Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[3] First to Confess

“Janeee, apa yang membuatmu begitu lama? Apa kau butuh bantuan?”

Asmodeus mengetuk-ngetuk pintu kamar mandinya. Hampir setengah jam lalu, dia meminta Jane untuk mencoba pakaian yang mereka beli di Akuzon. Sebenarnya, Asmodeus yang membelikan baju tersebut. Tentu saja, dia baru memberitahu Jane bahwa dirinya menyiapkan hadiah setelah menekan tombol pembayaran.

“Hadiah? Untukku? Aku bahkan tidak ulang tahun.” Jane menatap bingung kotak persegi panjang dengan pita hitam polkadot merah muda. “Asmo, kau tidak perlu melakukan ini.”

Asmodeus menggeleng. “Terimalah! Aku memaksa.” Dia berkata tegas. “Aku tidak pernah memberikanmu apa pun, tapi kau sudah banyak membantu kami. Membantuku! Dan menurutku kau akan kelihatan manis jika menggunakannya. Jadi, kenapa tidak pakai dan kita pergi makan malam bersama hari ini, oke?”

Jane mengedikkan bahu, dia merasa itu bukan masalah. Makan malam di luar terdengar menyenangkan, toh hari ini bukalah jadwalnya mempersiapkan makan malam. Gadis dengan kucir rambut satu mengangguk, baru saja akan berjalan menujur kamarnya, Asmodeus menarik tangan Jane menuju kamar iblis tersebut dan mendorongnya—pelan—ke dalam kamar mandi.

“S-sebentar, aku malu. Astaga, siapa itu yang ada di cermin?”

Respons Jane membuat Asmodeus menahan tawa. Dia mengetuk pintu dua kali. “Bukalah dan biarkan aku menilainya, Manisku,” ujarnya lembut dengan nada meyakinkan. Bayangan barang pilihannya melekat di tubuh gadis tersebut membuat Asmodeus bersemangat.

“Oke-oke, aku keluar.”

Asmodeus melihat tuas pintu kamar mandi ditekan ke bawah, perlahan sebuah celah tercipta. Dia geregetan sekali dan langsung ingin menarik penghalang antara dirinya dan Jane. Tanpa membuang waktu lebih lama, gadis di balik sana menarik pintu dan menampilkan keseluruhan penampilannya.

Asmodeus terpana, tidak dapat berkata apa-apa selain tersenyum lebar dengan wajah bersemu.

Di hadapannya, Jane mengenakan sweater turtleneck berwarna merah muda, ujung sweater dimasukkan ke dalam rok warna hitam sepaha dengan motif bunga-bunga putih dan pink kecil. Jane juga mengenakan sepatu yang Asmodeus beli, sepatu hitam dengan hak yang lumayang tinggi. Benda mulus itu bergaya elegan, ujungnya lancip, dan memiliki panjang yang menutup mata kaki.

“Kau cantik sekali!” Asmodeus berseru, tangan menutupi mulut. Sebelum Jane sempat bereaksi, dia sudah memeluk gadis tersebut. “Manisnya! Seleraku memang yang terbaik! Kau kelihatan luar biasa, Jane. Sepertiku!”

Poni rambutnya yang disisir ke kiri bergoyang saat memeluk leher Jane. Asmodeus kemudian menarik tangan gadis itu sambil berkata, “Astaga, astaga! Aku akan membuatmu berantakan jika seperti ini terus. Kemarilah, Jane. Aku akan menata rambutmu.”

Jane tertawa gugup. “Aku bisa lakukan sendiri, kok,” tolaknya ketika Asmodeus menarik bangku rendah di depan cermin rias.

Asmodeus menggeleng. “Tidak apa, tidak apa. Aku senang melakukan ini untukmu. Aku akan membuat dirimu jadi secantik aku!” Tangan cantiknya kemudian sibuk meraih sisir dan pewangi rambut. Selama hampir lima belas menit, Asmodeus sibuk menata rambut Jane.

“Kau ingin model yang bagaimana?”

Jane bergumam sebentar. “Mungkin yang tidak bikin gerah," kekehnya. “Soalnya pakai baju berkerah tinggi, nanti lehernya gatal kalau rambutnya diikat rendah.”

“Pemikiran yang bagus!” puji Asmodeus semangat. “Kalau begitu, aku akan membuat bando dari kepangan rambutmu. Kemudian menggulung sisanya dengan model bun. Kita bisa membiarkan beberapa anak rambut ke luar dari ikatannya agar natural.”

Jane mengangguk-angguk.

Haha! Aku memang jenius. Aku akan membuatmu tampil menawan malam ini, Jane. Percayakan padaku, ya. Sebagai sosok yang selalu tampil indah, mengurusmu tidak akan sulit.”

Thank you, Asmo."

“Anything, Princess.”

Asmodeus memotong sedikit poni Jane, kemudian membuat gadis itu mengenakan salah satu koleksi bandonya. Benda melengkung itu kini menghiasi kepala yang sudah tertata rapi dan terasa ringan, Jane menggeleng untuk melihat gerakan pelan pita yang menjadi hiasan bando putih tersebut. Laki-laki yang mendadaninya memakaikan Jane sepasang anting-anting bundar, warna merah muda dan silver. Kemudian menambahkan sejumlah riasan di wajahnya.

“Aku suka warna matamu, Jane,” gumam Asmodeus, tangannya mengusap kelopak mata Jane yang tertutup menggunakan eyeshadow. “Aku akan menambahkan warna yang sama dengan mataku di sini! Light orange, dengan sedikit warna merah muda lagi. Warna ini akan menonjolkan matamu yang kuning.”

“Okey,” balas Jane enteng, dia tidak bisa membayangkan dirinya sendiri. Namun, dia mempercayai Asmodeus.

Setelah selesai, Asmodeus tampak puas sekali. Dia berkacak pinggang, memandangi refleksi manusia di depannya melalui cermin rias. Baik Jane maupun Asmodeus, sama-sama merasa kagum dengan pantulan di dalam sana.

“Wow, hebat. Aku jadi cantik.” Jane tertawa-tawa, dia memegangi pipi kanan dan berkali-kali melihat wajahnya dari sisi ke sisi. “Hebat, Asmo! Tanganmu ajaib! Aku tidak pernah merasa secantik ini. Astaga, kita harus berfoto.”

Asmodeus menggeleng. “Kau sudah cantik, Jane. Aku hanya membantu supaya makin terlihat, sekarang kita sama-sama cantik,” katanya bangga. “Lalu, aku tidak bisa berfoto denganmu. Tidak dengan penampilan kumuh ini. Beri aku waktu untuk bersiap-siap, oke? Setelah itu, kau boleh mengambil banyak fotoku. Pastikan angel kameranya bagus, ya. Kau harus mengambil sisi terbaikku, tetapi tentu saja semua bagianku adalah yang terbaik.” Asmodeus tertawa sambil melenggang menuju lemari bajunya yang luar biasa besar.

Jane sudah mengeluarkan ponsel. “Aku bukannya mau memotretmu. Aku ingin berfoto denganmu Asmo. Kita berdua di dalam kamera."

Asmodeus tertawa kecil. “Begitu, ya. Tentu saja kau mau berfoto denganku,” katanya sambil mengambil satu gantungan baju. “Tidak ada yang tidak mau, bukan? Kecantikanku memang harus diabadikan.”

Jane mengangguk. “Kau benar.”

Laki-laki itu berbalik. “Nah, Jane Sayang. Apa kau akan tetap di sana dan melihatku berganti baju atau kau ingin menunggu di luar? Aku akan senang melihat saudara-saudaraku iri karena malam ini kita akan makan bersama. Namun, kurasa berdua denganmu selagi aku ganti baju dan bersiap-siap juga tidak buruk.” Asmodeus menyeringai, sisi Avatar of Lust-nya sedikit tampak.

Jane berdiri, kaku. Dia mengusap tengkuk dan menunjuk pintu keluar. “Aku akan menunggumu di luar,” katanya sambil berjalan cepat. Debaran jantungnya sudah berisik seolah siap melompat keluar.

Asmodeus masih tertawa bahkan ketika Jane sudah menutup pintu kamarnya.

---

“Film yang bagus. Old but gold. Aku senang mereka membuat ulang film tersebut, walau kurasa versi original-nya masih lebih bagus,” komentar Jane sambil menyedot minuman dinginnya.

“Aktor yang memainkan perannya sangat luar biasa. Mereka mendalami peran dengan baik dan memiliki kecantikan alami.” Asmodeus menambahkan. “Walau berakhir sedikit tragis,” nada suaranya berubah sendu, “agak disayangkan, tetapi itu ending yang memuaskan. Hanya saja, kuharap ada akhir alternatif di mana mereka hidup bahagia berdua, bersama, dan sampai tua!”

Jane tersenyum getir. Hatinya terasa sedikit perih ketika mengingat beberapa adegan dari film tersebut. “Kurasa ... Aku juga menginginkan akhir yang seperti itu, hehe. Hanya saja, fan berat Titanic mungkin tidak akan setuju.”

Asmodeus menggeleng kecewa. “Beberapa akhir tragis memang terlalu indah. Aku jadi teringat kisah Putri Duyung kecil yang berubah menjadi buih, sebab pangeranya mencintai wanita lain dan terlalu bodoh untuk menyadari sang Putri.”

“Tapi itu ending yang bagus, kan?” Jane bersemangat, matanya berbinar. “Aku suka sekali kisah itu! Beberapa romansa memang berakhir tragis, tetapi membekas. Seperti Romeo dan Juliet!”

Asmodeus tersenyum kecil. Setahunya daripada romantis, Jane lebih menyukai film dan buku sejenis yang suka dibaca Leviathan. Berhubung dengan isekai, fantasi, petualangan, dan aksi. Ternyata selera romansa gadis ini sedikit berbeda saja.

Dia mengangguk-angguk. “Itu memang kisah-kisah yang indah.” Tangannya perlahan bergerak untuk menggenggam pergelangan Jane. “Ayo buat kisah seindah itu untuk dikenang selamanya, tetapi kisah kita harus berakhir bahagia dan selamanya.” Asmodeus menyusupkan jari ke sela-sela jemari Jane, senyumnya merekah seindah mawar dengan semburat merah jambu di atas kulit putihnya.

Perut Jane terasa tergelitik, kakinya lemas dan bibirnya tiba-tiba kering. Dia kesulitan bernapas, suara yang terdengar pun hanya debaran jantung tak karuan. Gadis itu menjilat bibir, tangannya gemetar pelan. “Tentu,” balasnya singkat, tetapi serius. Sama seriusnya dengan perkataan Asmodeus barusan. Jane tidak punya banyak pengalaman asmara, kalaupun ada sudah watak dan normalnya bersikap malu-malu dan sedikit pasif di awal.

Asmodeus mengangkat tangan mereka. Dia mengecup punggung tangan Jane sambil berbisik, “Aku ingin membuat akhir yang lain untuk kisah Rose dan Jack. Mungkin kita bisa memainkan drama itu akhir pekan nanti, minta bantu yang lainnya untuk mengurus panggung dan lain-lain.” Napas hangatnya mengelus tangan Jane, membuat bulu-bulu pendek di lengannya berdiri. “Aku ingin membuat ending bahagia, termasuk mereka ulang beberapa adegan. Ingat adegan berpelukan itu, kan? Aku ingin memegangimu seperti itu Jane.”

Kali ini Asmodeus berpindah ke balik tubuh Jane, lengannya bergerak dari samping pinggang ke depan dan melingkari perut gadis itu. Pelan, longgar, tetapi kuat dan penuh cinta di saat bersamaan. Asmodeus meletakkan dagu di bahu kanan Jane sambil tertawa. “Begini, hehe.”

Jane menggeliat, dia mudah merasa geli. Apalagi sekarang tangan Asmodeus mulai menggelitik pinggangnya. Membuat gadis itu terpingkal-pingkal dalam gerakan terbatas di balik kukungan lengan panjang Asmodeus. “Asmo, geli,” kekehnya.

Asmodeus tertawa, ikut bergerak seirama tubuh Jane sehingga pelukan mereka tidak lepas. Dia meniup telinga kanan Jane, membuat gadis pirang itu memekik pelan dengan wajah merona hebat.

“Aku mencintaimu, Jane. Sangat mencintaimu,” bisiknya setelah gerakan Jane perlahan berhenti. Tangan Asmodeus bergerak perlahan, berusaha membuat gadis dalam pelukannya tidak lagi merasa geli. “Bagaimana denganmu?”

Bisikan di telinganya membuat Jane mati-matian menahan tawa dan geliat. Dia tidak mau merusak momen, sehingga memilih diam dan menahan semuanya. Debaran jantung terus berisik, kakinya pun tak kunjung mendapat kekuatan. Semua kalimat-kalimat manis yang diucapkan Asmodeus ke telinganya dalam jarak sedekat ini membuat Jane ingin mengubur diri sendiri saking malunya. Namun, gadis itu ingin berkata jujur. Ingin memberi afeksi sebanyak yang dia terima, sekalipun dia bukanlah pemberi yang andal. Apalagi jika dihadapkan dengan Asmodeus yang pengalamannya entah sudah sebanyak apa.

Gadis itu menoleh perlahan, menatap mata cantik Asmodeus yang berkilau seperti berlian. Jatuh cinta dan jatuh cinta pada warnanya, terus-menerus. Setiap hari, selama ini. Jane bahkan heran, bagaimana dia bisa lolos dari manik indah yang mampu menghipnotis siapa saja ini.

Dalam satu gerakan cepat, Jane mengecup pipi Asmodeus sambil membalas pelan, sangat pelan sehingga kalau iblis itu tidak sedang memeganginya sedekat ini, maka tidak ada yang mendengar pengakuan gadis manusia tersebut ketika dirinya berkata, “Aku juga mencintaimu, Asmo.”

Asmodeus tersenyum. Dia selalu tahu bahwa orang-orang mencintainya. Terlepas apakah dia malaikat atau iblis, peran menjadi yang paling cantik, indah, dan dicintai adalah miliknya dan dia berusaha memenuhi peran tersebut baik di Celestial Realm maupun Devildom. Namun, mendengar pernyataan cinta dari Jane membuat hatinya bergetar. Sesuatu yang tidak dia rasakan dari pasangan kencannya yang lain, dari para succubus paling cantik, menawan, dan seksi sekalipun. Perasaan hangat ini menyenangkan, dan dia sangat candu pada hal tersebut.

Lagi. Lagi. Lagi.

Dia mendekati Jane sejak awal, karena ingin terus merasakan kenyamanan dan kehangatan dalam relung hatinya.

Asmodeus membalik tubuh Jane, membuat mereka berhadapan. Matanya dengan teliti menilai setiap inci wajah di depannya. Walau awalnya beranggapan bahwa penampilan Jane biasa-biasa saja—di bawah rata-rata malah—tetapi, sekarang dia merasa bahwa Jane sama indahnya dengan dia. Cara gadis itu tersenyum, garis di dekat bibir dan ujung matanya akibat terlalu banyak tersenyum, suara ketawa dan senyum lebarnya ketika sedang melakukan sesuatu benar-benar cantik. Bahkan dalam keadaan kesal pada Mammon, dia tetap menawan.

Tangan kiri Asmodeus merengkuh pinggang gadis tersebut, sementara yang kanan digunakan untuk mengelus pipi merah muda Jane. Avatar of lust mendekatkan wajah, merasakan napas hangat gadisnya menerpa kelopak mata. Suaranya sedikit serak ketika berkata, “Kau mengecup di tempat yang salah.”

---

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro