36. Hollow Promise 💐
Sebelum membaca, izinkan aku minta maaf karena membiarkan cerita ini hiatus lama. Aku sedang menyiapkan penelitian untuk studi S3 dan itu butuh fokus yang tinggi. Kalian pasti bosan karena menunggu sangat lama, tapi coba bayangkan, kandidat PhD mana yang masih sempat menulis cerita di Wattpad?
Aku tidak minta kalian menunggu, tapi kuharap kalian mengerti dan menghargai kesibukanku di dunia nyata. Jadi selamat membaca. Chapter sebelumnya masih terbuka bagi yang sudah lupa jalan ceritanya ;) ;) ;)
🔱Καλή ανάγνωση🔱
.
.
.
Bagi Ares, kehormatan dan reputasinya ditentukan oleh kemampuan menguasasi pertempuran, dengan jalan apa pun. Masa bodoh soal aturan perang. Bagaimana pun keadaannya, yang menang akan tetap jadi pemenang sedangkan yang kalah adalah pecundang.
Meski prinsip tersebut membuatnya dijuluki sebagai Dewa "Kaganasan" Perang, Ares sebenarnya tidak begitu peduli. Toh, yang dibutuhkan oleh mereka-para dewa adalah pengakuan. Selagi orang-orang tunduk dan takluk kepadanya, julukan apa pun tidak menjadi persoalan. Jika saja Zeus tidak senang mengecam dan membandingkannya dengan Athena, mungkin Ares masih berbesar hati tinggal di Olympus dan menyandang gelar tersebut dengan bangga.
"Sampai kapan orang tua tidak tahu diri itu mengirim spam!" Ares mengumpat Ketika seorang pelayan mengusik kesibukannya mengasah senjata dengan membawa secarik surat dari Zeus.
Tidak. Ini bukan anger issue atau semacamnya. Ares bukan ingin mempermasalahkan sesuatu yang kecil seperti perkara surat-menyurat yang tidak penting ini. Namun, sejak kemarin surat dari Zeus terus berdatangan tanpa henti sampai memenuhi tong sampahnya.
"Kau sudah tahu itu harus berakhir di mana!" jawab Ares tidak senang. "Bila tong sampah penuh, buang saja ke tungku pembakaran!"
"Tetapi Tuanku, sepertinya ada sesuatu yang penting." Sang pelayan meneguk ludah, berharap pedang di tangan Ares tidak melayang ke arahnya.
"Jika ada sesuatu yang penting, dia tidak akan mengirim surat dengan konyol seperti ini! Dia bisa datang sendiri dan berbicara langsung padaku!" Ares berdiri dengan gusar, membuat pelayannya meringkuk spontan. "Bakar surat itu atau kau yang akan menjadi gantinya!"
Sang pelayan buru-buru membungkuk dan meninggalkan Ares dalam gudang persenjataannya. Suara langkahnya yang gaduh dan mengganggu telinga sempat memantik emosi Ares, tetapi kali ini ia mendiamkan saja.
Dia bisa datang sendiri dan berbicara langsung padaku!
"Kenapa aku seolah-olah mengharapkan kedatangannya?"
Ares menghempaskan tubuhnya di kursi. Pandangannya menyapu tiap sudut gudang yang dipenuhi dengan senjata. Hanya dengan menghirup aroma campuran minyak dan logam yang kuat di sana, energi untuk menguasai peperangan kembali membara dalam dirinya. Sayang, belum juga perasaannya membaik, pelayan tadi kembali mengetuk pintu dan muncul dengan wajah pucat.
"Tu-tuan, ada kabar mengejutkan dari penjaga gerbang istana."
Ares mengernyit. Ia tidak pernah menerima tamu secara khusus dan tidak ada orang yang punya cukup nyali untuk bertamu ke istananya. "Ada apa!" gertaknya tidak senang.
"De-dewi Athena ingin bertemu dengan Anda."
"Athena?"
Kemurkaan di wajah Ares berganti menjadi keterkejutan. Segera ia meninggalkan gudang persenjatannya menuju halaman istana.
Apa mungkin Athena sedang merencanakan perang? Tetapi dengan mendatangi istanaku? Bukankah itu terlalu gegabah?
Tangan Ares terkepal. Dipikirannya terlintas berbagai spekulasi kedatangan Athena yang begitu tiba-tiba. Namun, tidak satu pun praduganya yang terbukti ketika pintu gerbang terbuka dan menampakkan sang Dewi Kebijaksaan seorang diri. Tidak ada bala tentara atau pengawal lain yang mengiringinya.
"Tipu daya macam apa ini!"
Ares berdecak begitu beradu tatap dengan Athena, tetapi pantang baginya merasa gentar di rumah sendiri. Ares yakin kecerdasan Athena sekali pun tidak akan mampu memetakan tata letak istana. Maka dengan penuh keangkuhan sebagai mana biasanya, ia bersedekap dan mengangkat dagu.
"Aku tidak menyangka akan kedatangan tamu dari Olympus," ujar Ares sembari mengangkat sebelah tangan ke udara, memberi isyarat bagi pasukannya yang memasang posisi siaga untuk menurunkan senjata. "Sayang sekali, aku tidak terbiasa memberi jamuan yang manis."
"Dan aku tidak mengharapkan jamuan apa pun. Aku datang atas perintah ayah, bukan urusan pribadi."
Athena melangkah masuk ke dalam istana Ares dengan hati-hati. Sudut matanya mengerling sekilas ke segala penjuru. Benteng yang tinggi menjulang, bendera perang yang berkibar, serta lapangan luas yang menampilkan pemandangan panoramik dari medan tempur benar-benar mencerminkan jati diri seorang Dewa Perang. Rupanya Ares membangun istananya bukan hanya untuk bersenang-senang di luar pengawasan ayah mereka.
"Apa Zeus terlalu pusing mengurusi wanita selingkuhannya sampai salah mengirimmu sebagai pembawa pesan?" Ares tersenyum sinis.
"Tentu saja tidak. Ini adalah pesan penting yang hanya bisa disampaikan olehku. Dan lagi, bila kau mencari Hermes, dia sedang ditugaskan untuk melawan raksasa." Athena berdeham halus. "Bukan hanya Hermes sebenarnya, tetapi Artemis dan Apollo juga."
Mata Ares memicing pada Athena. "Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan."
"Para raksasa keturunan Gaia bangkit dan memberontak di bumi." Melihat Ares menekuk dahi, Athena segera melanjutkan. "Aku tidak punya banyak waktu. Pasukanku menunggu untuk berperang. Jadi kuharap kau mengerti maksud kedatanganku di sini."
Ares mendengkus. Sesungguhnya ia mengerti ke mana arah pembicaraan Athena, tetapi mengingat Zeus yang selalu memandangnya sebelah mata, ia menampik harapan tersebut. "Apa kau ingin pamer sekarang? Bahwa Zeus lebih mengandalkanmu sebagai panglima perang melawan raksasa?"
"Aku tidak akan membuang waktuku hanya untuk melakukan hal yang sia-sia. Lagi pula, aku tidak membutuhkan validasimu." Athena menghela napas. "Kau tidak bodoh untuk memahami perintah ayah, Ares."
"Perintah?" Ares tertawa ringkih. "Menurutmu mengapa aku harus menuruti perintahnya?"
Athena yang hendak memutar badan menahan langkahnya dan kembali menoleh. "Kau harus menurutinya atas dua alasan."
"Yaitu?"
"Pertama, kau adalah Dewa Perang yang menguasai pertempuran." Athena membiarkan tatapannya beradu dengan iris sewarna amber yang membara di mata Ares. "Kedua, sebab itu artinya ayah mengandalkanmu kali ini."
💐💐💐
"Yang Mulia Hades!" Ayunan tangan Persephone semakin kuat ketika melihat Hades menuruni undakan menuju halaman depan istana. Langkahnya dipercepat, menyambut tangan Hades yang terentang.
"Dewiku sudah kembali," Hades mengangkat tubuh Persephone dan mendekap erat sang dewi. Wangi bunga yang menguar saat Persephone berlari girang ke arahnya membuat perasaan Hades semakin karuan. Hades tahu, ia tidak akan pernah siap melepas Persephone.
"Kapan Yang Mulia Hades kembali?" tanya Persephone saat Hades menunduk dan menyatukan kening di dahinya.
"Panggil aku Hades, Persephone." Hades menyentuhkan ujung jarinya di hidung Persephone. "Bukankah sudah kukatakan padamu untuk menyebut namaku saja?"
"Tetapi orang lain bisa mendengar kita," kilah Persephone. Memanggil Hades tanpa gelar di tempat umum jelas melanggar tata krama. "Bagaimana pun, kau adalah raja."
"Dan bagaimana pun, kau adalah ratu. Semua orang juga tahu itu."
Persephone mengerutkan bibir. "Aturannya tidak begitu."
"Aku yang membuat aturan di sini, Persephone. Jadi jangan khawatir." Hades menepuk kepala Persephone lalu menggenggam tangannya. "Aku baru saja tiba dan ingin menjemputmu. Kemarilah."
Persephone tersentak, tetapi lantas terkekeh saat tiba-tiba Hades menarik tangannya dan berlari-lari kecil menuju pelataran istana. "Hades, ada apa ini?"
"Bukankah kau sering melakukannya? Berlari-lari kecil sambil mengayunkan tangan seperti ini?"
Meniru kebiasaan Persephone, Hades mengayunkan tangan sang dewi dalam menggamannya. Begitu tiba di pelataran, ia mengambil tempat di sebuah bangku yang menghadap pada kolam air mancur. Persephone menghiasinya dengan beragam tanaman berdaun lebar yang mengapung di permukaan.
"Duduklah di sini." Hades menepuk paha sambil meraih tubuh Persephone agar duduk di pangkuannya. Sembari menunggu sang dewi mencari posisi yang nyaman, tangannya sibuk merapikan rambut panjang Persephone agar tidak menghalangi pandangan. "Kau kelihatan sangat senang. Apa kau menikmati harimu di padang Elysian?"
Persephone memainkan tepi jubah Hades dengan jari. "Sebenarnya aku senang karena kau sudah kembali," katanya seraya menatap Hades yang membolakan mata.
"Apa kau sedang menggodaku, Dewi?" Hades menunduj dan menyatukan keningnya dengan Persephone.
"Tidak, aku bersungguh-sungguh!" Persephone tersenyum geli. "Aku berkeliling di labirin. Aku juga bertemu dengan para arwah yang baru tiba. Namun, aku akan merasa lebih senang bila kau ada bersamaku di sana."
Tatapan Hades melembut seketika. Bila Persephone tahu bahwa mereka harus berpisah, dewi yang selalu menatapnya dengan penuh pengharapan itu pasti akan sangat bersedih. "Aku pun berharap bisa lebih sering menemanimu di sana, Persephone."
"Tidak apa-apa. Aku mengerti kau memiliki tanggungjawab yang besar." Persephone mengulurkan tangannya yang halus dan menyentuh wajah Hades. "Berada di sisimu seperti ini sudah membuatku bahagia."
Hades terhenyak. Kalimat tulus Persephone justru membuat hatinya semakin terluka. Namun, ia menahan diri untuk tidak menumpahkan emosinya di sana. Tidak di hadapan Persephone yang lebih-lebih akan terluka bila mengetahui kenyataan yang akan memisahkan mereka.
"Hades, ada apa?" Persephone memiringkan kepala. Tidak biasanya Hades melamun.
"Tidak ada apa-apa." Hades menggeleng, mencoba menyembunyikan kesedihannya dengan mengalihkan pembicaraan. "Jadi, apa yang kau lakukan di labirin sepanjang hari tanpa pengawasanku?"
Persephone kembali tertawa saat Hades menggelitik pinggangnya. "Aku hanya memeriksa pohon delima dan mengawasi arwah yang masuk."
Kening Hades terangkat. Pertemuannya dengan Zeus membuat ia terlupa pada pohon delima ajaib yang ditumbuhkan Persephone. "Begitukah? Apa kau sudah menemukan rahasianya?"
Persephone terdiam sebentar sebelum menjawab dengan gelengan kepala. Sejauh ini belum ada satu pun arwah yang berhasil mencapai pusat labirin. Persephone ingin memastikan hipotesisnya sendiri sebelum memberi tahu Hades. Lagi pula, ia punya banyak waktu untuk menunggu keseimbangan populasi arwah tercapai.
"Tidak apa-apa, Persephone. Apapun itu, tidak masalah. Jadi jangan memaksakan diri. Bagaimana pun, kau telah menciptakan pohon yang indah." Hades mengusap kepala Persephone. Yang ia tahu, Persephone belum bisa memaknai kekuatannya sendiri. Sayangnya, tidak banyak waktu untuk menunggu kekuatan itu bangkit sepenuhnya, pun untuk mencari tahu bagaimana caranya.
"Ya. Aku mengerti." Persephone menahan napas sejenak. Jemarinya yang lentik bermain di dada bidang Hades yang terbuka. "Tetapi sebenarnya ada hal lain yang ingin aku tanyakan padamu dan kuharap kau berkata jujur."
"Apa itu, Dewiku?" Hades mengusahakan senyum, meski dadanya berdebar kencang. Hades khawatir Persephone mengetahui kegelisahannya. "Katakan saja."
"Di padang Elysian tadi aku bertemu Minthe."
"Minthe?" tanya Hades dengan hati-hati. Ia jelas mengenal Minthe. Nimfa tersebut seringkali bertugas sebagai pelayan di istananya. "Apa yang terjadi? Apa yang dia katakan padamu?"
Persephone menggigit bibir. Meski di hadapan Minthe ia berusaha bersikap tegar, tetapi matanya tetap berkaca saat menceritakan semuanya kepada Hades. Bagaimana Minthe mengikutinya, sampai ia nyaris membuatnya ditelan oleh dinding labirin.
"Minthe berkata bahwa dia dulu cukup dekat denganmu. Apa benar seperti itu?"
Hades menghela napas panjang. Dari laporan yang ia terima dari Thanatos maupun tengkorak penjaga pintu istana, beberapa nimfa masih belum terbiasa dengan Perspehone di awal kedatangannya. Hades berpikir itu hal yang wajar dan para nimfa mulai berbaur dengan Persephone saat merayakan hari pernikahan mereka. Namun, sepertinya Minthe tidak demikian.
"Persephone, lihat aku." Hades mengangkat dagu Persephone yang memalingkan wajah darinya. "Minthe adalah pelayan istana dan hanya sebatas itu. Tidak ada orang yang berani mendekat padaku dan aku pun tidak pernah mengizinkan itu."
Penjelasan hades belum membuat Persephone tenang. Dewi bunga tersebut tetap mencibir sedih. "Tetapi mendengarnya berbicara seperti itu membuatku merasa tidak nyaman. Seolah-olah ada bagian dari hidupmu yang tidak pernah aku ketahui."
Hades lantas tertawa. Wajah Persephone yang merengut karena cemburu membuatnya terhibur hingga sejenak terlupa pada perjanjiannya dengan Zeus. Dengan penuh kasih, didekapnya Persephone yang bersandar di pundaknya.
"Dewiku, dengarlah. Tidak peduli berapa lama waktu berlalu sampai kita bertemu, sisa hidupku adalah milikmu. Maka bila ada orang yang akan menghabiskan waktu lebih lama bersamaku, itu adalah dirimu." Hades berbisik di telinga Persephone. "Lagipula, bagian mana dari diriku yang diketahui orang lain lebih dari yang kau tahu? Bukankah kau yang mengetahui segalanya bahkan hal yang tersembunyi seperti-"
"Ha-Hades!" Persephone berjengit. Spontan, tangannya membekap mulut Hades. "Jangan katakan itu di sini!"
Tidak kuasa menahan diri melihat berapa menggemaskannya raut wajah Persephone, Hades mendekap sang dewi lebih erat lagi. "Aku mengerti kegelisahanmu, Persephone. Namun, kau tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Hanya kau satu-satunya istriku dan akan terus seperti itu. Kau mengerti?"
Persephone menilai reaksi Hades. Setelah berpikir beberapa lama, ia menjawab dengan anggukan lambat, tetapi masih memanyunkan bibir. Hades hanya menghela napas diiringi senyum kecil.
"Baiklah. Kalau begitu katakan apa yang bisa aku lakukan untuk membuatmu tenang."
"Aku ingin kau berjanji untuk tidak memeluk perempuan lain selain aku."
"Seperti sekarang ini?" Tangan Hades menyusup di punggung Persephone. "Tentu saja."
"Dan tidak mencium wanita lain juga."
"Aku berjanji," jawab Hades tanpa ragu sebelum mengecup singkat bibir Persephone.
"Dan juga tidak ...."
Hades mengangkat alis. "Ya?"
Persephone meringis, tidak tahu harus bagaimana mengutarakan maksudnya. Setelah menatap ke sekeliling, ia membisikkan sesuatu di telinga Hades yang langsung terkekeh.
"Kau ingin melakukannya?" Hades mengerling jahil. "Di sini?"
"Tidak! Aku tidak ingin melakukannya di sini!" Persephone menggeleng kuat. "Maksudku, aku tidak ingin melakukannya!"
"Bagaimana jika aku sangat menginginkan itu?"
"Ti-tidak bisa sekarang!" Persephone bergidik saat napas Hades menyapu tengkuknya. "Aku harus bersiap-siap dulu!"
"Begitukah?" Hades membiarkan Persephone menjauhkan diri saat mendengar suara kepakan sayap Thanatos yang semakin mendekat. Hades tahu harus menahan diri dan menjalankan rencananya. "Baiklah, kalau begitu bersiaplah sebaik mungkin untukku."
Dengan terburu, Persephone turun dari pangkuan Hades. Sebelum beranjak, mendongak kembali pada sang suami, memastikan Hades tidak merasa keberatan dengan penolakannya.
"Hades, apa ada sesuatu yang salah?" Persephone mengusap lengan Hades begitu mendapati Hades menatapnya sendu. "Apa kau tidak senang karena aku merasa cemburu?"
Hades mengusahakan senyum dan menepuk pundak Persephone. "Itu tidak mungkin, Persephone. Aku mengerti apa yang kau rasakan. Sebab aku pun merasakan hal yang sama. Jangankan memeluk atau berbuat lebih, membayangmanmu memikirkan pria lain saja sudah membuatku cemburu."
"Be-begitukah?"
Hades mengangguk. "Kau tahu? S
Dibandingkan semua pria yang mendambakanmu, aku lebih takut pada satu hal."
Persephone menggeleng. "Apa itu?"
"Perasaanmu." Hades menahan napas saat mata biru Persephone menyorot padanya penuh tanda tanya. "Aku takut perasaanmu padaku akan berubah. Sebab aku bisa menghancurkan apa pun, tapi tidak dengan hatimu."
"Hades, kenapa kau mengatakan hal yang seperti itu?" Persephone berjinjit, berusaha menggapai pundak Hades. "Perasaanku padamu tidak akan berubah."
"Sungguh?"
"Sungguh. Aku akan selalu mencintaimu." Persephone mencium singkat pipi Hades lalu menenggelamkan tubuhnya dalam rengkuhan sang penguasa Dunia Bawah. "Aku akan berada di sisimu selamanya."
Kalimat terakhir Persephone berdengung di telinga Hades berulang kali. Bahkan saat sang dewi berlari-lari kecil menuju pintu istana sambil sesekali berbalik menatapnya.
"Aku akan menunggumu di kamar kita!"
Persephone berujar tanpa suara, tetapi Hades mampu membaca gerak bibirnya. Tangannya ikut bergerak, membalas lambaian Persephone. Sang dewi tersenyum manis kemudian menghilang di balik pintu istana. Tanpa tahu bahwa sepeninggalnya, Hades harus menunduk selama beberapa saat untuk menyembunyikan matanya yang berkaca.
💐💐💐
Thanatos mulai terbiasa dengan perlakuan Hades pada Persephone yang lembut dan penuh kasih, jauh dari kepribadiannya sehari-hari sebagai seorang raja yang tegas dan anti-toleran.
Kali ini Thanatos pun menjumpai hal yang sama, ketika ia kembali dari sungai Lethe dan mendapati raja dan ratu Dunia Bawah tersebut saling berpelukan dengan mesra. Prasangkanya akan perintah Hades untuk membawa air sungai Lethe sempat mereda, sebelum Hades memberi tahymu sendiri alasannya.
"Me-mengembali Yang Mulia Ratu?" Thanatos terkejut bukan main. Hades tidak pernah salah dalam berkata sehingga ia mengharap ada sumbat yang membuat telinganya mampat. "Ini mustahil. Pendengaran saya pasti keliru."
"Kau tidak salah dengar, Thanatos. Persephone harus kembali." Seperti sudah menduga reaksi Thanatos, Hades membuang napas perlahan. "Ini adalah cara terbaik untuk mencegah para Titan bangkit dan menguasai bumi."
Thanatos menenguk, membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Hades telah menjelaskan inti pertemuannya dengan Zeus dan situasi di bumi saat ini. Namun, ia tidak percaya Hades ingin mengembalikan Persephone pada Demeter.
"Yang Mulia, pikirkan keputusan Anda sekali lagi!" Thanatos mengatupkan sayapnya dan berlutut di hadapan Hades. "Jika perang Titan kembali terulang, saya bersumpah akan berada di sisi Anda sampai pertarungan berakhir. Kita akan menang dan Anda tidak perlu mengembalikan Yang Mulia Ratu!"
"Aku mengerti kesetiaanmu, Thanatos. Namun, tidak ada yang tersisa dari perang selain penderitaan. Aku telah menyiksakan banyak jiwa yang hancur karenanya. Setiap kemenangan dibayar dengan darah dan air mata.Tidak ada pemenang sejati dalam perang, yang ada hanya korban."
Thanatos mengerutkan alis, tak puas dengan jawaban Hades. "Tetapi Yang Mulia, Anda bisa mengumpulkan bala tentara yang bisa menghancurkan para Titan. Mereka adalah pasukan berani mati yang tidak gentar berperang. Bila Zeus tidak menginginkan hal tersebut untuk melindungi Olympus dan keturunannya, kita bisa mengambil alih dan memperluas kekuasaan."
Hades mengamati Thanatos yang masih tampak tidak terima. Ia tahu bagaimana Persephone sangat dicintai oleh para bawahannya. Ker dan Erinyes yang tidak ramah pun senang berada di dekatnya.
"Jika aku menginginkan kekuasaan, aku sudah mendapatnya dari dulu. Aku hanya ingin melindungi Persephone dan menjaga keamanan dunia ini beserta segala isinya," kata Hades seraya menuruni tangga dan berdiri di hadapan Thanatos. " Di masa lampau, Titanomakhia membawa penderitaan yang luar biasa dan aku tidak ingin Persephone menyaksikan hal tersebut, bahkan bila aku bertahan sebagai pemenangnya."
"Bagaimana dengan Yang Mulia Ratu?" Thanatos mengangkat kepala, memberanikan diri menatap Hades. "Dia sangat mencintai Anda. Apa Anda ingin memintanya meninggalkan dunia ini?"
Thanatos mendapati Hades terdiam. Sorot matanya yang suram semakin menggelap saat ia menggeleng dan menjawab dengan suara rendah yang penuh beban. "Tidak. Persephone masih terlalu muda untuk mengerti urusan dunia."
"Lalu, apa rencana Anda?" tanya Thanatos cemas. "Apakah Anda tetap akan memaksanya kembali ke bumi?"
Hades menggeleng sekali lagi, kali ini dengan ekspresi yang lebih serius. "Aku telah memikirkan sebuah solusi."
Thanatos mengikuti pandangan Hades yang tertuju pada cawan berisi air yang diambilnya dari sungai Lethe.
"Aku akan memberinya air sungai Lethe agar Persephone bisa melupakan segala hal tentang dunia ini." Suara Hades bergetar. "Dengan begitu, Persephone bisa kembali ke bumi tanpa beban. Aku tidak ingin membuatnya bersedih dan bertengkar dengan Demeter saat ia kembali."
Thanatos terkejut dan serta merta menunjukkan ketidaksetujuan. "Anda tidak bisa melakukan itu! Menghapus ingatan Yang Mulia Ratu bukanlah solusi. Itu adalah pelarian dari kenyataan dan penderitaan."
"Kenyataannya lebih rumit dari yang kau kira, Thanatos." Hades menepuk dirinya. "Aku pun tidak akan pernah siap melepaskan Persephone. Kau tidak berpikir bahwa aku membuat keputusan ini tanpa berpikir panjang, bukan? Bila kau saja merasa tidak terima, menurutmu bagaimana perasaanku saat ini?"
Thanatos tidak menjawab. Ia jarang sekali melihat Hades terluka. Namun sekali ini, kerut samar di dahinya yang tertekuk cukup menggambarkan bahwa kekhawatirannya masih tidak ada apa-apanya dibanding Hades. "Namun Yang Mulia, mengapa harus Anda yang berkorban?"
"Seorang pemimpin harus berani membuat keputusan yang sulit. Meski aku sendiri berpikir tidak sanggup menjalaninya, tetapi itulah tugasku. Aku dan seisi dunia ini mungkin akan kehilangan Persephone untuk sementara. Namun, perang akan membuat mereka kehilangan banyak hal untuk selamanya."
Thanatos mendesah pasrah. "Saya mengerti. Saya hanya menyayangkan kenangan yang Anda miliki. Yang Mulia Ratu, meski mungkin tidak akan mengetahuinya, pasti akan sangat kehilangan."
Hades membenarkan Thanatos dalam diam. Baginya, tiap detik sejak ia bertemu Persephone di Sisilia adalah kenangan yang berharga. Membuat Persephone mengenal dan mencintainya pun bukan hal yang mudah.
"Lethe tidak menghapus ingatan tanpa alasan. Kami membuat perjanjian saat regulasi dunia ini dimulai. Pada saatnya nanti, Persephone akan mengetahui semuanya."
"Apa Anda yakin?"
"Tidak ada yang tahu pasti. Namun, kuharap begitu." Hades berdeham, menepis keraguan dalam dirinya. "Jika situasi sudah pulih kembali, aku akan datang menjemput Persephone sebagai pria sejati. Dengan begitu, Demeter tidak lagi menganggapku menculik putrinya."
Thanatos mengambil posisi tegak kembali saat Hades memutar badan. "Bagaimana bila Zeus tidak menepati janjinya?"
"Maka akan kuhancurkan apa pun yang menghalangiku untuk membawa istriku kembali. Termasuk dia dan kerajaannya."
Selepas berkata demikian, Hades membawa cawan berisi air dari sungai Lethe dan meninggalkan ruang kerjanya. Di kamar mereka, Persephone yang sedang menyisir rambut serta-merta menyambutnya dengan senyum merekah.
Hades mengulurkan tangan, menuntun Persephone ke tempat tidur mereka sambil menghujani sang dewi dengan belaian penuh kasih.
Malam ini akan menjadi malam terakhirnya dengan Persephone dan Hades ingin memberi perpisahan yang manis. Meski ia tahu bahwa ketika terjaga nanti, Persephone sudah tidak mengingat apa pun lagi tentang ia dan dunianya.
🔱🔱🔱
TBC
Thankyou for reading. Aku tidak tahu kapan bisa update lagi, jadi tolong tidak usah bertanya apalagi sampai komen yg menyudutkan. Jujur aku menahan diri untuk tidak membuka notifikasi karena beberapa komentar justru membuat semangatku menulis semakin menyurut.
Aku menghargai apresiasi kalian bila kalian juga menghargai waktu yang kusempatkan untuk menulis di sela kesibukanku.
Fully love, Kireskye
💐💐💐
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro