🌸 08.
Halo halo hai!!
Happy weekend semuanya!
Double up hari ini biar cepet kelar 😂
Hope you enjoy!
Happy reading!!
.
.
.
.
.
🌸🌸🌸Redamancy🌸🌸🌸
[24 Maret 2020 / Hiraeth]
Oke, aku benar-benar tak tau apakah aku ini bodoh atau sekedar gak peduli.
Sehari setelah Halilintar sadar dari pingsannya, keadaannya pun pulih seperti sedia kala dan pagi-pagi buta ia mengajakku untuk mengikuti senam seperti biasanya.
Tentu saja, aku ikut. Karena apa yang akan kulakukan di kamar jika aku tidak ikut?
Setelah senam, dokter menyuruh kami untuk masuk karena cuaca yang sedikit berangin dan tidak baik untuk para pasien karena kondisi tubuh kami yang rentan.
Tapi entah kenapa, aku dan Halilintar malah menyelinap keluar dari kamar setelah itu. Kami diam-diam pergi ke halaman rumah sakit untuk bermain bola yang dibawa oleh Halilintar.
Memang tidak bermain seperti pertandingan sesungguhnya. Hanya mengoper dan mengejar satu sama lain.
Benar yang dikatakan dokter, angin mulai bertiup cukup kencang menerpa wajah dan rambut kami. Tapi kami malah melanjutkan permainan hingga apa yang dikhawatirkan pun benar-benar terjadi.
Kami mimisan di saat yang bersamaan, dan ambruk di sana. Kata dokter, kami nyaris saja tidak tertolong kalau saja tidak ada sekumpulan suster yang kebetulan melewati kawasan itu dan melihat kami.
Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian itu, dan kami benar-benar dilarang untuk bermain di luar untuk sementara waktu. Kami diawasi ketat oleh para dokter dan suster untuk mencegah kami kabur, dan itu sangatlah tidak menyenangkan.
Seperti halnya hari ini , aku hanya berdua diri di dalam kamar. Ibu mengawasiku seharian ini dan ia sama sekali tak mengizinkan aku keluar hingga aku rasanya bisa mati karena bosan.
"Ibuu..solar bosen.." keluhku seraya menarik tangan ibu yang duduk disampingku.
"Ibu cuma gak mau kamu drop lagi, kak.. Kakak ga inget kemarin kakak mimisan lagi? Istirahat aja ya.."
"Tapi solar bosenn" aku mengeluh lagi.
“aih– tapi kakak gak boleh keluar dulu.. inget kata dokter. Ibu cuma gak mau kondisi kakak memburuk lagi.. kakak gak mau ibu khawatir kan?”
Aku hanya bisa melenguh kasar mendengar perkataan ibu. Hal yang paling kubenci di dunia ini adalah membuat ibu khawatir, tapi kebosanan yang melanda pikiranku kini terasa meluap luap dan hampir membuatku gila.
Lebih tepatnya sih.. aku kangen Halilintar.
Baru kutau ternyata Halilintar anaknya cukup kudet. Ia jarang memegang handphone dan hanya bisa mendengarkan lagu melalui mp3 player. Apalagi semenjak ia pingsan hari itu, kekasihnya selalu datang setiap hari untuk menemaninya dan itu membuat hatiku dongkol.
Aku tak bisa menghubunginya dan mengunjunginya. Karena Ice selalu ada disana, otomatis Halilintar juga menikmati setiap detiknya bersama kekasihnya itu.
Huh! Benar benar ingin aku meneriakan berita yang sudah kususun baik baik di dalam diriku beberapa hari belakangan ini.
Pemberitahuan penting! Kepada si imut Halilintar! Sejak kemarin, Si tampan Solar sudah mencintaimu!
Ah.. benar benar sulit.
Dua puluh empat hari, itu adalah jumlah waktu yang kubutuhkan untuk meyakinkan perasaanku. Aku bohong kalau kubilang aku tidak kecewa, bukan kepadanya tapi pada diriku sendiri yang bodoh karena larut dalam ketidakpekaan.
Tuk tuk tuk!
Ketukan kecil dari luar ruangan menarik perhatianku dan Ibu. Kami refleks menoleh dan mendapati Halilintar tengah berdiri di luar, melambai kearah kami dengan tiang infus miliknya di sebelah tangannya.
Wajahku langsung berbinar dan spontan melambai balik dengan semangat. Aku hampir saja melompat turun dari kasur saking senangnya kalau tidak dicegah oleh Ibuku.
Halilintar langsung masuk begitu Ibu membukakan pintu. Perasaan bahagia menyelimutiku melihat wajahnya yang berseri, rasanya seperti 10 tahun ditambahkan kedalam hidupku.
“Solar! aku kangen!” pekik Halilintar.
“a-aku.. kangen juga..” aku tiba-tiba kehilangan kata-kata begitu wajah imutnya mendekat kearahku. Tanpa sadar, pipiku sudah dihiasi rona merah dan hal itu disadari oleh ibu yang kini menyeringai tipis.
“ehem– kalau begitu ibu pulang sebentar ya, harus masak buat ayah dan Ying. Nanti malem ibu datang lagi~ ingat kata ibu ya kak..” Ibu memberiku senyum menggoda sebelum meninggalkanku berdua dengan Halilintar disana. Sedangkan aku hanya bisa tersenyum masam.
“kamu kok kesini? Ice mana?” aku bertanya basa basi.
“Ice barusan balik.. ada janji sama temennya. Aku bosen banget, makanya aku kesini deh” kekeh Halilintar “kenapa? kamu gak suka aku dateng ya?”
“eh bukan gitu!” aku menjawab spontan “aku suka kok! suka banget malah.. aku hampir aja mati bosan kalau kamu sedetik aja telat dateng kesini!” ujarku.
“bisa aja..” Halilintar tersenyum simpul sembari menyeret kursi yang terletak tak jauh dari kasurku. Ia hendak duduk disana namun aku cepat-cepat menahan tangannya.
“kamu tidur disini aja sama aku..” pintaku seraya menepuk tempat kosong disebelahku.
“h-hah?? t-tidur bersamamu??” ia bertanya kaget.
Aku pun garuk-garuk kepala, lalu mengangguk “iya.. kamu kenapa?”
Halilintar tertegun untuk sejenak, tiba-tiba saja wajahnya memerah padam.
“k-kayaknya aku duduk aja deh..” suaranya terbata-bata berusaha menahan malu. Melihatnya membuatku menyeringai jahil, menerka-nerka apa yang ia pikirkan saat ini.
Baru saja bokong Halilintar akan mendarat di kursi, aku menarik tangannya hingga ia kehilangan keseimbangannya dan terjatuh kedalam pelukanku.
"A-apakah??"
"Biarkan aku memelukmu sebentar, Hali..boleh ya?"
Lenganku merengkuh tubuh Halilintar dan memeluknya cukup erat. Tubuhnya terasa begitu hangat dan nyaman. Kehadirannya membuatku ingin selalu berada di sisinya dan melindunginya.
Halilintar tak berontak ataupun mendorongku. Ia hanya diam , menyenderkan kepalanya di dadaku tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Kami saling merasakan detak jantung masing-masing yang semakin lama semakin keras.
Pada detik ini aku pun menyadari betapa bahagianya diriku memiliki Halilintar di sisiku.
Aku mencintainya, dan aku egois. Aku tau bahwa rasa tak nyaman melihatnya bersama orang lain bukanlah perasaan iri, melainkan cemburu.
Cemburu itu hanya dirasakan oleh orang-orang yang tidak percaya diri, dan sekarang aku sedang tidak percaya diri karena aku belum bisa memilikinya sepenuhnya.
Tapi kalau aku bisa memiliki sedikit saja waktu untuk membuatnya bahagia, aku akan melakukannya. Aku ingin memberikan seluruh waktuku yang tersisa hanya untuknya.
Seperti kata ibu, berharap itu nggak salah tapi harus tau kapan saatnya berhenti.
Untuk saat ini, biarlah aku membangun harapan kosongku ini hingga tiba saatnya untuk aku berhenti.
Dan disaat itu juga, aku akan melihatmu bahagia..
***
Pada akhirnya, kami menghabiskan sepanjang hari dengan mengobrol dan bercanda ria di ruanganku sambil bersama-sama menatap langit musim semi dimana bunga sakura mulai menunjukan tunasnya.
Hali, kamu itu cantik kayak bunga sakura.. dan kuharap akan selalu begitu.
To be continued.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro