Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24. Prejudice 💐

🔱Καλή ανάγνωση🔱

Jika seandainya bisa, Persephone ingin menarik Hades keluar dari ruang kerjanya dan berlari menuju Hutan Gelap saat ini. Bukan tidak bisa sebenarnya, sebab Hades pasti akan memenuhi keinginannya. Hanya saja, Persephone bisa melihat jejak urat di pelipis Hades yang sedang menenggelamkan dirinya di balik setumpuk berkas persidangan arwah.

Maka, di sinilah Persephone berdiri sekarang–di balik punggung Hades sembari membentangkan jemari guna menghitung seberapa lebar bahu kokoh milik penguasa alam kematian tersebut. Kurang kerjaan memang, tetapi Persephone tidak menemukan objek apa pun yang bisa menarik perhatiannya saat ini.

"Apa yang sedang kau lakukan, Persephone?" Hades tersenyum begitu merasakan jari-jari lentik Persephone menggelitik pundaknya.

Persephone terkesiap lalu melingkarkan lengan. Dagunya bertumpu di pundak Hades. "Aku sedang mengukur lebar bahu Yang Mulia Hades."

"Mengukur lebar bahuku?" Hades terkekeh. Pena dalam genggamannya diletakkan di atas meja. Tangan kekarnya dibawa ke belakang, membelai wajah Persephone dengan penuh kasih. "Kenapa kau melakukan itu?"

"Hanya ingin saja." Mata Persephone melengkung saat tersenyum. "Yang Mulia Hades punya pundak yang lebar."

Sekali ini Hades menoleh, mendapati Persephone memiringkan kepala. Manik biru milik Dewi Bunga tersebut bergulir menatapnya.

"Begitukah?" Hades menarik tepi bibirnya. Belum pernah yang ada berkomentar soal perawakannya. Atau mungkin, belum ada yang berani. "Apa kau tidak suka dengan itu?"

"Suka!" Persephone refleks membekap mulut. Kepalanya di tenggelemkan di balik bahu Hades.

Hades tertawa kecil kemudian menarik Persephone agar duduk di pangkuannya. "Kau suka dewa yang bertubuh kekar, hm ...?"

Persephone mengangguk lambat.

"Kenapa?" tanya Hades dengan nada menguji.

"Karena itu artinya dewa tersebut kuat," jawab Persephone malu-malu.

"Apa itu artinya kau menyukai Zeus dan Poseidon juga?"

"Ti-tidak begitu!" Persephone menggeleng.

Hades mengangkat dagu Persephone. "Lalu, bagaimana?"

"Aku ... hanya menyukai dewa yang tinggal di Dunia Bawah." Persephone berpikir sejenak kemudian buru-buru menyambung. "Dan yang tidak bersayap!"

Tawa Hades pecah seketika. Tangannya beralih dari dagu, naik menjawil pipi Persephone. "Sudahkah aku mengatakan bila kau sangat menggemaskan, Persephone?"

Persephone hanya melipat bibir dengan pipi merona. Ia lantas menatap Hades penuh harap. "Yang Mulia Hades, bolehkah aku meminta izin?"

"Meminta izin untuk apa?" Dahi Hades berkerut sedikit saat telunjuknya menyentuh hidung Persephone. "Dewi Bunga ini ingin pergi ke mana?"

"Aku ingin berkunjung ke Hutan Gelap." Persephone menahan napas sebentar. "Aku bisa pergi seorang diri. Aku akan menjadi ratu di alam ini. Aku harus menyesuaikan diri, bukan?"

"Aku khawatir kau kecewa dengan jawabanku." Suara Hades melembut. "Tetapi aku tidak bisa mengizinkamu, Persephone. Domain ini sangat luas. Jalanannya terjal dan berliku."

Persephone merengut kecewa mendengarnya. Ia menunduk sambil memelintir ujung jubah kebesaran Hades. "Aku tidak sabar ingin bertemu Hecate," desahnya.

"Tunggulah sebentar, Dewiku. Thanatos sudah memanggil Hecate." Hades mencumbu kelopak mata Persephone. "Bila Hecate belum datang, itu artinya dia masih berkeliaran di bumi untuk mencari arwah yang tersesat."

"Begitu, ya ...." Persephone membenarkan Hades kemudian bersandar di pundak raja alam kematian tersebut.

"Tidak lama lagi," hibur Hades. "Bagaimana kalau kau lanjut mengukur lebar bahuku? Atau mungkin kau ingin mencoba mengukur bagian yang lain?"

Kerlingan jahil dari Hades membuat kening Persephone bertaut bingung. Beruntung bersamaan dengan itu, tengkorak penjaga pintu berputar dan memberitahukan pada mereka kedatangan Oneiroi bersaudara.

Persephone memandang ke arah pintu yang terbuka setelah Hades memberi persetujuan. Tampak tiga orang dewa memasuki ruangan sambil membungkuk hormat. Masing-masing dari mereka memiliki sepayang sayap hitam yang lebih kecil dibanding sayap milik Thanatos.

"Salam hormat kepada Yang Mulia Raja dan Ratu."

Hades mengangguk, dibarengi dengan Persephone yang masih menatap bingung.

"Mereka adalah Oneiroi, Dewa Mimpi, anak dari Nyx," jelas Hades sambil menunjuk ketiga dewa yang bersujud di hadapannya dengan gerakan kepala. "Morpheus, pemimpin Oneiroi. Di sebelahnya adalah Phobetor, pemberi mimpi buruk. Yang terakhir, Phantasos. Dia membawa mimpi indah, tetapi seringkali membuat manusia lalai."

Persephone mengangguk dengan kagum baru kemudian membalas sapaan dari ketiganya.

"Salam kenal," kata Persephone melambaikan tangan.

"Salam kenal, Yang Mulia Ratu." Oneiroi bersaudara saling melirik terlebih dahulu baru kemudian mengikuti gerakan tangan Persephone. Dewi yang menjadi ratu mereka ternyata sangat manis. "Maaf kamu tidak sempat menyambut Anda."

"Tidak masalah." Persephone melirik Hades yang menekuk dahi. "Kalian bisa mengutarakan maksud kedatangan kalian."

"Terima kasih, Yang Mulia." Morpheus bertutur hati-hati. "Seorang raja dan ratu di dunia manusia mendapat hukuman dari Zeus dan Hera karena mengaku setara dengan mereka. Zeus mengirimkan petir untuk menghantam kapal sang raja."

Hades mendesah. Zeus dan Hera memang sensitif masalah otoritas. "Lalu, apa ada seorang dari kalian yang diutus untuk mengabarkan kematiannya?"

"Ya, Yang Mulia. Sebelum tenggelam, sang raja berdoa agar jasadnya bisa sampai ke pesisir untuk dimakamkan dengan benar. Istri raja tersebut juga telah memohon ampun pada Hera." Morpheus melanjutkan, "Iris mengabarkan pesan pada Hypnos untuk memberi petunjuk pada sang istri dalam tidurnya."

"Baiklah." Hades menoleh sebentar pada Persephone, tidak ingin membuat dewi kecilnya merasa terabaikan. "Morpheus, kau bisa menjelma menjadi raja tersebut dan masuk ke dalam mimpi istrinya. Phobetor, selagi Morpheus pergi, kau yang akan menjaga Daratan Mimpi dibantu Phantasos."

"Baik, Yang Mulia." Phobetor menoleh pada Phantasos. "Kami akan menciptakan monster untuk menjaga daratan mimpi bila Morpheus pergi."

"Bagus. Laksanakan."

Oneiroi bersaudara menjawab kompak. Persephone melihat ketiganya membungkuk sebelum meninggalkan ruangan. Diam-diam Persephone takjub pada cara Hades memerintah. Penguasa alam kematian tersebut selalu bisa mengambil keputusan dengan cepat.

"Apa ada sesuatu di wajahku, Persephone?"

Persephone menggeleng diiringi ringisan malu. Hades sudah akan mendaratkan satu kecupan manis di bibirnya bila saja tengkorak di depan pintu tidak berderak kembali.

"Yang Mulia Raja dan Ratu, Hecate sedang berjalan menuju istana."

"Hecate?" Persephone berseru senang. Ia berlari menuju tingkap besar yang menampakkan halaman istana. Tampak seorang wanita dengan tudung kepala berjalan menitih tangga.

"Itu benar-benar Hecate!" Persephone menghampir Hades. "Yang Mulia Hades, Hecate sudah datang! Aku ingin turun ke halaman istana!"

"Baiklah." Hades bangkit dan mengulurkan tangan pada Persephone. Tengkorak di depan pintu lantas memutar gerendel hingga pintu terbuka. "Akan kuantar sampai gerbang depan."

"Tidak perlu, Yang Mulia Hades tetap bekerja di sini saja." Persephone meringsak masuk ke dalam rangkulan Hades dan menahan tangan di dadanya. "Aku bisa turun sendiri."

Anggukan Hades membuat Persephone tersenyum penuh. Ia memeluk Hades sebentar, baru kemudian berlari menuju tangga.

Bunyi melengking terdengar ketika pintu utama istana terbuka, tetapi Persephone tidak lagi menggeriap dibuatnya. Mata birunya membola ketika menemukan seorang perempuan berambut legam dengan riasan serba hitam di penghujung tangga.

"Persephone?" Perempuan tersebut membuka tudung kepala dan menyeka rambutnya yang jatuh ke depan.

"Hecate!"

💐💐💐

"Mengirim surat pada Persephone?" Suara Hecate bergema di labiran Hutan Gelap.

Hermes menyatukan bibirnya hingga mengelurkan suara desisan. "Jangan berisik, nanti ada yang mendengar!" bisiknya menunjuk kediaman Thanatos dengan isyarat mata.

"Aku tidak yakin dengan idemu itu," kata Hecate sambil mengelus Furvus, anjing peliharaan yang membantunya mencari arwah yang tersesat. "Cerberus bukan anjing yang ramah. Kau akan dicabik sampai hancur bila ketahuan menyelinap ke gerbang istana."

"Aku tahu. Sebab itu aku butuh bantuanmu," sergah Hermes. "Tolong sampaikan surat ini pada Persephone."


Hermes mengeluarkan sebuah perkamen yang dililit dengan pilinan akar rotan. Sejujurnya ini sedikit melukai harga dirinya sebagai seorang Diaktoros, tetapi tidak ada cara lain.

Meski secara umum ia bertugas sebagai perantara yang membawa pesan dewa, ia tidak pernah benar-benar mengantarkan surat ke Dunia Bawah. Penghuni domain tersebut tidak senang berinteraksi dengan Dunia Atas. Bila pun ada pesan penting atau ilham yang harus diteruskan lewat mimpi manusia, Hera akan menyuruh Iris untuk menghubungi Hypnos.

"Bagaimana mungkin, Hermes? Aku tidak bisa melakukan itu!" Hecate mendengkus.

"Kau bisa masuk ke dalam wilayah istana tanpa dicurigai."

"Hanya bila aku punya alasan untuk menghadap pada Yang Mulia Hades!" tegas Hecate. Sebelum Hermes datang, ia telah memutar otak untuk mencari alasan agar bisa menemui Persephone di istana. Namun, semua ide Hecate berujung buntu. Hades tidak akan senang bila pekerjaannya diusik oleh sesuatu yang tidak penting. Apalagi kebohongan belaka.

"Aku akan membantumu mencari alasan." Hermes mengetuk-ngetuk pelipis. Bagaimana pun, pesannya harus tersampaikan. Hermes berniat menghubungi Persephone dan mengajaknya kabur. Bila Persephone bisa menemukan cara untuk keluar dari gerbang yang dijaga Cerberus, ia bisa membawanya keluar dari domain tersebut.

"Hermes, aku tidak–"

"Aku berharap padamu, Hecate," potong Hermes. "Aku harus menghubungi Persephone. Dia pasti sangat ketakutan sekarang."

Hecate hanya bisa menghela napas. Menyelipkan surat ke istana Hades jelas bukan rencana yang baik. Akan tetapi, wajah Hermes yang sarat kekhawatiran membuat Hecate menjadi dilema juga.

Di saat keduanya sibuk menyelami pikiran masing-masing, kepakan sayap disertai terpaan angin kuat membuat Hermes dan Hecate kompak menyatukan lengan di atas kepala.

"Hecate," tegur Thanatos yang baru menapak di tanah kemudian menoleh pada Hermes. "Psykhopompos."

Hermes mengangguk singkat sebagai tanggapan. Thanatos memiliki penampilan seperti Iris–dengan sayap lebar terbentang yang bisa membelah angin dengan sekali kepak. Terbukti dari rambut lurus Hecate yang dibuatnya kusut seketika. Hanya saja, sayap Thanatos berwarna hitam pekat, berbeda dengan milik Iris yang adiwarna.

"Oh, Thanatos. Rupanya dirimu. Aku ... sedang ada urusan dengan Hermes sebagai sesama pengantar arwah."

Hecate mengonfirmasi tanpa diminta. Di sebelahnya, Hermes merutuk dalam hati. Sebagai dewa yang ahli dalam hal kebohongan, apa yang dilakukan Hecate justru membuat mereka terlihat mencurigakan.

Thanatos tidak memberikan respons yang berarti selain anggukan ringan. Kesempatan tersebut dipergunakan Hermes untuk mengoper perkamennya pada tangan Hecate yang terulur ke belakang.

"Ngomong-ngomong, ada urusan apa kau di sini?" Hacate mempertahankan kontak matanya dengan Thanatos saat ia menyelipkan "titipan" Hermes ke dalam saku jubahnya.

Thanatos melirik Hermes terlebih dahulu. Sedikit-banyak, Thanatos tahu bila Hermes adalah salah-satu Olympia yang dekat dengan Persephone. Ia pantas menaruh rasa curiga. Apalagi Hermes tidak biasanya mengeluyur sampai ke Hutan Gelap.

"Yang Mulia Hades memanggilmu ke istana," ungkap Thanatos pada akhirnya.

Hecate terperangah. "Aku dipanggil ke istana?"

"Ya. Kau harus menghadap sesegera mungkin."

Penekanan dari Thanatos membuat Hecate dan Hermes bersorak dalam hati. Ini adalah kesempatan emas bagi mereka untuk berkomunikasi dengan Persephone.

💐💐💐

Selama mengabdikan diri di bawah kekuasaan Hades, Hecate tidak pernah merasa segugup ini. Hades memang tidak menjatuhkan hukuman semena-sema tanpa alasan. Hanya saja, Hecate tidak tahu-menahu alasan sang raja memanggilnya kali ini.

"Mungkinkah karena ia memberitahu keberadaan Persephone pada Demeter dan Hermes?"

Suara nyaring dari pintu istana yang terbuka membuat Hecate mundur beberapa langkah. Biasanya ia harus mengutarakan niat kedatangannya pada tengkorak yang berjaga di depan pintu, alih-alih terbuka sendiri seperti sekarang.

Lebih mengejutkan lagi, dari balik pintu besi tersebut muncul seorang dewi yang mengenakan mahkota bunga. Netra birunya yang bersinar membuat Hecate bisa menebak siapa gerangan dewi berparas jelita yang tersenyum manis padanya saat ini.

"Persephone?" sapa Hecate ragu-ragu.

"Hecate!" Persephone menghambur ke arah Hecate dan memeluknya erat. "Aku tidak menyangka kita bisa bertemu seperti ini!"

Hecate menatap Persephone beberapa lama lalu membalas pelukannya. Wangi bunga yang menyegarkan menguar dari tiap helai rambut Persephone. Hecate pun tidak pernah berpikir bisa berjumpa dengan Persephone yang parasnya jauh lebih cantik daripada gadis dalam lukisan Apollo.

"Senang bertemu denganmu, Persephone. Kau sangat cantik!" puji Hecate masih terpesona.

"Terima kasih, Hecate. Kau juga sangat memukau!" balas Persephone tulus. "Aku menunggumu sejak tadi!"

"Kau menungguku?" Hecate terbeliak. "Tunggu. Apa itu berarti kau yang memanggilku ke istana ini?"

"Ya. Sejak kemarin aku meminta Thanatos memanggilmu, tetapi kau tidak ada di Dunia Bawah." Persephone mengamit lengan Hecate. "Begitu Thanatos kembali, Yang Mulia Hades mengutusnya untuk menemuimu lagi."

Kelopak mata Hecate mengerjap cepat. Dari tutur katanya, Hecate menilai bila Persephone sudah sangat mengenali Hades. "Persephone, aku sangat senang bertemu denganmu di sini. Namun, ada satu hal yang ingin kutanyakan bila kau tidak keberatan."

"Katakan saja, Hecate. Aku sama sekali tidak keberatan. Kau tahu? Aku selalu ingin mengobrol lepas denganmu seperti ini." Persephone mengajak Hecate untuk duduk di pelataran istana.

Hecate memasang senyum simpul. Sama seperti tulisan dalam suratnya yang hangat, sikap Persephone juga sangat bersahabat.

"Maaf bila aku mempertanyakan ini." Hecate memelankan suara. "Apa yang sebenarnya terjadi bagaimana bisa kau sampai terjebak di sini?"

Persephone mengamati Hecate lekat-lekat. Dewi sihir dengan sejuta mantra tersebut tampak khawatir padanya dan ia bisa memaklumi itu. Lagi pula, Persephone butuh teman cerita untuk berbagi pengalamannya yang menakjubkan setelah bertemu Hades.

"Ceritanya panjang, tetapi kuharap kau senang mendengarnya." Persephone memperbaiki posisi duduknya kemudian mulai bercerita. Dimulai dari pertemuannya dengan Hades yang mengaku sebagai Aidēs, serangan Typhon, sampai kemudian ia berakhir di istana tersebut.

Hecate mendengar penuturan Persephone tanpa berkedip. Apa yang dikatakannya berkebalikan dengan kekhawatiran semua orang. Dewi Bunga tersebut kelihatan jauh lebih baik.

"Apa itu berarti Yang Mulia Hades tidak memaksamu ikut ke dunia ini? Apa kau tidak terpaksa menerima tawarannya menjadi ratu Dunia Bawah?"

"Benar." Persephone mengiyakan. Matanya mengorbit sesaat, mengamati panorama Dunia Bawah yang diliputi kegelapan. "Yang Mulia Hades menyelamatkan nyawaku. Dia memberiku tempat perlindungan paling aman di alam semesta."

"Kau benar-benar tidak apa-apa, Persephone?" Hecate menggenggam tangan Persephone.

"Aku baik-baik saja, Hecate. Aku akan segera beradaptasi di sini." Persephone berujar percaya diri, tetapi hal tersebut belum cukup untuk meyakinkan Hecate.

"Persephone, semua orang mengkhawatirkanmu."

"Aku tahu itu. Namun, ini adalah keputusanku sendiri. Aku tidak ingin menjadi beban bagi siapa pun lagi. Aku ingin orang-orang mengakui keberadaanku. Aku tidak ingin bersembunyi dan terkurung di Sisilia selamanya."

"Aku paham perasaanmu, Persephone," ujar Hecate hati-hati. "Hanya saja, apa kau yakin ingin mendampingi Yang Mulia Hades selamanya? Kau tidak keberatan dengan itu?"

"Hecate, Yang Mulia Hades memberikan semua hal yang kuinginkan. Yang Mulia Hades adalah orang pertama yang membuat dan membacakan himne untukku." Mata Persephone tampak berkaca-kaca. "Yang Mulia Hades tidak hanya memberiku kasih sayang, tetapi juga memberiku dunia."

Ucapan Persephone membuat Hecate terdiam. Apollo pernah berkata bila Persephone hampir tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Sebagai Dewi Musi Semi, emosi Persephone terlihat dari warna mahkota bunga di kepalanya. Ketika berbicara tentang Hades, Hecate bisa melihat kelopak bunga tersebut bersemu merah.

"Aku mengeri keputusanmu, Persepone." Hecate mengusap punggung tangan Persephone. Ia harus berbicara dengan Hermes untuk meluruskan semua ini. Namun sebelum itu, Hecate akan menyerahkan suratnya terlebih dahulu. "Sebetulnya aku tidak yakin dengan ini, tetapi aku sudah berjanji pada Hermes untuk menyampaikan titipannya padamu."

"Titipan Hermes?" Persephone menggeser posisi duduknya agar merapat pada Hecate yang menyerahkan sebuah perkamen.

"Ini surat rahasia. Pesannya hanya bisa dibaca satu kali." Hecate melirik ke sekitarnya dengan mawas. "Aku tidak tahu perihal isinya, tetapi apapun itu, kuharap kau tidak gegabah dan salah paham."

Persephone menilik perkamen di tangannya. Ada banyak hal yang ingin ditanyakannya pada Hecate. Namun, suara anjing melolong dari kejauhan menyela pembicaraan mereka. Hecate menajamkan pendengarannya. Itu adalah suara Furvus.

"Aku harus pergi, Persephone. Ada arwah tersesat yang harus dipandu." Hecate memeluk Persephone. "Aku akan mengunjungimu lain kali. Hutan milikku juga selalu terbuka untukmu."

"Terima kasih, Hecate. Aku akan berkunjung dengan senang hati." Persephone balas memeluk Hecate kemudian mengantar sampai di bibir pelataran.

Ketika wangi musk tercium semakin samar seiring dengan menghilangnya Hecate di persimpangan, Persephone lekas memutar badan. Ia ingin membaca surat dari Hermes secepatnya. Akan tetapi, sebuah suara yang memanggil namanya dengan lembut dari belakang membuat Persephone berjengit kaget. Perkamen dari Hermes jatuh bergelinding hingga menubruk kaki sang pemilik suara yang membungkuk dan meraih gulungan tersebut.

"Ya-Yang Mulia Hades!"

🔱🔱🔱
TBC

📜Author Notes📜

Diaktoros adalah satu dari sekian banyak gelar Hermes yang berarti pembawa pesan. Gelar tersebut mengacu pada perannya sebagai penghubung Dunia Bawah dan Dunia Atas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro