[16] Two Stars
I'm jealous, I'm overzealous
When I'm down, I get real down
When I'm high, I don't come down
I get angry, baby, believe me
I could love you just like that
And I could leave you just this fast
(Issues—Julia Michaels)
oOo
"Kok lo jadi ngatur gue?" Rigel yang bersandar santai ke meja guru malah langsung menyandang ransel begitu Kejora menghadang. Ditatapinya cewek itu sampai mati kutu.
Kelar hidup gue! Berulang di kepala Kejora. "Tadi gue udah janjian sama owner butik buat rubrik Intensitas. Terus Vero mendadak nggak bisa karena adiknya masuk rumah sakit."
"Ya udah, reschedule aja." Rigel melambai pada Zinka supaya bergegas berkemas.
"Mana bisa seenaknya gitu!" Kejora dilanda serangan panik. "Owner-nya sibuk. Udah bagus dia iyain ketemu hari ini."
"Terus gue yang harus wawancara rubrik girlstalk? Mana ngerti! Apa gue kelihatan kecewek-cewekan?"
Iya, kayak cewek kalau PMS. Tapi Kejora cuma berani membatin. "Nggak mau tahu. Gue udah memperkenalkan kalian, bikinin janji juga. Kalian tanggung jawab pokoknya!" Iya, ini aneh. Kejora berani membantah singa. Mumpung di depan umum.
"Iya, masalahnya—" kalimat Rigel bahkan langsung dipotong Kejora.
"Jadi, pulang bareng lebih penting daripada profesionalitas yang pernah lo bangga-banggakan itu." Tiba-tiba Kejora ingat kata-kata Rigel di pertemuan pertama dulu.
"Iya! Iya!" Rigel menjambaki rambutnya sendiri. "Pesen ojol aja ya, Zin," kata Rigel pada Zinka lalu dia berbalik pada Kejora dengan mata mendelik. "Buruan!" Ditariknya ransel Kejora sambil berlalu keluar kelas.
Kejora menyentakkan tarikan Rigel begitu mereka tiba di selasar kelas. "Lepasin!" Kejora melotot galak tapi begitu Rigel balik menatapnya, nyalinya langsung ciut. Ingat, dia sudah sendirian sekarang. "Gue bisa jalan sendiri," gumamnya.
"Lo janjian di mana?"
"Pondok Indah."
"Share location-nya di WA. Kita ketemu di sana."
"Nggak bisa gitu dong. Kalau lo kabur gimana?"
"Apa gue punya tampang pecundang? Lo maunya apa, sih!"
"Kita ke sana bareng. Gue bawa helm yang kemarin."
Rigel menatapi Kejora dengan aneh. Menarik napas panjang lalu mengempaskannya perlahan. Dan dengan intonasi khas Rigel yang kehilangan tanda seru, dia berkata, "Jadi itu tujuan lo?"
Kejora kehilangan muka. Dia tidak bisa mengira-ngira bagaimana ekspresinya sekarang.
Bibir Rigel menyunggingkan senyum miring. Tangannya terlipat di dada. Meski ekspresinya tidak lagi galak, aura mengintimidasi masih membayangi. "Modus!"
oOo
Rigel berjalan di belakang Kejora menuju tempat parkir. Satu tangannya menopang tangan yang menyangga dagu. Matanya tidak lepas dari cewek di depannya yang menenteng helm dengan langkah riang.
"Lo udah ngerencanain semuanya?" Tuding Rigel ketika mereka sampai di parkiran. Rigel menunjuk helm dengan dagu. Tadi Kejora mengambil helm itu dari lokernya. "Ngapain lo bawa-bawa helm ke sekolah kalau nggak merencanakan nebeng gue?"
Bibir Kejora berkerut. "Helm ini rencananya mau gue tinggal aja di loker. Kalau ada yang butuh biar dipakai." Cewek itu mengembuskan napas pendek. "Lagian bisa nggak sih, kalau nggak sinis sama gue?"
"Ke lo? Gue sinis ke semua orang. Kok lo ngerasa diistimewakan dengan kesinisan gue. Aneh, disinisin bangga."
"Sama Zinka lo nggak sinis!"
Alis Rigel langsung terangkat sebelah. Bibirnya ikut menyudut ke salah satu sisi. Tangannya terlipat mengintimidasi. "Kok lo jadi ngebandingin sama Zinka?"
Kejora terdiam. Dia menyandarkan pinggangnya ke jok motor Rigel. Seperti biasa, ketika gugup dia akan menggigiti bibir bagian dalam. "Gue cuma pingin kayak remaja normal. Pulang sekolah, main sama teman, ikutan ekskul ..." gigitan di bibir Kejora makin keras. "Gue punya waktu satu minggu, yang bisa gue pakai sesuka hati. Bisa kita berteman dengan normal, nggak pakai sinis, nggak pakai marah-marah?"
"BISA BANGET!" Sahut dua suara bersamaan.
Kejora dan Rigel langsung bungkam seketika.
Dua orang cowok kampret muncul dari bawah motor. Keduanya menyeringai puas dengan muka merah karena sedari tadi menahan tawa. Tama dan Dio. Awalnya, Tama mengajak Dio pergi ke tempat servis komputer, tapi motornya mogok. Mereka sedang berusaha membetulkan tapi malah mendengar keributan Kejora dan Rigel.
"Ciee ..." jelas ini Tama. "Pantas Kejora minta tips menghadapi mulut Rigel."
Rigel melirik Kejora dengan garang. Cewek itu makin pucat.
"Ciee ... ciee ..." giliran Dio. "Pantas Rigel sampai salah nulis esai jadi Kejora semua."
"Salah nulis esai jadi Kejora gimana?" tanya Jora kaget bercampur bingung.
Ganti Rigel yang kena skakmat. "Diem lo pada!" Ditariknya tangan Kejora naik ke atas motor cepat-cepat untuk menghindari dua makhluk laknat itu.
oOo
Sepanjang perjalanan menuju Pondok Indah, Rigel dan Kejora membisu. Waze membimbing jalan. Tenang, tanpa perselisihan. Tapi itu justru membuat Kejora gusar.
"Rig?"
"Hmm."
"Lo marah?"
"Nggak."
"Oh, marah berarti."
"NGGAK! Lo pikir gue cewek, ngomong 'nggak' maksudnya 'iya'?!"
Kejora meneguk ludah. Ini baru Rigel yang asli. "Terus kenapa lo diem aja dari tadi?"
"Gue laper!"
"Oh." Kejora mencelus. Kirain kenapa? Bukannya kalau lapar singa malah makin liar? Kejora lalu meminta motor Rigel berbelok ke jalan yang lebih kecil. Motor melaju beberapa blok lalu cewek itu meminta Rigel berhenti. "Daripada lo nyinyirin gue pamer kantong, gue ajak ke sini." Kejora lalu melesat meninggalkan Rigel tanpa melepas helm.
Rigel mematung bingung di depan sebuah warteg. Dia melepas helm dan jaket sambil mengamati warung kecil itu. Jam makan siang sudah lewat jadi warung cukup sepi. Rigel yakin Kejora tadi masuk ke sini, tapi ketika dia sampai, cewek itu tidak ada.
"Mbak Star ke belakang," bisik wanita pemilik warung seolah tahu yang dicari Rigel. Dagunya menunjuk pintu belakang warung yang tembus ke sebuah pekarangan sempit lalu perkampungan. "Nggak apa-apa, udah biasa dia. Mas mau makan apa?"
Perut keroncongan membuat Rigel menuruti wanita itu. Matanya sesekali menoleh ke pintu sambil melahap makanan cepat-cepat. Makanan itu baru tertelan setengah ketika Rigel mendengar sorak-sorai suara anak-anak dan sayup suara Kejora. Rigel spontan melongok ke pintu belakang dan mendapati Kejora dikelilingi anak-anak kecil.
"Mbak Star mah, baik," kata wanita pemilik warung setelah melayani pembayaran pembeli terakhir. "Dia bantuin anak-anak daerah sini supaya bisa sekolah."
Rigel batal menyuapkan makanan. "Bantu anak-anak sekolah?"
"Iya. Mbak Star kan, dulu tinggal di daerah sini. Mainnya juga sama anak-anak kampung. Pas makin terkenal, dia pindah ke rumah gedongan. Tapi dia nggak lupa sama tempat ini. Dia sekolahin anak-anak nggak mampu di sini." Wanita itu ikut mengamati Kejora yang sedang tertawa bersama anak-anak. "Mas pacarnya?"
Ternyata di dunia ini ada ibu-ibu yang tidak menonton infotainment. Rigel meletakkan sendok. Makanannya sudah tidak tertelan lagi. Dia beranjak menuju pintu belakang. Mengamati Kejora yang tertawa lepas dari bawah naungan sebuah pohon.
Kejora memutar badan dan dia melihat Rigel. "Eh, udahan makannya?" katanya sambil berjalan mendekat. Anak-anak kecil itu menggelayuti Kejora, tapi takut menatap Rigel. Kejora akhirnya berpamitan dan anak-anak itu mencium tangan Kejora sebelum bubar.
"Anak asuh lo?"
Tenggorokan Kejora langsung tercekat. Tidak menyangka Rigel akan tahu. Dia cuma mengangguk pelan. "Kalau gue nggak bisa sekolah dengan baik, paling nggak, gue bisa nyekolahin dengan baik." Entah kenapa pernyataan itu justru membuat Kejora tertunduk.
Rigel masih menyandar. Tangannya berlipat di dada. Beberapa detik kemudian mulutnya membuka. "Lo boleh mikirin orang lain, tapi lo juga harus mikirin diri sendiri. Lihat hidup lo kayak apa? Lo berkorban buat orang lain, tapi nggak cinta diri lo sendiri."
Kejora mengerjap tidak percaya. Biasanya hal ini menuai pujian, tapi Rigel ... Entah kenapa Kejora peduli dengan opini cowok di depannya.
Rigel mengatupkan rahangnya dengan jengkel. "Coba lo cek kewarasan deh. Jangan bercanda soal masa depan lo sendiri."
oOo
_________________________
Fun Fact about 'Starstruck Syndrome'
Rigel nyata. Ada di dunia nyata. Dan sayangnya dia manusia 🤣
Mau bilang di hutan, tapi nemunya di sekolah, gimana yak 😁 Kakak kelas, anak jurnalistik juga, partner di teater, sekretaris OSIS juga (tapi nggak aku masukin jabatan ini takut kalian makin tergila-gila) 🤣
Karena Rigel adalah 'teguran' bagi Kejora. Kejora sudah menjadi artis sejak kecil, biasa dipuji dan berada di 'zona nyaman'. Perlu perisak yang mengganggu zona nyaman tersebut dengan sosok yang berkarakter kuat dan menguras emosi untuk membuat Kejora 'teringat' terus sama Rigel. Meski mulutnya sering di luar kontrol, Rigel nggak sekedar judes tapi juga punya sikap dan tujuan di balik kata-katanya.
Pernah ngga kuat dan nyaris nyerah, cuma terus dikasih tahu sama temen bahwa 'Rigel' bikin cewek nangis karena kata-katanya udah bukan hal aneh. Dari situ aku tertantang bikin anomali sikap. Terus kupikir ini cocok buat melawan Kejora yang lempeng dan penurut supaya bisa merubah cara pandangnya.
__________________
Author :
Masih teguh pendirian bahwa Rigel keji tak terkira?
Apapun pilihan kalian #LoveYourSelfMore
Kutunggu kritik dan sarannya ☺️
Giveaway dan grup chat masih terbuka. Info lebih lanjut cek part. 13 ya :)
Jika kesal berlanjut hubungi @rigeldiorion . Jika ingin memberi semangat temui @bintangbintangtakbermakna. Tapi kalau kurang kerjaan temui @ayawidjaja di wattpad pribadi dan IG.
Ketemu lagi hari Senin, jangan lupa share, vote dan komen. Paket buku BWM3 nungguin kamu yang rajin. Uhuyyy...
Love,
Aya yang disumpahin jadi artis
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro