Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[23] Grab the Star

I'll hold you when things go wrong

I'll be with you from dusk till dawn

I'll be with you from dusk till dawn

Baby, I'm right here

(DuskTill Dawn—Zayn ft. Sia)

oOo

Rigel cari mati. Karena pulang kelewat malam setelah syuting, rambut asimetrisnya yang belum sempat dipangkas jadi pusat perhatian. Dimulai dari ketika cowok itu membuka helm di tempat parkir, berjalan menyusuri halaman dan lorong kelas, semua orang menontonnya.

Cowok kelas bahasa sudah berpangkas rapi, kecuali Rigel. Walau begitu dia cuek saja. Bisa dihitung jari mereka yang ngotot menggodanya. Siapa sih, yang berani pada singa?

Rigel bahkan tidak repot-repot mencari topi. Dia malah membantu redaktur Intensitas masuk ke kelas-kelas untuk membagikan majalah. Vero dan Lita memilih membagikan ke kelas XII supaya bisa cuci mata ke kakak kelas. Patah hati karena Vero dan Lita tidak sudi membagi majalah bersama, Dio dan Tama memilih membagi ke kelas X. Jelas tujuannya tebar pesona. Lelah juga menjala hati Vero dan Lita, tapi tidak menghasilkan apa-apa. Sedangkan Rigel dan Zinka pasrah menerima sisanya. Membagikan ke teman seangkatan.

Rigel acuh saja menghadapi celetukan iseng dan godaan yang dilayangkan padanya. Tapi justru itu yang membuat cewek-cewek makin gemas. Sejak dulu Rigel memang tidak tersentuh. Padahal, Rigel bukan cowok berhati dingin dan irit bicara seperti dalam novel. Dia suka mengobrol, tapi kata-katanya ketus setengah mampus. Tampangnya galak, gayanya sengak dan sulit jinak. Tentu saja Rigel tidak romantis. Orang malah miris karena dia kelewat sinis. Tapi entah kenapa, sekali berbuat baik, orang selalu menganggapnya begitu manis.

Rigel mematung menatap plakat XI IPA 3. Ini kelas Kejora. Entah bagaimana dia merasa gugup. Kejora seperti menghindar. Tapi bukannya dia berjanji tidak akan menghilang lagi?

Zinka meminta ijin kepada guru yang mengajar supaya diijinkan mengganggu sebentar. Guru Matematika itu menganggukkan kepala dan bergeser ke belakang kelas, memberi keleluasaan. Rigel mengekori Zinka masuk dengan setumpuk majalah di atas tangannya. Mata Rigel langsung menyapu ruangan mencari sosok Kejora. Cewek itu duduk di bangku terdepan, paling ujung, tepat di depan meja guru. Hot seat.

Zinka mulai membagi majalah dari kursi terdekat dengan pintu. Begitu giliran deretan bangku Kejora, Rigel langsung mengambil alih sisa tumpukan dan membagikannya sendiri.

"Kenapa kemarin pulang gitu aja?" bisik Rigel tepat di sebelah Kejora tanpa kentara. Dia berpura-pura sibuk membagi ke teman sebelah Kejora.

"Udah malem," celetuk Kejora sambil berpura-pura sibuk dengan buku pelajarannya.

"Jam istirahat gue tunggu di greenhouse."

"Gue udah janjian ke kantin."

"Rigel!" teriak seorang cewek bertubuh tambun. "Mana nih, liputan soal Kejora? Perasaan kemarin lo ngerusuh kita mau hangout, lo tarik dia buat wawancara."

Rigel memutar bola mata dengan galak. Hangout your head! Bilang aja mau malakin.

"Nanti ya, kita hangout bareng pas istirahat!" Kejora menyahuti tanpa peduli tatapan tajam Rigel. Ada banyak orang, tentu dia berani.

Pada akhirnya Rigel cuma mendelik sambil meletakkan majalahnya di meja Kejora. Zinka sudah memanggil—membuat Kejora ingin menyobek Intensitas saat itu juga—dan Guru Matematika sudah meneriaki.

oOo

Jam pulang sekolah baru saja berdering. Para siswa bergegas keluar kelas. Beberapa masih berkerumun di bangku Kejora.

"Gue nggak bisa. Udah dijemput soalnya." Kejora mengemasi buku dan alat tulisnya.

"Ada Lean lagi?" Salah satu menyahut.

"Iya. Udah di depan katanya," jawab Kejora sambil melihat notifikasi ponselnya.

"Gue mau ketemu Lean sebelum lo ajak balik!" sahut yang lain antusias.

Pernyataan itu diiyakan yang lain. Mereka bergegas menyeret tas dan berlari keluar kelas. Tidak seorang pun menyadari ada seorang di depan kelas. Sosok itu berdiri membelakangi pintu dengan tangan terlipat dan bibir yang mencebik sinis.

Tersisa Kejora seorang diri di dalam kelas. Sama seperti teman-temannya, dia juga tidak menyadari, di balik dinding dekat pintu kelasnya, Rigel sudah berdiri menunggu sejak tadi.

"Lo menghindari gue lagi?" todong Rigel begitu Kejora melangkah ke pintu kelas.

Kejora terkesiap. Tidak siap ditodong. Rigel sudah mirip wartawan infotaintment yang hobi door stop dan bertanya semaunya. "Menghindar kenapa?" Kejora langsung bersiap kabur, tapi Rigel mencekal tangannya. Waktu cewek itu memberontak, Rigel malah menarik tasnya. Kejora jadi lari di tempat dengan konyol. "Lepasin! Gue udah ditunggu sama Lean!"

"Lean?" Rigel menaikkan alis. Bibirnya berdecak-decak sinis. "Biar dia nunggu. Gue mau tanya sama lo. Kemarin itu lo kenapa?"

Jari Kejora menyelipkan anak rambut ke telinga. Gugup. "Nggak kenapa-kenapa."

"Lo menghindari gue seharian ini."

Lo siapa gue? "Emang harus sama lo? Bukannya lo sekarang selalu dikawal Zinka?"

"Kenapa lo bahas Zinka terus?"

Dasar tumpul! Nggak peka! Lalu Kejora menggigit bibir. Memang dia berharap apa?

"Lo cemburu?"

Kejora gelagapan. Kenapa perasaannya jadi aneh? "Gue nggak punya alasan buat cemburu." Dia berusaha lepas dari tangan Rigel, "Lean udah nelpon. Gue harus pergi."

"Sayang sekali. Padahal gue mau bilang, 'gue juga cemburu' biar kita impas."

Napas Kejora tercekat. Rigel cemburu? Belajar dari pengalaman yang melambungkan lalu menjatuhkannya ke selokan, Kejora tidak yakin Rigel benar-benar paham makna dibalik kata 'cemburu'. Cowok ini tidak tahu apa-apa soal perasaan.

Otak Kejora belum selesai mencerna ucapan anak Bahasa yang rumit itu, tapi Rigel sudah menyeretnya paksa menyusuri koridor sekolah yang sepi. Mereka berbelok ke lorong belakang kelas untuk mencari jalan pintas menuju area belakang sekolah.

"Ngapain kita ke sini?" Kejora gelisah karena Lean sudah menelponinya. "Gue kudu di Persari satu jam lagi, Rigel. Lean udah nunggu, lo juga pasti ditunggu Zinka." Dia memandangi tangan Rigel yang masih memegangi jemarinya dengan erat.

"Bisa nggak, lo berhenti nyebut Lean atau Zinka terus-terusan?"

Pertanyaan Rigel belum terjawab karena Tama dan Dio tiba-tiba muncul. Keduanya berboncengan dengan motor Rigel.

"Siput lo berdua!" Rigel langsung menggeret Kejora mendekat ke motornya.

"Sabar, Bos! Lo kata boleh bawa motor masuk area sekolah. Perlu kiss manjah dulu." Tama mengedip genit sambil membuka helm milik Rigel. Dia turun dari boncengan Dio.

"Tadi Tama bilang ke satpam mau ngangkut orang pingsan. Tar lo pura-pura lemes habis pingsan ya, Jora." Dio bergidik jijik membaui helm yang dipakainya lalu menyerahkannya pada Rigel. "Ini seriusan lo mau pinjam helm full face-nya Tama? Pingsan beneran lo."

"Slompret lo. Udah minjem, komplain pula!" Tama membela diri.

"Terpaksa. Biar nggak ketahuan." Rigel merebut helmnya yang dipakai Tama. Tama saja lebih suka memakai helm Rigel daripada miliknya sendiri. Rigel mengangsurkan helm full face miliknya pada Kejora. "Lo pakai punya gue. Kalau harus keracunan, biar gue aja."

"CIEEE ... CIEE!" Tama dan Dio lama-lama mirip Crabbe dan Goyle.

"Jangan lupa janji lo buat bantuin gue sama Lita. Dio sama Vero," Tama mengingatkan.

"IYA, BERISIK!" Rigel mulai murka. "Lo berdua tukeran gebetan?"

Dio mengeplak kepala Tama. "Kebalik, setan! Jangan nikung dong!"

"Oh iya, lupa." Tama menepuk kening. "Tapi mending nikung lo sama Lita yang belum jadian, daripada jadi orang ketiga kayak Rigel."

Dua setan itu langsung tertawa puas. Wajah Kejora entah kenapa jadi memerah. Setidaknya cewek itu jadi tahu bahwa Rigel bisa menyimpan rahasia. Dia tidak menceritakan rahasianya pada dua anteknya ini. Pesan Lean tidak perlu dicemaskan. Melihat Rigel mendesis marah, Tama dan Dio langsung menggembungkan pipi menahan tawa. Rigel menyuruh Kejora bergegas tapi cewek itu belum memakai helm yang tadi diberikannya.

"Kita mau ngapain?" Kejora masih tidak mengerti apa yang akan dilakukan Rigel.

"Nyulik lo!" Rigel memakaikan helm Kejora paksa. Membuat rambut Kejora berantakan.

Mata Kejora membulat. Dia memperhatikan baju seragam yang kebetulan hari ini adalah pramuka. Cewek itu tersenyum tipis dan Rigel seolah tahu maksudnya. "Lagi?"

"HAH? LAGI?" Dio dan Tama kompak melotot syok.

"LO BERDUA NYINGKIR SANA!" teriakan Rigel membuat Dio dan Tama lari terbirit.

"Rig, ini kita—" Ada nada keberatan dalam suara Kejora, tapi cewek itu tidak meneruskan kata-katanya. Tidak juga berusaha melepaskan tangan Rigel.

Sikap Kejora membuat Rigel menyunggingkan senyum. Manis meski sinis. "Turunin kaca helmnya biar nggak kelihatan. "Ingat kata Tama, lo habis pingsan."

"Terus gimana?"

Rigel berdecak. "Lo kan jago akting. Masa gini aja nanya. Lemes kek, nyender kek."

"Oh ..." Kejora menuruti perintah Rigel sambil menahan tawa. Dia menyandarkan kepalanya yang tertutup helm full face ke punggung Rigel. Jantungnya berpacu dan makin menderu ketika motor melaju.

Mereka melewati gerbang depan dengan hati berdebar. Kerumunan dan sebuah MVP mewah hitam itu jelas terbentuk karena keberadaan Lean. Cowok itu asyik berswafoto dan ngobrol dengan fans sampai melupakan cewek yang akan dijemputnya diculik orang.

oOo


____________________

Daftar Istilah

Door stop : wawancara secara spontan/on the spot di tempat bertemu narasumber. Terkadang reporter sengaja mencegatnya di sebuah tempat.

___________________

Author:

Aku kehilangan kata-kata. Boleh nggak kalian aja yang ngatain?

Kalau sekali kali aku cuma update part tanpa kata apa-apa gitu ada yang kehilangan nggak? #AUTODIJAWABENGGAK #BODOAMAT

Well, grup chat udah mau penuh. Yang masih mau join silahkan hub admin di flyer part 13 atau 20, yang belum kebagian bisa main ama cast di IG ya. Follow dong, mereka baik semua kok. Kecuali... ya kalian tahulah siapa. Jangan lupa @ayawidjaja di IG dan WP juga wkwk. Pengumuman GA-nya pantengin terus ya, ASAP kuumumin. Yang belum ikutan buruan!

Minggu ini eliminasi dimulai. Yang sayang Starstruck Syndrome masa nggak mau ngajak temen baca terus kasih voment?

Love,

aya naon eta

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro