3. Springtime 💐
🔱Καλή ανάγνωση🔱
Psykhopompos adalah gelar penghargaan yang dimiliki Hermes sebagai pemandu arwah. Salah satu tugas krusial yang mengangkat pamornya sebagai seorang Olympia, selain sebagai pembawa pesan dewa. Bahkan sebagai penyambung urusan Dunia Atas dan Dunia Bawah, Hermes adalah satu dari sedikit dewa yang diberi hak prerogatif untuk bisa keluar-masuk domain Hades dengan bebas.
Hermes menghela napas ketika puncak gerbang utara dunia bawah mulai terlihat. Gerbang tersebut adalah jalan masuk roh menuju Alam Kematian. Sebelum ini, mereka telah mengarungi samudra Oceanos dan melintas di depan gerbang timur tempat istana Helios berdiri.
Hermes sempat mengintip ke dalam kastel megah yang dibangun oleh Hephaestus, anak tertua Zeus dan Hera yang punya pekerjaan sampingan sebagai kuli bangunan. Saat itu Hermes mendapati Helios sedang mengadakan briefing untuk serah-terima tugas dengan Eos, dewi fajar dengan kuku panjang kemerahan yang melukis semburat jingga di horizon.
Setiap hari, Eos terbang melintasi langit untuk menebarkan embun pagi kemudian membuka gerbang istana untuk Helios. Di penghujung senja kelak, Helios kembali bertukar shift dengan Selena–sang dewi bulan yang menerangi angkasa di malam hari. Sungguh kerja sama kakak-beradik yang sempurna.
Sudut bibir Hermes yang mengulas senyum kembali membusur ke bawah, menyadari betapa tidak akurnya mereka sebagai keturunan Olympia–kecuali si kembar Artemis dan Apollo. Belum lagi kemurkaan Hera yang terus menaruh curiga pada Zeus. Sungguh, Olympus tidak sedamai yang orang-orang kira.
"Tujuan kalian berada di depan sana." Hermes menunjuk gerbang Underworld sambil berujar pada para arwah yang terlihat gentar. Kerykeion dalam genggamannya disampirkan ke samping badan. Tongkat yang ia peroleh dari hasil barter Lira dengan Apollo tersebut berfungsi sebagai penunjuk arah bagi para arwah untuk mengikutinya sampai ke pintu masuk Dunia Bawah, tempat mereka berdiri sekarang.
Bunyi gerbang besi yang berdecit memekakkan telinga membuat sekumpulan arwah di belakang Hermes berjengit. Wajah pucat mereka kini nyaris memutih melihat panorama Alam Kematian yang gelap dan berselimut kabut. Belum jauh mereka melangkah masuk, jeritan pilu yang menyahut samar-samar dari lubang neraka kembali menghantui.
Hermes hanya bisa membuang napas melihat roh yang baru terlepas dari raganya itu gemetar ketakutan. Andai kata saat ini mereka mendapat nyawanya kembali, Hermes yakin parah arwah tersebut akan mati dua kali.
Kabut pekat memudar perlahan seiring riak air yang terdengar semakin jelas, menampakkan lautan arwah di tepi sungai Akheron yang berlomba-lomba menaiki perahu untuk menyeberang. Mereka saling berebut dan menyikut satu-sama lain untuk mencapai bibir perahu. Akan tetapi, hanya roh yang mampu membayar dengan sekeping koin perak yang mendapat izin untuk naik.
Hermes mengedarkan pandangan pada beberapa arwah yang terduduk lesu di pinggir sungai. Mereka tampak kehilangan harapan untuk menerobos kerumuman, atau mungkin telah mencoba ribuan kali tetapi gagal terus. Dari penampilan mereka yang lusuh, Hermes menduga bila arwah-arwah tersebut berasal dari keluarga miskin sehingga tidak dimakamkan sebagaimana mestinya. Miris memang, tetapi kesenjangan sosial juga terjadi di alam kematian.
"Hanya yang bisa membayar dengan obolos yang boleh ikut!" hardik seorang pria bercawat di atas perahu sambil mengayunkan kayuh, mengusir arwah yang berusaha berpegangan pada badan perahu. Kharon, nama pria itu.
Nahas, roh-roh yang tidak mengindahkan peringatan Kharon jatuh ke dalam sungai Akheron yang gelap dan beracun. Menyaksikan itu, para arwah yang baru tiba beridik ngeri. Air sungai yang meluap ke permukaan memaksa mereka mundur perlahan.
Hermes meringis. Sungai Akheron adalah sungai rasa sakit. Konon, sungai tersebut menghitam akibat pembersihan dosa dari roh manusia yang jatuh ke dalamnya. Sayangnya, menunjukkan simpati pun tidak akan mengubah apapun saat ini. Manusia tetaplah manusia. Bahkan bila para Morai yang memintal benang kehidupan memberi mereka umur panjang, kesempatan hidupnya belum tentu dipergunakan dengan baik. Lagipula, Hermes tidak siap kehilangan pekerjaannya yang istimewa dan mengalami kemunduran karir.
Mengabaikan kerusuhan yang terjadi, Hermes mengambil jalan putar menuju Erobos yang tertutup kabut pekat. Sejatinya, tugas Hermes sudah berakhir saat seluruh arwah melintasi gerbang dan masuk ke dunia bawah. Namun, demi janjinya pada Persephone, ia harus menemui seseorang.
Hermes berhenti tepat di persimpangan hutan gelap. Sembari menunggu, ia mengamati sekelompok arwah bajak laut yang mondar-mandir dengan air muka masam.
"Kapal kita tidak mungkin karam!" seru salah seorang perompak bertopi dengan sebelah mata tertutup perban. Setelan beludru usang berlapis mantel kulit yang sudah koyak sana-sini membuat Hermes menarik kesimpulan bila pria berbadan kekar dengan janggut lebat tersebut adalah kapten kapal. "Kita sudah mempersembahkan kuda untuk dewa Poseidon sebelum berlayar!"
"Kami mendengar suara nyanyian sebelum kapal berguncang," lapor awak kapal yang lain.
"Nyanyian di tengah laut?" Hermes berpikir sejanak. "Tidak salah lagi, itu pasti ulah Siren!"
"Hermes." Sebuah suara menyapa di balik punggung Hermes.
"Hecate." Hermes menoleh, mendapati dewi sihir pemilik Hutan Gelap yang memantik obor dan mengangkatnya setinggi pundak. Sama seperti dirinya, Hecate adalah pengantar roh yang khusus menangani arwah tersesat.
"Maaf membuatmu menunggu lama." Hecate berdecak. "Para tukang sihir membuat kekacauan dan mengusik manusia."
"Bukan masalah," balas Hermes santai. "Aku baru tiba beberapa saat yang lalu."
"Jadi, apa yang membuatmu kemari? Hecate memiringkan kepala, rambutnya yang licin dan lurus tampak berkilau tertimpa cahaya obor.
"Aku ingin menyampaikan surat dari Persephone," kata Hermes menyerahkan sebuah amplop berhias bunga dan pilinan ranting kering, khas sang dewi musim semi.
"Ah, Persephone." Jemari Hecate yang berhias kuku hitam mengilap membuka surat Persephone dengan hati-hati. Wangi bunga yang merebak membuat Hecate tersenyum samar.
Hecate tidak pernah bertemu Persephone secara langsung. Hecate mengetahui Persephone dari Hermes dan mereka mulai saling bertukar surat beberapa waktu belakangan ini. Namun dari lukisan Apollo yang sempat dibawa kabur Hermes, Hecate mengenali Persephone sebagai dewi muda yang sangat jelita. Gadis dengan mata biru dan mahkota bunga yang merekah di kepalanya.
"Persephone sedang menyusun herbarium," celetuk Hecate. "Manis sekali."
Hermes lantas mengamini. Apollo yang menyarankan tumbuhan tersebut untuk melengkapi kitab ramuan Persephone, sebelum peramal jantungan itu pamit lebih dulu untuk memenuhi pemujaan Orakel. Meski Hermes yakin Apollo hanya mengarang alasan.
"Tumbuhan Moly." Hecate berujar lagi setelah mengetahui tanaman perdu yang dipertanyakan Persephone dalam suratnya. "Bunga dan daun tumbuhan itu dapat menangkal sihir."
"Sepertinya Persephone bertanya pada orang yang tepat." Hermes mengedikkan kedua alisnya. "Jadi, di mana aku bisa mendapatkan tumbuhan itu?"
"Bibitnya ada di kebun belakang rumahku," ujar Hecate setengah terkekeh. Ia mengamati kerumunan arwah bajak laut yang mulai mendebatkan kesalahan dalam prosesi pengarungan kuda untuk Poseidon lalu mengalihkan atensinya pada tongkat hermes. "Namun sebelum itu, aku butuh bantuanmu untuk melerai arwah-arwah di sana sebelum mereka mengusik Moros."
Mengerti maksud Hecate, Hermes mengangguk. Selain sebagai penunjuk jalan bagi arwah, Karykeion miliknya dapat mendamaikan pihak-pihak yang berselisih. Dua ular yang membelit di sana dahulunya sedang bertikai. Hermes mendamaikan keduanya dan sekarang mereka menyatu menjadi bagian dari tongkat tersebut.
"Kapal mereka karam dan para arwah yang tidak dimakamkan akan menunggu di sini sampai Yang Mulia Hades memberi keputusan." Hecate memberi informasi. "Ngomong-ngomong, sepertinya Apollo dan Artemis butuh bantuan tongkatmu juga."
"Apollo dan Artemis?" ulang Hermes.
Hecate melenggut singkat. "Malam tadi aku melihat saudara kembar itu bertengkar."
Hermes tertegun sebentar. Apollo dan Artemis bertengkar? Sungguh tidak lucu.
"Kau yakin?" tanya Hermes menyangsikan.
Haceta mengagguk lagi. Sorot matanya yang sama sekali tidak memancarkan kebohongan membuat Hermes setengah mati menahan rahang untuk tidak terbuka lebar.
Demi urat nadi Zeus, Hermes harus mengusut perkara yang membuat dua bersaudara paling akur di Olympus itu sampai berselisih paham.
💐💐💐
Terletak di antara dua benua yang diapit oleh laut Mediterania dan laut Adriatik, Sisilia menjadi pulau yang paling strategis di dunia. Daratan yang dihamparkan Zeus dari senjatanya ketika Perang Titan tersebut adalah tempat suci dan terjaga, terutama karena keberadaan gunung Etna tempat Thypon dikurung.
Kereta kuda Hades berhenti di sebuah padang rumput yang hijau, salah satu titik di pulau Sisilia. Zeus bertarung dengan Thypon tak jauh dari lokasi tersebut. Raksasa utusan Gaia itu sempat melumpuhkan Zeus sampai Hermes dengan bakat mencuri dan keberanian besar berhasil membawa kembali urat nadinya.
Mata Hades menyipit begitu memandang ke sekeliling. Sisilia yang bermandikan cahaya matahari jauh berbeda dengan dunianya yang gelap gempita. Barangkali ia perlu memberitahu Helios untuk menurunkan sedikit kecerahan matahari agar dunia tidak begitu menyilaukan di matanya.
Tidak. Hades menegur diri. Ini bukan domainnya. Ia tidak boleh bersikap egois. Makhluk di bumi butuh penerangan yang cukup.
Baru setelah penglihatannya beradaptasi, Hades turun dari keretanya dan menatap penuh kagum keadaan sekitar. Raja Dunia Bawah tersebut terpaku di tempat. Entah sejak kapan Sisilia yang dahulu hanya ditumbuhi tanaman paku dan rumput liar kini berubah menjadi sabana subur dengan pepohonan rindang dan beragam jenis bunga.
Rasa penasaran mendorong Hades untuk berkeliling, meninggalkan kudanya untuk merumput barang sejenak. Pemandangan asri di sana adalah sesuatu yang baru baginya. Harum wangi bunga yang memenuhi udara membuat Hades merasa tengah berdiri di antara musim semi yang baru saja merekah.
"Apa itu?" Dahi Hades tertekuk begitu melihat ke atas puncak bukit dan mendapati sebatang beringin rentah tiba-tiba tegak berdiri.
Hades mengedipkan mata berulang kali, memastikan pandangannya tidak keliru. Benar saja, pohon tua tersebut kembali segar. Ranting-ranting muda tumbuh di antara batangnya yang kian menjulang tinggi.
Belum pulih rasa terkejutnya, Hades kembali tertegun saat seorang gadis muncul dari balik pohon. Sorot mata Hades yang tajam bisa melihat perawakan gadis tersebut dengan jelas. Rambutnya bergelombang dan tergerai indah, dihiasi mahkota bunga beragam warna. Yang membuat Hades terkesima adalah mata biru yang berbinar serupa batu permata di langit-langit istananya. Gadis itu menapaki lereng bukit sambil berputar-putar.
"Hati-hati!" Hades refleks menahan tangannya di udara. Ia sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari ketika melihat tanaman di sekeliling bukit tiba-tiba tumbuh tinggi dan menelan sang gadis. Namun rupanya, gadis tersebut berhasil keluar di kaki bukit dengan senyum terkembang.
Mengikuti pandangan gadis bermahkota bunga dengan senyum yang menciptakan senyar dalam hatinya, Hades kembali mengarahkan pandangan pada lereng bukit yang tahu-tahu sudah berubah menjadi labirin hijau.
"Menakjubkan!" Hades berdecak kagum. Dalam hati ia bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang memiliki kemampuan tidak biasa tersebut. Seumur hidup, Hades belum pernah mendengar sesuatu tentangnya.
"Persephone!"
Seruan dari sekelompok Naiad di pinggir danau seolah menjawab pertanyaan Hades. Gadis yang dipanggil Persephone tersebut berbalik dan menghampir kawanan nimfa yang mengajaknya menari.
Hades bersembunyi di balik semak-semak dan terus mengamati sang gadis yang duduk manis di kelilingi para nimfa.
"Persephone ...," bisik Hades pada angin lalu. "Nama yang indah."
Suara merdu mengalun lembut saat Persephone memulai lagunya. Di tempat persembunyiannya Hades bergeming, menyaksikan bunga bermekaran dan tunas muda yang bermunculan satu per satu mengikuti irama. Melodi dari nyanyian Persephone tidak hanya mengetuk pelan gendang telinga Hades, tetapi turun mengalir ke sanubarinya.
"Musim semi ...." Hades menyentuh dadanya yang berdetak cepat, merambatkan sebuah afeksi yang sulit ia jelaskan makanya dengan ungkapan kata.
Perasaan Hades bercampuk-aduk. Rasanya seperti melawan Kronos dan mendapatkan persembahan dari manusia di waktu yang bersamaan. Menegangkan, tetapi juga sangat menyenangkan. "Perasaan macam apa ini namanya?"
Hades menahan tangannya di dada lebih kuat lagi, khawatir degup jantungnya terdengar dan menggangu gadis bernama Persephone itu bernyanyi. Apa ini yang disebut dengan perasaan berdebar-debar?
Mata Hades terpejam, menikmati lagu Persephone. Ia larut dalam nyanyian Persephone sampai sulur Mandevilla yang merambat di dekat kakinya membuat perhatiannya teralih. Bunga tersebut mekar, menguarkan wangi yang membuat jantungnya semakin bertalu-talu. Hingga tanpa Hades sadari, Persephone telah selesai bernyanyi. Gadis itu tidak ada di tempat ketika ia menengok. Kawanan nimfa pun telah bubar.
"Di mana dia? Di mana gadis itu?" Hades memutar badan, mencari-cari keberadaan Persephone dengan gelisah. Ia tidak ingin mengakhiri afeksinya sesingkat ini. Paling tidak, Hades masih ingin menatap Persephone beberapa lama.
Ketika kebetulan sudut matanya mengarah ke padang hijau tempat kudanya merumput, mata Hades terbeliak. Tampak Persephone berjalan menghampiri kuda-kudanya yang sedang menikmati rumput segar. Peliharannya itu sedikit sensitif dan tidak ramah pada orang baru.
"Jangan sentuh mereka!" Hades bergerak cepat. Mau tidak mau, ia harus mencegah Persephone sebelum kuda-kuda tersebut mengamuk.
Persephone berbalik dan terkesiap. Hades bisa melihat mata birunya melebar karena kaget. Dalam hati, ia menyesali suaranya yang terlalu tinggi dan membuat gadis tersebut ketakutan.
"Si-siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?"
Persephone gemetar, tetapi detail wajahnya yang sangat menawan membuat Hades tidak langsung menjawab. Lagipula, ia tidak tahu harus bagaimana mengutarakan jati dirinya.
"Apa kau seorang nimfa?" Hades balik bertanya.
Persephone menautkan alis, tidak mengerti dengan pria yang tahu-tahu muncul di hadapannya tersebut. Selain Hermes dan Apollo, Persephone jarang bertemu laki-laki. Sisilia adalah tanah suci yang terjaga dan tidak bisa dimasuki sembarangan orang.
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" Hades kembali bersuara. Tidak ada seorang pun yang berani mengabaikannya sebelum ini.
"Kau yang tidak menjawab pertanyaanku," balas Persephone berusaha memberanikan diri. Pria tersebut benar-benar tidak memiliki tata krama.
Hades nyaris tertawa mendengar balasan Persephone. Gadis tersebut adalah orang pertama yang berani mengembalikan pertanyaannya. Namun, ia sungguh menikmati pembicaraan ini. Apalagi melihat Persephone menekuk wajah, kontras dengan bola matanya yang memancarkan rasa takut. Sungguh menggemaskan.
"Ja-jangan coba-coba mendekat!" pekik Persephone begitu Hades melangkah maju. Ia mengepalkan tangan dan mengangkatnya di depan dada. "A-aku Persephone, putri Demeter! Dalam lindungan Zeus, raja para dewa!"
"Putri Demeter? Pantas saja dia bisa menyatu dengan alam." Hades mengamati gerak-gerik Persephone yang menggelikan. Gadis itu berusaha melindungi diri dengan lengan mungil yang begitu rapuh. Hades jadi ingin merengkuhnya.
Persephone semakin bersiaga melihat respon pria di hadapannya yang tidak terkejut ketika mendengar nama Zeus. "Kalau kau berniat buruk, sebaiknya kembali saja ke tempat asalmu atau ...."
"Atau apa?" sambung Hades.
"Atau kau akan dimasukkan ke penjara Tartaros oleh ayahanda Zeus!"
"Dimasukkan ke penjara Tartaros?" Hades terkekeh. Tidak tahukah gadis ini bila Tartaros hanya sebagian kecil dari Dunia Bawah yang berada dalam kekuasaannya?
"Jangan tertawa! Aku tidak main-main! Aku akan melaporkanmu pada ayahanda Zeus!" Persephone mulai kesal. Pria tersebut tidak hanya mempermainkannya, tetapi juga menertawai raja para dewa.
"Dan aku adalah Zeus Alam bawah", balas Hades dalam hati. Namun, ia tidak ingin membuat Persephone semakin menjauh dan memilih merahasiakan identitasnya untuk sementara waktu.
"Bagaimana bila Zeus tidak mendengar?" tantang Hades yang membuat Persephone semakin membelalak.
"Ayahanda Zeus pasti akan mendengarku!" Persephone menahan napas sebentar. "Tunggu saja, kau akan dihukum setelah ini!"
"Setelah ini?" Hades kembali mendekat. "Setelah apa?"
"Aku bilang jangan mendekat!" Persephone menjerit. Jemarinya membuka, menarik sulur tanaman rambat yang langsung membelit kaki Hades. "Menjauh atau aku terpaksa menyakitimu!"
"Apa ini yang kau maksud menyakiti?" Hades mengamati lilitan ranting di kakinya yang terasa semakin erat dan menggelitik. Hanya dengan sedikit peregangan, sulur tersebut dilepasnya dengan mudah. "Kau benar-benar menggemaskan."
Persephone menggigit bibir, merasa terpojok dengan kata-kata pria asing yang semakin mendekat padanya. Persephone akhirnya melangkah mundur sambil memikirkan cara untuk menyelamatkan diri. Bila ia mampu mengalihkan perhatian pria itu sebentar saja, Persephone bisa mencapai kastilnya dengan mudah. Ia akan mengunci pintu dengan tumbuhan berduri lalu meminta bantuan ibunya dan berdoa kepada Zeus.
Akan tetapi, Persephone tidak memperhitungkan kereta kuda yang berada tepat di belakangnya. Saat punggungnya menabrak bagian belakang kereta, keseimbangannya goyah. Tangan Persephone spontan mencari tumpuan dan mencengkram lengan Hades.
Hades menyadari kepanikan Persephone dan berusaha menjaga keseimbangannya, tetapi sentakan tangan gadis tersebut membuat tubuhnya ikut tertarik hingga mereka sama-sama terjatuh di atas kereta. Beruntung tangan kekarnya berhasil melindungi kepala Persephone dari benturan.
Persephone membuka mata dan terkejut begitu menemukan Hades ikut rebah di sebelahnya. Tatapan mereka berserobok. Obsidian bertemu Shapire, hitam kelam beradu dengan biru bercahaya.
Hades dan Persephone sama-sama termangu sampai terdengar ringkik kuda yang membuat kereta berguncang.
"Gawat!" Hades mendesis dan segera bangkit dengan bertumpu pada kedua siku.
"Ada apa?" tanya Persephone menerima uluran tangan Hades dengan begitu saja lantaran panik.
"Peluk aku sekarang." Hades mengarahkan dwisulanya pada kaitan di leher kuda yang memberontak karena merasa terganggu.
"Apa?"
"Aku bilang peluk aku sekarang!"
"Tidak mau! Dasar pria mesum!" Persephone menjauhkan diri, berniat turun dari kereta. Akan tetapi, belum benar kakinya berpijak, kereta tersebut sudah lebih dulu melaju sehingga tubuhnya kembali terhempas dan jatuh di pangkuan Hades.
Hades langsung melingkarkan lengan memeluk Persephone. Detik berikutnya, kuda-kuda yang sudah mencapai kecepatan maksimumnya lepas landas dan kereta terbang tinggi ke langit. Sulit mengendalikan mereka hanya dengan satu tangan, tetapi Hades tidak ingin mengambil resiko dengan melepas Persephone.
Persephone memandang ngeri pada daratan Sisilia yang semakin lama terlihat semakin jauh dan mengecil. Ia menengadah pada pria asing tadi yang berusaha keras mengendalikan kuda-kudanya dengan sebelah tangan.
Hades menunduk sebentar, mengamati dewi musim semi dalam rengkuhan lengan kirinya.
"Balas pelukanku atau kita akan jatuh sama-sama dari ketinggian seribu kaki."
💐💐💐
TBC
📜Author Note📜
Siapa yang nonton berita minggu lalu? Gunung Etna di Sisilia benar meletus setelah aku update chapter sebelum ini.
Wah, apakah benar terjadi sesuai ramalan Apollo? 😮😮😮
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro