[11] The Lost Star
Got a secret
Can you keep it?
Swear this one you'll save
Better lock it, in your pocket
Taking this one to the grave
(Secret—The Pierces)
oOo
"Kita mau ke mana?" Kejora takut-takut memegangi ujung jaket Rigel. Boncengan bersama Rigel selalu membuatnya seperti akan digiring ke neraka. Tapi itu lebih baik daripada menghadapi puluhan wartawan gila yang ingin menguliti hidupnya. Jalan menuju neraka bisa dibelokkan kalau dia banyak berbuat baik, kan?
"Rumah lo ke arah mana?"
"Jangan!" tukas Kejora. Mamanya tidak akan suka dia pulang dengan cara begini.
"Terus, lo maunya ke mana?" Rigel menoleh.
"Nggak tahu." Kejora tertunduk. Terlalu lelah untuk lari, tapi tidak punya daya untuk menghadapi.
Kejora memandangi aspal yang tergilas roda motor Rigel. Tatapannya menerawang, lelah. Tatapan yang tidak pernah berbohong. Kejora tidak bersusah payah menyembunyikan kesedihannya karena berpikir Rigel tidak bisa melihat ekspresinya. Yang Kejora tidak tahu, Rigel sedang mengawasinya lewat kaca spion.
"Kenapa lo?" Tiba-tiba Rigel merasa ada yang tidak beres. Cewek ini sudah punya pacar dan tanpa permisi dia menyeretnya. Meski Kejora tidak ingin bertemu wartawan, hubungan Kejora-Lean tetap area yang tidak bisa disusupi Rigel sembarangan. Kenapa pikiran itu baru datang sekarang? Brainless. "Eh, lo udah bilang ke Lean?"
"Gue pikir lo nggak doyan gosip, Rig." Kejora tersenyum miris.
Rigel bersemu serba salah. Masa iya, dia harus mengakui menonton infotaintment demi melihat cewek ini. "Lo bilang dulu, deh."
"Kenapa harus bilang? Dia nggak bakal nyari."
"Terserah deh. Gue nggak mau dituduh jadi orang ketiga, ya!"
Kejora tertawa. "Gimana jadi orang ketiga kalau ..." tawa Kejora terhenti tepat ketika motor Rigel berhenti.
"Apa?" Rigel sudah menepikan motornya di sebuah bumi perkemahan.
Kejora menggeleng.
"Gue nggak suka ada orang ngomong tapi nggak kelar!" Rigel melepas helm, turun dari motor sambil mengibaskan rambut. Rambutnya sudah kepanjangan dan berantakan.
Tangan Kejora spontan bergerak untuk merapikan rambut Rigel, tapi terhenti di udara. Yakin lo berani ngerapihin surai singa? Kejora tertawa menutupi salah tingkahnya.
"Apa?!" Setiap kali bicara, kalimat Rigel seperti selalu disisipi tanda seru.
"Makasih udah menyelamatkan gue hari ini." Kejora pura-pura memberi hormat karena tangannya terlanjur menggantung di udara.
"Lebay!" Rigel bersungut-sungut menaruh helm. Dia mengambil topi pramuka dari dalam tas lalu memasangkannya di kepala Kejora. Padahal, dia sendiri tidak repot-repot merapikan rambutnya yang masai. Rigel menggeret Kejora masuk area bumi perkemahan Cibubur dengan tidak sabar. "Buruan!"
oOo
Bumi perkemahan Cibubur dipadati siswa-siswi berseragam Pramuka. Sama seperti Rigel dan Kejora. Melihat keramaian yang asing, Kejora spontan mengetatkan pegangannya pada Rigel. Menyembunyikan wajah di balik topi. Takut dikenali.
Seolah mengerti kecemasan Kejora, Rigel membawanya lewat jalan yang lebih lengang. "Kebanyakan anak SD-SMP, bukan ibu-ibu. Kayaknya mereka nggak begitu peduli sama sinetron lo. Jadi nggak usah kepedean." Rigel berdehem. "Lo nggak seterkenal itu."
Kejora meneguk ludah. Kata-kata Rigel menusuk tapi juga menenangkan. Kejora memberanikan diri mengangkat kepala. "Terus kita ngapain di sini?"
"Bikin api unggun. Bikin mie. Gue laper."
Bibir Kejora terbuka. Tidak menyangka Rigel benar-benar mengajaknya camping dan bikin api unggun siang-siang? Cowok ini pasti gangguan jiwa.
"Nggak usah komplain kalau lo nggak punya ide. Atau, lo mau gue pulangin?"
Kejora buru-buru menggeleng. Dia tidak pernah sengaja melewatkan jadwal kerjanya. Ternyata, pemberontakan kecil ini menyenangkan. Kejora tidak pernah merasa sebebas ini. Padahal, sekarang dia sedang berada bersama seseorang yang ... Kejora tidak yakin apakah dia lawan atau kawan. Yang dia tahu, sweet escape ini menyenangkan.
Mereka duduk di tepi danau. Rigel mendirikan bivak dari ponco. Kejora ingin membantu tapi malah mengacaukan bentuknya. Malas menerima pelototan garang Rigel, Kejora memilih duduk dan menunggu cowok itu melakukannya sendiri.
"Cari daun sama ranting kering dong! Jangan duduk doang!"
Arrgghhh! Kejora meremas tangannya sendiri. Rigel kan, memang singa. Berharap setelah peristiwa itu Rigel lalu tobat? Mimpi! Kejora beranjak dari tempat duduk. Menuruti perintah Rigel sambil menggerutu. "Kenapa nggak beli aja, sih? Itu banyak warung."
"Dasar manja! Lo bisanya apa sih, selain pamer ketajiran?" Rigel bersungut-sungut.
Ya Tuhan, apa gue amnesia tadi sampai mau ikut dia ke sini? Yang bikin teori cewek selalu benar, sini gue temuin lo ke Rigel! Kejora mulai frustasi.
"Dasadarma ke-7. Hemat, cermat dan bersahaja. Ngerti?"
Bodo amat! Kejora memilih menggerutu pada daun dan ranting daripada mendengar Rigel mengomel. Dikumpulkannya ranting dan daun di dekat bivak yang sudah didirikan Rigel. Tidak banyak, toh cuma untuk memanaskan segelas air mineral, bukan air danau di depan mereka. Kejora duduk tepat di depan Rigel. Mengamati cowok itu menyalakan api dengan antusias, seolah itu pertunjukan sulap. "Kenapa lo nolongin gue?"
"Alasan yang sama waktu gue nggak pengen artikel lo dimuat di Intensitas. Image artis terlalu dekat dengan gosip. Nggak cocok sama majalah sekolah." Rigel melotot karena Kejora menumpuk api yang baru menyala dengan daun. Api itu langsung mati seketika.
Sayangnya, Kejora tidak menyadari tatapan tajam itu. "Gue nggak suka digosipin. Kita sama-sama nggak suka gosip," tambah Kejora sambil tertawa lebar.
Tatapan garang Rigel berganti miris melihat Kejora tertawa mengingat peristiwa tidak menyenangkan itu. "Gue minta maaf soal kemarin."
"Kita anggap impas setelah hari ini." Kejora mengulurkan tangan.
Ragu Rigel menyambutnya sambil tersenyum. Tipis dan cuma sekilas tapi Kejora seketika membeku. Kaget melihat singa bisa tersenyum.
Air sudah mendidih. Rigel mengeluarkan dua mie cup dari dalam tas. Sebenarnya ponco, mie cup, dan peralatan camping yang dibawa lengkap cuma sekedar berjaga-jaga kalau di Persari tadi dia dicurigai atau digeledah. Ternyata ada manfaatnya juga. "Bisa kan, bikin ginian doang?" Rigel menyodorkan satu mie cup untuk Kejora. "Seenggaknya, lo bisa baca, kan? Nah, lo baca deh cara bikinnya di kemasannya," sungut Rigel sengit.
"Bukan gitu. Maksud gue ..." Kejora menggigiti bibir bagian dalam. "Gue nggak bisa makan kayak begini. Makanan dan kalori gue diatur ..."
Bahu Rigel melorot. Ditariknya lagi mie cup itu. "Percuma lo susah-susah nyari duit, kalau nggak bisa menikmati hidup." Rigel menyeduh mie cup-nya sendiri. Aroma wangi menguar dan hawa dingin makin menggugah selera makan.
Perkataan Rigel sepenuhnya benar, tapi Kejora memilih tidak berkomentar. Dia asyik memperhatikan Rigel yang mengaduk mie. Wanginya menggoda iman. "Baunya enak banget," kata Kejora penuh minat. Mata sayunya berbinar-binar.
Rigel batal menyuap. Kejora duduk memeluk lutut sambil meringis menatapinya. Cowok itu mendengus lalu menyodorkan mie. Kejora mengulurkan tangan sambil menyeringai.
"Bilang aja lo nggak mau bikin sendiri!" gerutu Rigel sambil menyeduh mie lagi.
"Oh, iya. Ngomong-ngomong ini seragam siapa?" Kejora sibuk meniup-niup. Hati-hati menyuap mie panas ke dalam mulut. Menyeruput kuahnya pelan dengan suara berisik.
"—cewek gue."
Kejora tersedak. Mukanya memerah karena panas dan kaget. Rigel buru-buru menyodorkan minuman.
"Kenapa sih lo!"
"Bilangin makasih ke cewek lo ya, karena udah minjemin baju."
Mata elang Rigel langsung menyambar. "Lo pernah ke THT? Kakak cewek gue!"
Lagi-lagi Kejora terbatuk-batuk. Tapi setelahnya dia tersenyum. "Oh kirain, ada cewek yang nggak takut sama sing—eh, lo maksud gue." Kejora buru-buru mengalihkan perhatian pada badge nama seragam pinjamannya. "Caleya." Dia mengeja. "Nama yang bagus. Kenapa nama adiknya agak ... aneh. Mirip merek biskuit atau nama anak terakhir."
"Gue emang anak terakhir. Tapi nama gue bukan terinspirasi dari merek biskuit." Jangan sebut Rigel kalau dalam hal sepele saja mau kalah. "Rigel itu nama bintang paling terang di rasi Orion. Nama depan lo kan, juga pakai nama bintang. Masa nggak tahu astronomi!"
"Nama tengah gue juga mengandung kata star, bintang. Tapi justru karena itu gue nggak suka astronomi." Kejora memandangi mie cup tanpa fokus.
"Kenapa?"
"Karena kata terakhir nama gue Nirmana."
"Nirmana?"
oOo
_______________________
Author :
Selamat hari Senin, yang masih ujian semangat ya, jaga kesehatan. Yang lagi liburan, sabar ya nggak ketemu gebetan dulu :D. Buat yang udah kuliah atau kerja, selamat bernostalgia dengan cerita remaja. Jadi kalian yang mana?
Ada yang pernah denger kata Nirmana? Kenapa Kejora membenci kata Nirmana dalam namanya?
Gimana part ini? Galaknya Rigel masih awet kayak diformalin ya?
Buat yang belum pernah ke Bumi Perkemahan Cibubur, aku bela-belain ke sana buat survey dan motret buat kalian (uhukk ngeles gue ...). Suasananya emang nyaman, lumayan bersih dan rapi, biaya masuknya hemat (cocok buat kantong Rigel), terus areanya luas dan cukup lengang (jadi aman buat Kejora supaya tidak dikenali banyak orang)
Jangan pada gagal fokus liatin kucing. Itu kucing, bukan singa, apalagi Rigel.
Segitu dulu cuap-cuapku. Kritik, saran, pesan kesan, salam-salam, boleh di sini.
Jangan lupa share, komen dan vote ya! Komen kalian sumber inspirasiku dan buat kalian yang aktif vote & komen bakal berkesempatan dapetin paket buku BWM3 loh... Akhir minggu ini, aku juga bakal ngadain surprise buat peringatan sebulan kita ... (jadian?) Ditunggu ya!
Temukan diriku @ayawidjaja di mana pun kalian ingin mencariku, karena menemukanku tak sesulit menemukan dia yang telah berlalu.
Love,
Aya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro