf, apa lo bilang tadi?" Kejora menelengkan kepala waspada. Cowok ini kenapa, sih? Dia sudah mengalah, minta maaf, dan bersikap friendly. Setiap orang pasti luluh diperlakukan seperti itu oleh artis sekelas Kejora Astarea. Tapi Rigel benar-benar menjengkelkan. Lihat saja sorot mata elang dan alis Rigel yang tegas. Benar-benar perpaduan yang sempurna untuk mengintimidasi lawan bicara. Rahang dan tulang hidung yang tinggi, juga bibir yang selalu ditarik membentuk garis datar. Nada bicaranya dingin kalau tidak ingin dibilang ketus. Tampang dan sikapnya cocok. Galak luar dalam. Rasanya Kejora ingin sekali menjambak rambut Rigel yang sudah agak kepanjangan dan acak-acakan itu.

Rigel menggeleng-geleng. Menghapus tampang mengejeknya cepat-cepat. "Sumbangan prestasi maksud gue." Dia terkekeh. Puas sekali bisa membuat Kejora keki. Jelas maksudnya sumbangan tadi adalah gelontoran dana, bukan prestasi. "Pertanyaan gue selanjutnya, kenapa lo nggak milih homeschooling kayak kebanyakan artis?"

Ekspresi Kejora langsung berubah masam. Tidak terhitung berapa kali pertanyaan itu dilemparkan padanya dan dia tidak suka. Tapi sedetik kemudian, raut Kejora sudah berubah netral. Rigel terpana melihat pengendalian diri cewek di depannya.

"Karena gue pingin jadi remaja normal. Punya banyak temen. Bukan fans." 

Rigel tertegun. Pernyataan Kejora menjadi tamparan telak baginya. Cowok itu bahkan masih membatu waktu Kejora mengambil ponselnya kembali sambil bangkit berdiri. Lean sudah menjemput, memberi tahu bahwa syuting akan dimulai lagi.

"Kita reschedule aja ya, setelah lo nggak PMS lagi." Kejora melambaikan tangan.

Dua orang itu sudah menghilang dari pandangan, tapi Rigel masih termenung. Dia bahkan tidak terganggu dengan sindiran Kejora. Sorot mata Kejora dan kata-katanya masih mengganggu. 'Punya banyak teman. Bukan fans.'

oOo

Sabtu ini, anggota ekstrakulikuler jurnalistik SMA Wasesa mengadakan seminar literasi media penyiaran bersama KPID DKI Jakarta. Tidak mau rugi dua kali setelah gagal mewawancarai Kejora, Rigel buru-buru memacu motor menuju sekolah. Ini juga yang membuatnya uring-uringan sepagian. Molornya jadwal wawancara dengan Kejora tadi nyaris membuatnya gagal ikut seminar.

Sayangnya, begitu sampai di sekolah, Pak Nurdin malah mencegat Rigel. Dia meminta Rigel membawakan fotokopi materi seminar ke auditorium tempat berlangsungnya seminar.

"Manja deh, Pak. Cuma segini doang!" keluh Rigel. Fotokopi materi yang dimaksud Pak Nurdin ternyata tidak sebanyak yang dibayangkan sampai harus digotong berduaan.

"Sekalian saya mau ngobrol sama kamu." Alih-alih menyuruh bergegas, Pak Nurdin malah meminta Rigel duduk.

"Pak, saya sudah telat ikut seminar."

"Sebentar saja!"

Pak Nurdin kembali memaksa Rigel duduk. Cowok itu mendengkus sambil menjatuhkan pantat ke bangku di depan Pak Nurdin.

"Bagaimana hasil liputan dengan Kejora?"

Rigel memutar bola mata. Ya ampun, urusan sama artis itu sudah mengganggu waktu seminarnya yang berharga. "Saya baru saja dari lokasi syuting Kejora. Janjian dari pagi, ngaret lama dan akhirnya gagal."

"Usaha lagi Rigel."

Fix sih ini, Pak Nurdin fans fanatik Kejora. "Pasti saya usahakan. Tapi mengingat padatnya jadwal Kejora, mungkin artikelnya baru tayang setelah saya tidak menjabat sebagai pemimpin redaksi Intensitas." Pemuda itu mengendikkan bahu.

"Masih ada waktu sampai jadwal terbit Intensitas bulan depan," Pak Nurdin berkeras mengingatkan.

"Saya sudah menyiapkan profil pengganti jika memang Kejora tidak bisa—"

"Jangan ditawar, Rigel!" Pak Nurdin mulai kesal. Tangannya mengetuk-ngetuk meja.

Namanya juga Rigel, pantang menyerah apalagi mengalah. "Tapi Kejora—"

"Rigel, kamu membantah terus! Potong 100 poin untuk Gryffindor!"

Rigel melongo. Kalau Dio atau Tama yang mengacau saat sedang serius, Rigel pasti sudah menimpuknya dengan buku-buku tebal di atas meja. Eh, tunggu! Buku-buku tebal yang berderet rapi di meja Pak Nurdin ternyata novel Harry Potter edisi sampul terbaru.

"Bapak salah potong poin asrama. Saya dari Slytherin. Licik dan ambisius kayak ular."

"Kamu dikasih Gryffindor malah ingin masuk Slyther—"

"IMPERIO!" pekik Rigel sambil memutar telunjuk seolah itu tongkat sihir.

"Itu mantra biar apa ya, saya lupa?"

Rigel menggusah napas. Harusnya mantra itu membuat Pak Nurdin tunduk dan patuh pada segala perintahnya. Rigel ingin Pak Nurdin membatalkan keinginannya untuk memasukkan profil Kejora ke Intensitas, tentu saja. Malas menjawab pertanyaan Pak Nurdin, Rigel langsung pergi membawa fotokopi materi seminar. Sia-sia telat ikut seminar gara-gara meladeni Potterhead gadungan di depannya ini.

oOo

"Cut!" Teriak Sam si sutradara. "Break dulu lima belas menit. Gaffer minta HMI dong. Mataharinya mulai turun."

"Cowok tadi beneran cuma reporter majalah sekolah?" Lean mendekati Kejora yang menghampiri penata rias untuk touch up.

Kejora cuma mengangguk. Dia menepukkan tisu ke bagian wajah yang berkilat.

"Effort banget liputan majalah sekolah doang, sampai ke sini. Udah kenal lama?"

"Pertanyaan lo kedengeran kayak cowok posesif yang depresi, Bang." Kejora menyugar rambut tak acuh.

Lean tergelak. Dia menepuk-nepukkan gulungan skenario ke tangannya yang lain. "Wajar dong posesif, ada cowok cakep mepetin cewek gue."

"Dih, apaan!" Kejora berjengit. Langsung alergi mendengar Rigel dipuji. "Kayak gitu dibilang cakep? Galak iya!"

Telunjuk Lean menggaruk dagu. "Bener juga sih, emang cakepan gue, ramah gue pula. Karena lo bilang gue lebih menawan, ego posesif gue bisa diturunkan." Sambil menepuk-nepuk kepala Kejora, Lean berceletuk. "Pacar yang baik."

"Au ah!" Kejora melotot. Membuat eyeliner yang dipakaikan padanya meluber dan si penata rias kelabakan.

"Kalian pacaran sekarang?" Goda si penata rias kemayu.

"Nguping, ya!" tuding Kejora dan Lean bersamaan.

Si penata rias menyeringai lebar lalu kabur. Takut kena omel.

Begitu si penata rias pergi, Lean menarik Kejora hingga bahu mereka berhimpit. Dia berbisik tepat di telinga Kejora supaya tidak seorang pun mendengar. "Totalitas Kejora, ingat perjanjian kita."

Kejora memberengut. Pemuda di depannya ini seperti pemain kartu dengan sejuta intrik. Kadang baik, seringkali licik. "Kejam lo, Bang! Di antara semua opsi, kenapa lo milih itu."

oOo





Daftar Istilah :

PMS : premenstrual syndrome

KPID : Komisi Penyiaran Indonesia Daerah. Mereka siap menampung komplain seputar tayangan TV atau radio yang bermasalah dari kalian.

Gaffer : orang yang bertanggung jawab pada penataan cahaya.

HMI : salah satu jenis lampu untuk penataan cahaya. Lampu ini juga biasa dipakai untuk membuat suasana malam menjadi siang.





Author :

Udah makin jengkel sama Rigel belum? Kalau belum jengkel, belum dibikin adegan bapernya. Karena kelewat benci bikin orang gampang suka ~antara author lagi curhat atau author suka tokohnya dihujat~

Yang kemarin naksir Lean, masih yakin?

Pertanyaan soal Persari kemarin, studio itu beneran ada di daerah Jakarta Selatan. Siapa tahu kalian pengen nyoba nyamper artis idola syuting sinetron, jangan lupa tips Vero. Bawa bekal dan sleeping bag karena biasanya syutingnya nggak kelar-kelar.

Tunggu kelanjutannya hari Jumat ya. Jangan lupa masukin reading list, share ke teman dan voment :)


IG & Wattpad @ayawidjaja

Love,

Aya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro