[26] A Sky Full of Star
I don't care, go on and tear me apart
I don't care if you do ooh ooh
'Cause in a sky, 'cause in a sky full of stars
I think I saw you
(A Sky Full of Star—Coldplay)
oOo
Pukul delapan malam, Rigel dan Kejora tiba di depan gerbang rumah papa Kejora. Rigel sengaja tidak bertanya alasan Kejora pulang ke sini, tapi kira-kira dia tahu jawabannya. Firnandi lebih welcome, daripada Vanya.
"Zinka itu tetangga dan temen gue dari kecil," kata Rigel setelah mematikan mesin motor.
"Kenapa lo tiba-tiba ngomongin ini?" Kejora melepas helm.
"Zinka bilang kalau lo pergi begitu aja, berarti lo cemburu."
Kejora langsung menekuk wajah. Kenapa nama cewek itu lagi yang disebut.
"Kakak gue bilang, cemburu tanda cinta." Rigel mengedikkan bahu. Berusaha membuat ekspresinya datar. Kejora tidak perlu tahu setelah bertanya begitu, Caleya memegang keningnya, membacakan doa-doa lalu meniup ubun-ubunnya. Kejora juga tidak boleh tahu bahwa frasa 'cemburu tanda cinta' itu mengganggunya beberapa hari belakangan ini. Membuatnya secara impulsif—kalau tidak mau dibilang agresif, mengantar Kejora pulang sekolah dan mengajaknya menonton. Semuanya refleks tapi Rigel sadar sikapnya aneh.
Kejora tersenyum-senyum malu. "Waktu itu lo cemburu kenapa?"
Rigel menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ikut-ikutan lo aja. Biar lo nggak kesel lagi."
Bahu Kejora langsung merosot. Menepuk kening sambil menahan kesal, tapi juga tawa. Cowok ini selalu membuat gemas, tapi Kejora tidak bisa marah. Kejujuran yang menyakitkan. Cewek itu langsung mempercepat langkah meninggalkan Rigel.
Rigel mengejar. Ditariknya tangan Kejora sampai langkahnya terhenti. "Pertama kali ngajak jalan anak orang terus pulangnya kemalaman. Gue harus bilang apa?"
Kejora berusaha menahan tawa, memaksakan ekspresi bingung, tapi dia tidak tahan lagi. Sama sekali tidak menyangka singa di sebelahnya sekonyol ini. Pada sutradara saja dia berani, tapi pada papanya dia grogi. Dibalik sikapnya yang ganas, dia punya sisi polos.
"Rigel nggak pernah punya pacar?" Rasanya menyenangkan memanggil nama cowok ini alih-alih ber-lo-gue.
"Pernah."
Perut Kejora tegang oleh antisipasi. "Oh, ya?"
"Temen SMP nembak sambil nangis."
"Lo terima?"
"Terima kasih. "
Kejora tertawa melihat betapa random-nya jawaban Rigel. "Cantik?"
"Apa cantik jadi tolok ukur paling penting?" Rigel menatap mata Kejora. Dia tidak jatuh hati pada cewek ini hanya karena rupa. "Seminggu penuh dia ngikutin gue ke mana-mana, terus dia bilang putus karena rasa penasarannya sama gue udah selesai."
Kejora tertawa karena bingung. Miris atau sadis? "Sekali doang punya pacarnya?"
"Banyak. Ada yang minta gue pura-pura jadi pacarnya. Ada yang bilang kita jadian gara-gara gue ngambilin makanan yang jatuh sambil bilang 'Sayang, nih!'. Dia salah paham."
Kejora langsung tergelak. Padahal Rigel bercerita dengan tampangnya yang seganas biasanya. Cowok itu tidak pernah sadar bahwa dia bisa lucu sekaligus konyol.
"Banyak deh. Kalau gue sebutin semua, ada cemburu part berikutnya."
Bibir Kejora melongo. Pede sekali Anda!
"Kok mereka berani sama lo?"
"Mungkin image gue nggak sehancur sekarang. Semua gara-gara Caleya suka manggil gue singa di sosmed atau di rumah pas ada temen-temen gue. Caleya sakit jiwa." Rigel melipat tangan defensif. Matanya terpaku pada Kejora. "Kalau lo?"
"Sering." Tawa Kejora langsung hilang. "Seringnya cuma akting." Lalu dia tertawa lagi.
Rigel menahan senyumnya. "Sudah gue duga."
"Lama bener jalannya dari tadi!" Papa berteriak dari teras sambil tersenyum lebar.
Kejora refleks berlari sambil menyeret tangan Rigel menuju papanya. Firnandi hanya tersenyum-senyum melihat putrinya. Keduanya berpelukan ringan. Lalu memperhatikan
"Jadi, Star punya pacar baru?" Firnandi menaikkan alis sambil mengulum senyum.
"Eh, nggak. Bukan kok." Kejora dan Rigel sama-sama kebingungan.
Mata Firnandi menyipit sambil memandangi tangan dua remaja di depannya. "Terus?"
oOo
"Gue nggak peduli. Dua jam lagi harus balik!" Caleya meneriaki adiknya yang mengeluarkan motor. "Bang Archer, mau nitipin Higa ke sini. Lo jagain dia, gue mau kerja!"
"Ya nggak mungkin dua jam kali, Kak. Belum perjalanannya. Belum nongkrongnya." Rigel mendengkus kesal. "Lagian Higa nggak suka gue." Higa adalah keponakan Rigel, anak dari kakak pertamanya.
"Lo nongkrong pakai uang saku dari siapa? Kalau gue nggak kerja, jaga Higa, lo bisa jajan dari mana! Pulsa dari mana?!"
Rigel kalah telak kalau Caleya sudah mengeluarkan jurus andalan. Dia memacu motor kencang dan di sinilah dia sekarang, rumah papa Kejora dengan segumpal rasa tidak nyaman.
"He-hai, pagi," sapa Rigel begitu Kejora membukakan pintu. Dia langsung disusupi rasa bersalah melihat Kejora sudah berpakaian rapi dan sengaja menginap di rumah papanya supaya mama tidak bertanya-tanya. "Kejora, gimana ... kalau kita ... nggak usah ikut Dio-Lita-Tama-Vero?"
Kejora yang baru saja menyilahkan duduk langsung kaku. Rigel sudah sempat melihat ekspresi kecewa di wajah Kejora sebelum cewek itu buru-buru menetralkan ekspresinya. Kejora kecewa, tapi berusaha tidak memperlihatkannya—pemandangan yang membuat Rigel terluka. Kenapa cewek ini selalu memakai topeng untuk menyenangkan orang lain?
"Kita ke kandang singa aja mau nggak lo?"
oOo
Kejora menatap dengan bingung waktu mereka tiba di depan rumah Rigel. Dia pikir Rigel akan membawanya ke tempat penampungan hewan liar, karantina singa atau apapun itu. Bukan ke rumah Rigel. Tapi selain Caleya, dia sendiri juga sering menjuluki Rigel sebagai singa, kan? "Kok ke sini?" tanya Kejora dengan dada berdebar.
"Iya, nanti kita main sama anak singa." Cowok itu dengan acuhnya membawa Kejora masuk ke rumah. Sama sekali tidak berusaha menjelaskan untuk Kejora.
"Kok, cepet, Rig." Suara Caleya terdengar dari lantai dua diiringi suara langkah kaki di tangga. "Katanya—" kata-kata Caleya langsung terputus waktu melihat sosok asing di belakang adiknya. "Lho, kok ada ..." Caleya berjalan lambat menuruni tangga.
Rigel melemparkan diri ke sofa. Membiarkan dua cewek itu bertemu muka. "Higa nggak suka sama gue. Mungkin kalau sama Kejora dia suka." Gue juga suka. Rigel menegakkan punggung melihat Caleya dan Kejora berdiri berhadapan.
"Kakak kan, yang waktu itu ..." telunjuk Kejora mengambang di udara.
"Iya. Gue yang waktu itu." Caleya melipat tangan. "Lo ingat?"
Kejora mengangguk. Jadi dia kakak Rigel? Pantas saja adiknya juga anti-gosip. "Nggak mungkin lupa. Kakak yang nyelametin aku. Aku belum bilang makasih waktu itu."
Rigel menyipitkan mata elangnya yang menyorot garang. "Kalian saling kenal?"
Caleya mencebikkan bibir. "Tumben ada artis yang masih inget hal kecil begitu. Padahal cuma ketemu sekali."
Hari itu di Persari, Caleya cuma ikut menyodorkan recorder. Dia sama sekali tidak berniat ikut melemparkan pertanyaan. Biar wartawan lain saja yang melakukannya. Meski sebenarnya dia ingin tahu kenapa Kejora cenderung menghindar untuk menjawab pertanyaan. Semakin lama, sesi wawancara semakin panas. Kejora bahkan ditanya soal rencana nikah muda, pertemuan keluarga, dan pertanyaan absurd lain. Caleya yang mulai risih karena pertanyaannya sudah kelewatan akhirnya angkat bicara. Nyinyir sambil membubarkan sesi itu. Kejora selamat dari kewajiban menjawab.
"Sekarang aku tahu kenapa Rigel antipati sama gosip di majalah sekolah. Kakaknya wartawan hebat." Kejora mengulas senyum tulus. "Jangan-jangan di keluarga ini semua bekerja di media?" Mata Kejora beralih pada Rigel, berusaha mencari percakapan ramah-tamah tentang keluarga yang dikunjunginya. "Mama Papa Rigel bekerja di mana?"
Rigel dan Caleya saling pandang dalam diam. Suara klakson mobil dari luar rumah memecah kecanggungan. Suara pintu mobil terbuka diiringi suara langkah kaki bocah. Pengemudi mobil hanya melambaikan tangan lalu pergi dengan tergesa.
"Kebiasaan deh, abang lo itu!" Rigel bersungut-sungut menatap kepergian kakak sulungnya. "Suka nggak punya etika. Pantes hidupnya berantakan! Nitipin anak main kabur gitu aja!"
Caleya melempar bantal yang diraihnya dari sofa terdekat pada Rigel.
"Ante Eya! Om singa!" jerit Higa sambil berlari memasuki rumah. Bocah laki-laki itu memeluk sosok yang pertama dilihatnya. Bukan Caleya atau Rigel, tapi Kejora. Higa mendongak. Matanya membulat karena kaget. Tapi melihat Kejora yang tersenyum, dia ikut tertawa. "Ante Eya nggak secantik ini."
Caleya melotot, sedangkan Rigel langsung rebahan di sofa menyembunyikan wajahnya sambil terbahak. Karma bagi Caleya yang sudah menggagalkan acaranya dengan Kejora. Membuat kakaknya kesal tanpa mengotori tangannya. Di satu sisi dia sadar, si pembawa bencana sudah tiba!
oOo
_______________
Author
Yakin Rigel pernah punya pacar? Kalau menurut kalian, species macam Rigel beneran pernah punya pacar atau bercanda doang?
Mama Papa Rigel kerja di mana? Apa Rigel juga punya rahasia? *aya mancing-mancing*
Segitu aja sambutan dariku. Nyusun 'author's note' makin lama makin susah. Jangan lupa ajak temen buat baca, share quote, dan vomment supaya Starstruck Syndrome terus bertahan. Paket buku BWM3 buat kalian yang eksis masih berlaku loh!
Cast Starstruck Syndrome bisa ditemukan Instagram terdekat jika kalian ingin mengenalnya lebih jauh. BTW, yang ikutan GC pasti kemarin lihat Rigel lagi kesambet setan asmara jadi agak tobat galak. Mau lihat ekspresi terbarunya kalau lagi nahan kesel?
*Kiriman dari seorang reader yang beruntung bertemu Rigel
Love,
Aya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro