4. The Fiiling and Toping
Aida baru selesai menghitung stok dapur yang baru datang, ia segera bergabung dengan teman kerjanya yang berkumpul di balik meja kasir.
"Ngomongin apaan?" Aida bertanya sambil mencomot klepon yang tersedia di meja.
Widya langsung menarik sebuah bangku dan meminta Aida untuk duduk, Ridwan memajukan tubuhnya siap memberikan info paling panas, sementara Jamal si tukang bikin kopi memang telinga sambil mengelus-elus mesin pembuat kopi.
Aida yang penasaran pun ikut memajukan tubuhnya, pekerja kafe Naraya itu saling tatap kebingungan, lalu sedetik kemudian terdengar irama merdu yang merusak kedekatan keempatnya.
"Siapa nih yang kentut?" Jamal yang paling kalem jadi manusia pertama yang mencak-mencak.
Widya menutup hidung lalu mengibas-kibaskan angin berharap bau kentut itu segera hilang, wanita itu terkejut melihat Aida yang kelojotan hampir keselek klepon. Dengan cepat Widya memeluk Aida dari belakang dan menghentakkan badan gadis itu, sesaat kemudian klepon yang sudah belepotan air liur meluncur ke atas meja kasir membuat kehebohan lain.
"Da? Da? Sehat? Aman? Ini berapa?" Ridwan mengangkat dua jarinya dan Aida langsung meninju perut pria itu.
Jamal menyerahkan air minum yang langsung ditengak rakus oleh Aida, sama sekali tidak ada ketenangan di kafe Naraya, kalau nggak bosnya ya anak buahnya yang cari perkara cuma pada nggak sadar diri aja.
Setelah insiden klepon tadi, Aida dipanggil Kala ke ruangannya. Kalau kata Ridwan, kemungkinan ini cuma modus pak bos yang kangen Aida, pemuda itu yakin hubungan Aida dan Kala layaknya drakor romantis yang kerap ia tonton bersama Widya, drakornya ditonton disela jam kerja dan pakai jaringan internet kafe pula. Untung bos mereka Kala yang banyak duitnya.
"Kenapa mukamu merah? Ada efek samping dari perjalanan tempo hari?" Kala menatap wajah Aida dengan khawatir.
"Perjalanan yang mana, Mas?" Aida balik bertanya mengingat dirinya sedang berbicara dengan Kala yang kadang nyambung ke mana-mana tapi lebih sering nggak nyambungnya.
"Omongan kamu ini yang bikin Ridwan makin seneng gosip, seolah-olah saya sering jalan sama kamu aja."
Kan, Aida merotasikan bola matanya. Dalam hati ia menghitung sampai lima sebelum mengeluarkan penjelasan untuk Kala.
"Kemarin saya muterin Jakarta nyari kopi yang kata Mas Kala enak, padahal Mas Kala sendiri nggak tahu belinya karena di kasih teman. Kemarinnya lagi saya ikut menemani klien VIP setelah naik motor nyelip sana-sini demi nyari pemasok bahan dapur rekomendasi teman Mas Kala. Terus saya juga muterin halte dan minimarket buat nyari-"
"Ternyata saya sering ngajak kamu pergi ya? Saya juga nggak nyadar." Kala memainkan hiasan meja berbentuk beruang yang kepalanya bisa goyang tuing-tuing kalau disentuh.
Aida masih melanjutkan mengomel lalu keluar dari ruangan Kala, sepeninggal wanita itu Kala tersenyum karena sudah memastikan perjalanan lintas waktu yang mereka lalui kemarin tidak menimbulkan efek samping terbukti dengan Aida yang masih sama galaknya, tidak tercemar debu-debu yang ada di pintu gerbang waktu.
Aida keluar dari ruangan Kala sambil menghentakkan kaki, Widya melambaikan tangan meminta Aida untuk bergabung duduk di salah satu meja.
"Ini kue dari mana sih, Mbak? Perasaan makan terus ini kita kerja di sini, aku lama-lama gendut ini." Aida mengomel tapi tetap menyuapkan sepotong kue tart ke dalam mulutnya.
Widya tersenyum saat melihat Aida berjoget kecil di tempat duduknya, sebuah gestur yang menandakan bahwa kue ini sesuai dengan selera gadis itu.
"Harusnya lo yang lebih tahu nggak sih? Ini kan dari Mas Kala bos kesayangan Aida itu." Ridwan menaik turunkan alisnya, menggoda Aida yang ia curigai memiliki hubungan romantis dengan Bos Kafe Naraya.
Aida mendecih, ia mengetukkan tangannya ke atas meja lalu ke kepala, dilakukan bolak-balik tiga kali sambil mengucapkan mantra tola bala.
"Amit-amit. Mas Kala tuh cuma bentukan luarnya aja baik, aslinya amit-amit." Aida bergidik mengingat tingkah ajaib Kala yang sering membuatnya emosi.
"Iya, deh. Si paling tahu dalamnya." Ridwan tidak juga menyerah, untung pemuda itu cepat bergeser karena Aida hampir mengoleskan krim ke wajah Ridwan.
"Ai, boleh mainan tapi jangan pakai makanan." Suara Kala yang tiba-tiba sudah berada di samping Aida.
"Tuh, Mas. Aida emang suka ngebully karyawan lain mentang-mentang dia yang pertama kerja." Ridwan kembali mengarang cerita karena tahu Kala tidak akan semudah itu percaya.
Sayangnya Ridwan lupa kalau bosnya ini Kala yang kadang nggak waras dan lebih banyak nggak nyambungnya.
"Jangankan kamu yang karyawan, saya yang bos aja dibully. Sepuh kan dia, " jawab Kala tanpa merasa berdosa.
Ridwan bertepuk tangan sambil terbahak-bahak, Widya lekas menahan Aida yang hendak mencolok bos dan rekan kerjanya itu dengan garpu yang tadi ia gunakan untuk makan kue.
"Makasih kuenya, Mas." Widya berusaha mengubah topik pembicaraan.
Kala mengangguk lalu memakan kuenya, pria itu melirik Jamal yang makan dengan ekspresi datar.
"Kenapa, Mal? Bukannya mesin kopi yang ini udah bagus?" Kala bertanya perhatian, mungkin hari ini pria itu lupa nggak isi ulang stok mager jadi cukup rajin untuk perhatian sama karyawannya.
"Enak, Mas. Cuma krimnya kemanisan, saya lebih suka yang ini. Asem manis gitu rasanya." Jamal menunjuk kue sus dengan isian yang mengandung campuran lemon. Tersangka utama banyak pelanggan kafe yang tertipu hari ini, beberapa pelanggan membeli kue lemon tersebut karena penampilannya yang lucu tapi ternyata rasanya terlalu asam.
"Ngomongin kue, menurut kalian lebih enak kue dengan isian kayak kue lemon itu atau kue yang mementingkan penampilan kayak si tart ini?" Kala balik bertanya dengan serius.
Wajah keempat pegawainya itu langsung berpikir keras, Kala menunggu mereka memberikan jawaban sambil terus menikmati kuenya. Memang serba salah karyawan Naraya, tuh. Bosnya nggak mikir mereka bingung, sekalinya diajak mikir bos mereka makin bingung.
"Nggak bisa pilih dua-duanya, Mas?" Ridwan memberikan tanggapan.
"Kalau mau dua-duanya ya kenapa harus milih? Disuruh milih kan karena cuma boleh ambil salah satu." Kala memotong kue lagi.
Ridwan dan Aida langsung saling pandang, keduanya setuju kalau kue itu enak tapi ini sudah potongan kelima. Seperti tahu isi pikiran masing-masing, keduanya sepakat setuju bahwa Kala kayaknya kelaparan.
"Saya mah pilih yang pasti-pasti aja, Mas. Kayak klepon tadi, udah pasti dalamnya manis." Widya menyahut sambil meraih klepon yang masih tersisa.
"Perasaan kue klepon nggak ada masuk di pilihan." Kala protes dengan jawaban Widya.
Mendengar jawaban Kala, Aida langsung menyahut sambil mendongkol. "Tadi nanya udah di jawab salah, nggak dijawab salah. Siap serba salah, Mas."
Kala hendak menyahut tapi bel lonceng di atas pintu berbunyi, seorang wanita masuk ke kafe dan berjalan menuju kasir.
Jumlah kata 1025
16 Oktober 2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro