Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🌸 03.

Hi !! Selamat hari rabu!
Semoga lancar beraktivitas hari ini!

Happy reading!
.

.

.

.

.


🌸🌸🌸Redamancy🌸🌸🌸

[15 Maret 2020 / The worst thing]

"Selamat sore semuanya! Terima kasih untuk hari ini!"

"sampai jumpa!!"

Latihan sore itu baru saja selesai dilaksanakan dan stamina semuanya sudah terkuras habis. Kebanyakan dari mereka sudah bergegas pulang termasuk Halilintar yang tau-tau saja sudah menghilang, kata Thorn tadi Ice datang menjemputnya.

Aku pun melakukan hal yang sama. Setelah membereskan barang-barangku, aku langsung menuju tempat sepeda untuk mengambil sepedaku dan bergegas pergi. Kebetulan juga hari ini ada sesuatu yang harus kulakukan sebelum pulang.


***


"Solar!"

Aku menghentikan sepedaku saat mendengar suara memanggil namaku.

Senyum di wajahku mengembang pada seseorang yang menghentikan sepedanya tepat di sampingku. Ia tersenyum lucu, menampilkan sederet gigi rapihnya.

"aku sama Thorn mau jajan es krim di minimarket! mau ikut gak??" tanya Taufan, temanku yang tadi memanggil.

Aku menggeleng "nggak fan, aku lagi buru-buru nih"

"eh, mau kemana?? Tumben" tanya Taufan menampilkan raut wajah kecewa.

"aku harus jemput adikku" jawabku.

"ohh- adikmu yang cantik itu ya? Siapa namanya..Ying ya? Dia sudah dibolehin pulang?"

"Uh-hm, kemarin dokter bilang kondisinya sudah membaik jadi dokter nganjurin untuk pulang aja. Katanya mungkin kalau di rumahnya sendiri, akan membantu kondisinya jadi lebih membaik lagi "

"Kalau begitu, gimana kalo aku sama Thorn ikut?? sekalian ketemu Ying!"

Aku menyipitkan mataku, menatap tajam kearah Taufan yang sedang tersenyum genit.

"pasti ada niat terselubung nih.."

"ahh ngga... Mau ketemu aja masa gak boleh? Boleh yaa..siapa tau Ying malah kepincut sama si ganteng Taufan ini"

Taufan membujuk manja sembari menarik-narik ujung seragamku. Aku hanya menatapnya dengan tatapan geli , tak percaya dengan ucapannya barusan.

"Taufan.." aku meraup kedua pundaknya dan menatapnya tajam "sadarlah wahai manusia bejat, kau itu punya pacar, bodoh. Mau pacarmu ku dekati?"

Taufan sontak menggeleng dan menepis tanganku yang bertengger di pundaknya "jangan coba-coba!"

"makanya punya mata itu dijaga, kesian pacar kau yang lagi rapat osis tuh. Pasti fokusnya udah ilang tuh dapet firasat pacarnya main gatel sama adek temennya"

Taufan hanya nyengir mendengar ucapanku.

"Ya udahlah, aku duluan ya! Kasian nanti Ying kelamaan nunggu" Ujarku yang disambut anggukan oleh Taufan.

Kami saling melambaikan tangan sebelum aku bersiap untuk kembali mengayuh sepedaku.

Baru satu atau dua kayuhan yang kulakukan, tiba-tiba aku dikejutkan dengan tubuhku yang seketika tidak bisa bergerak. Dengan sekujur tubuh yang kaku, aku membiarkan diriku oleng dan terjatuh bersama sepedaku.

Taufan yang melihat kejadian itu berteriak panik, ia bergegas menghampiriku dan membantuku berdiri setelah meletakan sepedanya di sembarang tempat.

Tidak bisa.. tubuhku tak bisa bergerak.

Suara Taufan yang terus menanyakan apakah aku baik-baik saja terdengar jelas di telingaku. Bibirku hendak menjawab, namun kata-kata yang keluar hanyalah suara lirih yang terbata bata.

Bola mataku bergetar, perlahan menatap Taufan yang nampak khawatir namun juga kebingungan. Tak berbeda dariku yang kebingungan dengan tubuhku yang tidak mau bergerak sesuai dengan keinginanku.

"Solar! Hey Solar!!"

Taufan terus mengguncang tubuhku. Tangannya membantuku menegakan punggungku untuk berpindah ke posisi duduk. Ini tidak sakit, namun aku merasa seperti boneka yang dikendalikan.

Beberapa detik kemudian, perlahan tubuhku mulai lemas dan seakan syaraf dalam tubuhku sudah kembali berfungsi normal. Taufan membantuku berdiri, ia juga mengambil sepedaku yang tergeletak di tanah dan membiarkanku memegangnya.

"hey, sol! kau kenapa?? kamu yakin baik baik aja??" tanya Taufan khawatir.

Aku menggeleng pelan seakan tak terjadi apa apa. Tubuhku kembali bergerak normal dan aku langsung menaiki sepedaku.

"aku gak papa kok fan, kayaknya badanku lagi kram aja. Akhir-akhir ini capek banget sih.." jawabku.

"yakin?? tapi tadi kau tergeletak kayak mayat hidup gitu?? hari ini aku senggang kok, aku bisa temenin kalo kamu-"

"aku ga papa, Taufan" sanggahku "tau kan kalo orang kadang suka kram syaraf?"

Taufan menggeleng, kekhawatiran nampak jelas di wajahnya.

"Taufan.." aku menepuk sebelah pundaknya dan tersenyum simpul "aku beneran gapapa kok, ga usah khawatir!"

Aku berkata seceria mungkin, berusaha membuat Taufan berhenti mengkhawatirkanku.

"yaudah deh! aku duluan ya! sampai besok!"

"s-sampai besok.." Taufan melambaikan tangannya ragu-ragu.

Kali ini aku dapat mengayuh sepedaku seperti bagaimana seharusnya, tak lupa aku melambaikan tanganku pada Taufan yang kini tengah mengambil sepedanya dan membawanya ke arah yang berlawanan.

Aku bersyukur memiliki sahabat yang baik dan perhatian seperti Taufan, namun tetap saja aku benci dengan sifatnya yang suka bermain-main dengan wanita.













🌸🌸🌸













"welcome home my dear sister!"

Aku berseru riang sembari mendorong kursi roda yang ditempati adik perempuanku memasuki rumah kami.

Tidak ada siapapun di rumah pada saat itu karena memang kedua orang tuaku bekerja untuk mencukupi kebutuhan kami ditambah biaya rumah sakit Ying yang jumlahnya tidak sedikit.

Aku membawa Ying ke ruang tamu setelah menyalakan semua lampu, aku berjongkok di hadapannya dan dapat kulihat Ying berusaha untuk tersenyum.

Dibalik wajahnya yang tidak berekspresi, aku yakin ia bahagia dapat kembali ke rumahnya sendiri setelah sekian lama menghabiskan waktu di rumah sakit.

Ying adalah gadis terkuat yang pernah aku temui. Ia mengalami kelainan pada jantungnya sejak usianya 3 tahun, hal itu membuatnya terserang stroke pada usianya yang masih sangat muda.

Ia tak dapat bergerak, ia tak dapat berbicara, hanya bisa menggerakan bola matanya dan sesekali bibirnya berusaha menampilkan senyum tipis. Ia menghabiskan masa mudanya berdiam diri di rumah sakit sehingga membuatnya tidak memiliki satu pun teman.

Namun walaupun begitu, Ying adalah adik yang sangat aku sayangi , aku akan selalu menjadi seorang kakak dan sahabat baginya.

"kau tunggu disini, kakak harus membereskan jemuran baju dulu sebelum ayah dan ibu pulang. Tunggu sebentar ya"

Aku mengelus rambutnya sebelum beranjak keluar untuk mengangkat beberapa baju yang di jemur di luar. Tempat jemuran itu terletak tak jauh dari ruang tamu, hanya dibatasi oleh sebuah pintu kaca dan aku dapat melihat jelas adikku memandangiku dari sana.

Aku tersenyum lebar, sesekali melirik adikku yang tak henti memandangiku dengan kedua mata indahnya. Kehadiran adikku di rumah ini membuat suasana jauh lebih hangat, aku bahagia saat keluarga kami dapat berkumpul sebagai keluarga yang utuh.

Tanganku bergerak dengan cepat mengumpulkan baju-baju itu saat kudengar Guntur mulai menyambar di langit menandakan hujan akan segera turun dan tiba tiba aku merasakan cairan kental mengalir dari lubang hidungku.

Jari-jariku refleks menyentuh cairan berwarna merah itu sebelum tubuhku perlahan kehilangan keseimbangan.

Baju-baju yang kupegang terlepas , saat kedua kakiku kehilangan kekuatannya. Aku terjatuh begitu saja tanpa bisa bergerak sedikitpun di hadapan adikku sendiri.

Kedua mata kami bertemu, dan dapat kurasakan adikku tengah berusaha bergerak menolongku namun sia-sia. Tubuhnya tak dapat bergerak dan bibirnya tak dapat berteriak.

Airmata jatuh di kedua pipiku, tubuhku bergetar menahan tangis. Aku berusaha mengerahkan kekuatanku untuk bangkit namun tak ada gunanya.

Seperti yang dikatakan Taufan, aku merasa seperti mayat hidup. Hanya tergeletak disana hingga hujan turun membasahi tubuhku.

Bagaimana bisa aku terlihat lemah di hadapan adikku sendiri?

"k-kaak..kaak..aah.."

Dapat kudengar suara-suara lirih keluar dari bibir Ying , ia bersikeras berusaha untuk mendorong dirinya sendiri dari kursi roda. Kedua mata indahnya dipenuhi air mata sembari menatapku yang tengah tak berdaya.

"Ayah pulang!"

Tiba-tiba terdengar suara pintu depan terbuka dan menampilkan ayah yang baru saja berlari menembus hujan, dapat dilihat dari jas abu-abu nya yang cukup basah.

Tak ada yang menyambut ucapan ayah, karena itulah ia langsung masuk menuju ruang tamu dan menemukan Ying disana yang tengah menangis di atas kursi rodanya.

"Ying ! Ayah merindukanmu! Eh-kamu kenapa nangis? Kakakmu mana?" tanya Ayah usai memeluk dan menciumi pipi Ying.

Ying berusaha menggerakan jari-jarinya, menunjuk kearah pintu kaca tempatku berada dan betapa terkejutnya Ayah saat menemukanku tergeletak tak berdaya di bawah tiang jemuran dengan sekujur tubuh basah dan darah yang tak henti-henti mengalir dari lubang hidungku.

Ayah cepat-cepat membawaku masuk, ia menyeret tubuhku untuk masuk kedalam rumah dan memberikan pertolongan pertama untuk mengatasi mimisanku. Ia lalu bergegas menelpon ambulans.

Aku tidak kehilangan kesadaranku, aku masih dapat melihat bagaimana ayah menangis saat memanggil mobil putih yang akan membawaku ke rumah sakit , dan bagaimana Ying menangis seunggukan dengan ekspresi wajah yang pasrah.

Tak menunggu lama, ambulans yang dipanggil ayah pun sampai. Tim medis dan ayah membantu menaikan tubuhku ke atas tandu yang dibawa orang-orang itu. Mereka memasukanku ke dalam mobil ambulans dan langsung menyambungkan sebuah Nebulizer untuk membantuku bernafas.

Sedangkan ayah, ia mendorong kursi roda Ying cukup tergesa dan membantunya untuk masuk ke dalam mobil. Ayah dan Ying pergi menyusul ambulans yang membawaku dengan mobil keluarga di tengah hujan yang tengah melanda kota di malam itu.

Tak butuh waktu lama bagi kami untuk tiba di rumah sakit terdekat, selain karena kondisi jalan yang sepi karena hujan, namun juga orang-orang selalu meminggirkan mobilnya dan membiarkan ambulans itu lewat.

Para petugas rumah sakit telah bersiap dengan sebuah kasur hitam tepat di depan pintu masuk, dan tim medis segera menurunkan tubuhku untuk diletakan di kasur itu.

Tepat waktu, ayah dan Ying pun sampai hanya beberapa detik setelah ambulans yang kutumpangi sampai. Kursi roda Ying didorong cukup cepat oleh ayah. Dapat kulihat ayah dan Ying yang mengiringku saat kasur yang kutempati didorong ke ruangan ICU .

Ying menangis dan Ayah tak henti hentinya memanggil namaku.
Suara mereka perlahan mulai samar.

Aku tak tahu apa yang terjadi sekarang, namun tubuhku terasa lelah. Wajah Ying dan Ayah pun mulai terlihat berbayang di mataku yang perlahan menutup.


'Aku sangat lelah hari ini.. Biarkan aku beristirahat sebentar...'


To be continued.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro