8. The Filling and Toping: Something wrongs
Aida menatap bosan pada manusia-manusia yang berkerumun di sekitarnya, jam tutup kafe sudah lewat 45 menit lalu, mereka sudah selesai membersihkan segala perkakas kafe sehingga mereka punya sisa waktu santai yang dimanfaatkan untuk mengintrogasi Aida.
"Kalau mau nanya ya nanya, kalau enggak minggir gitu." Aida mendorong muka Ridwan menjauh hingga ia bisa melihat televisi yang terpasang di dinding.
"Ini jaket Mas Kala kan?" Ridwan menunjuk jaket yang disampirkan di bahu Aida, Widya mengangguk sebagai balasan, Jamal yang biasanya sibuk ngelus-ngelus mesin kini ikutan mengangguk dengan penuh curiga.
"Ini kemaja Mas Kala." Widya menunjuk kemeja yang dikenakan Aida.
"Ini jaket Mas Kala juga kan," imbuh Jamal menunjuk jaket yang menyelimuti kaki Aida.
Ketiga pegawai itu memandang Aida dengan tatapan curiga, Ridwan bahkan mulai menarik turunkan alisnya dengan muka jahil yang membuat Aida ingin menonjok pria itu.
"Uhuk-uhuk." Aida sengaja pura-pura batuk, gadis itu bahkan memasang muka meledek sambil batuk yang jelas tidak mungkin dilakukan orang yang sakit sungguhan.
"Ini teh lemon yang katanya bagus buat batuk," ujar Kala sambil meletakkan gelas di hadapan Aida.
Ridwan mendecih karena gagal mendapatkan jawaban, Aida belum mengkonfirmasi jawabannya tapi si bahan ghibah alias Kala sudah datang, tentu saja topik tadi sudah tidak bisa dibahas lagi. Tiba-tiba saja ide jahil muncul untuk mengerjai teman-temannya.
"Pada mau nanya hal penting tuh, Mas." Aida menunjuk Ridwan dan Widya yang langsung kompak menggeleng.
"Nanya apa?" Kala menatap Ridwan yang langsung bangkit hendak kabur.
Sayangnya usaha itu gagal karena Jamal mencengkeram kerah belakang Ridwan dan memaksanya duduk kembali, harusnya Jamal yang lebih dicurigai karena cowok pendiam itu sering membantu Kala kalua sedang tidak mengelus mesin kopinya. Kala langsung meletakkan dua tangannya di belakang kursi, pria itu mencondongkan tubuhnya sambil merunduk sehingga tampak seperti memeluk Ridwan dari atas kursi.
"Mas, jangan di depan Aida. Nanti aja pas kita berduaan," sahut Ridwan sambil menyilangkan tangan di depan dada.
"Ewh!" Aida dan Widya kompak berseru sambil melempari Ridwan dengan tisu.
Aida mencoret-coret kertas memo, sesekali gadis itu memandang ke pintu seperti sedang menunggu seseorang. Dua minggu berlalu sejak ia pingsan setelah 'perjalanan' bersama Kala dan belum ada tamu VIP yang datang berkunjung ke kafe, setidaknya begitu yang Aida ketahui.
"Mbak, gabut," rengek Aida pada Widya yang tengah menonton drama dari ponselnya.
Widya tidak menoleh, ia hanya menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya dan menyuruh Aida mendekat. Aida akhirnya turun dari kursinya dan mendekati Widya, semenit dua menit ia akhirnya bosan lagi sementara Widya tetap fokus pada tontonannya.
"Gabut," ujar Aida yang kini berpindah ke meja bar, mencoba mencari hiburan lewat Jamal. Sayangnya usaha itu gagal karena Jamal sibuk meracik aneka minuman yang nantinya akan dimasukkan ke daftar menu. Ridwan sedang libur hari ini, hilang sudah satu hiburan Aida.
Akhirnya Aida kembali ke habitatnya di meja kasir, ia meletakkan kepalanya di atas meja sambil memanyunkan bibir.
"Kamu bengong lagi," ujar Kala yang kini berdiri di depan meja kasir.
"Saya lagi nggak mood bercanda sama Mas hari ini." Aida menutup matanya berharap Kala segera menjauh.
Sejujurnya Aida kesal dengan bosnya itu, tiba-tiba saja Kala melarang Aida untuk pergi ke ruang VIP bahkan ia tidak diberi tahu jika ada tamu yang datang, tentu saja Aida ngambek dengan bosnya.
"Ai, kamu percaya paradoks?" Kala kini bergeser ke samping Aida dan ikut merebahkan kepalanya di atas meja.
"Nggak tahu, Mas. Asal jangan beli macan sama dinosaurus aja udah senang saya." Aida memalingkan wajahnya.
Hampir aja gadis itu jantungan gara-gara wajah Kala yang terlalu dekat, Aida bahkan samar bisa merasakan hangat hembusan napas Kala.
Aida tahu sikapnya yang menolak bicara dengan atasan termasuk tindakan tidak sopan, hal ini harus ia lakukan karena sejak kejadian pingsan tempo hari ia merasa ada yang berbeda dengan caranya melihat Kala. Orang kaya gabut yang suka menghamburkan uang itu terlihat sedikit berkilauan di mata Aida.
Keheningan itu terputus saat terdengar lonceng yang digantung di atas pintu masuk kafe berbunyi. Aida segera bangkit dan merapikan penampilannya, ia harus menyambut setiap tamu dengan baik.
"Selamat datang di Naraya kafe," ujar Aida sambil tersenyum manis.
Seorang wanita dengan penampilan lusuh berdiri di depan Aida, begitu tatapan keduanya bertemu Aida terlonjak karena ia mengenali tamu di hadapannya.
"Bu Anin?" Aida tersenyum setelah menguasai diri, mulutnya gatal sekali ingin memeluk Anin yang terlihat lebih rapuh dari perjumpaan terakhir mereka.
Tiba-tiba saja Anin pingsan, Jamal langsung meninggalkan tempatnya dan mengendong Anin menuju ruangan Kala.
Sepuluh menit kemudian Anin terbangun, wanita itu langsung menangis sejadi-jadinya. Aida kebingungan dan hanya bisa memeluk wanita itu, setelah tangisnya sedikit reda Anin mengeluarkan jam berbentuk bulat dengan rantai emas dari sakunya.
"Saya gagal. Anak saya bahkan kabur dari rumah karena malu, kami menjadi korban KDRT, semuanya bahkan lebih buruk dari pilihan pertama. Di kehidupan kali ini saya bahkan tidak mampu mencukupi kebutuhan anak-anak, jangankan untuk pendidikan untuk makan pun saya hanya bisa pasrah. Saya sudah melepaskan segalanya untuk lebih mengabdikan diri pada suami tapi kenapa justru lebih buruk?" Anin melempar jam tersebut.
Kenangan tentang anaknya yang harus putus sekolah dan menangis karena dipukuli ayahnya terus terngiang di telinga Anin.
"Jadi apa keputusanmu kali ini?" Kala bertanya pada Anin yang terus terisak di pelukan Aida.
"Saya salah, saya salah mengharapkan dia berubah demi saya atau anak-anak. Tidak seharusnya saya menghancurkan diri saya demi laki-laki itu, anak-anak saya berhak bahagia dan mendapatkan ayah yang baik. Tolong kembalikan semuanya seperti sedia kala," ujar Anin sambil menatap Kala penuh permohonan.
Kala mengangguk lalu dengan satu jentikan jari tiba-tiba angin berhembus cukup kencang dan sekeliling mereka bergerak cepat. Satu per satu benda yang ada mulai berhenti bergerak dan kembali menampilkan pemandangan ruang keluarga seperti saat pertama Anin masuk ke ruang VIP. Jarum jas di ruang VIP kembali berputar ke arah kanan.
"Anakmu menikah satu minggu lagi, ada banyak hal yang harus diurus sebagai ibu pengantin." Kala mengambil kembali jam bundarnya dan memasukkannya ke dalam saku.
Anin mengangguk, ia memeluk Aida erat lalu membisikkan terima kasih sebelum akhirnya bangkit meninggalkan ruang VIP.
"Bukannya dia udah telat ke pernikahan anaknya, Mas?" Aida menyuarakan kegundahannya.
"Kata siapa?" balas Kala sambil memakan kue klepon yang ada di atas meja.
"Mas, saya lagi serius ini. Jangan makan mulu, dong." Aida menjauhkan piring berisi kue klepon dari jangkauan Kala hingga pria itu menatap Aida.
"Kamu pernah nggak udah masak sesuai resep dan takaran padahal itu menu sederhana tapi ternyata rasanya nggak sesuai ekspektasi kamu?"
"Hah?" Aida kebingungan dengan topik yang tiba-tiba dibawa Kala.
1 November 2023
Jumlah kata 1068
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro