Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Obviousness 💐

Abolisi yang diberikan Hades kepada Thanatos bersaudara dan ketiga hakimnya mengakhiri masa penangguhan segala urusan terkait kehidupan Dunia Bawah. Penyeberangan sungai Akheron kembali dibuka, demikian dengan persidangan dan vonis hukuman arwah di Tartaros.

Di atas perahunya, Kharon berdiri tepat di haluan. Pria tua yang nyaris kehilangan pekerjaan tersebut kini tersenyum lebar lantaran kembali mengantongi berkeping-keping obolos dari para arwah yang menyeberang. Tangannya yang dipenuhi keriput menggenggam kayuh untuk menyisir derasnya aliran air di sungai Styx menuju wilayah kerajaan Hades.

Kharon mendapat mandat khusus untuk membawa raja dan ratu dunia bawah berkeliling. Pendayung itu pun senang bukan main, sebab rute pelayarannya selama ini hanya sebatas tepi sungai Akheron dan dermaga yang mengarah pada pintu kerajaan Hades.

Memang tidak ada aturan yang membatasi teritorial Kharon di dunia bawah. Hades bukan pemimpin zalim dan tidak pernah membatasi ruang gerak para bawahannya. Hanya saja, arwah manusia yang datang bergantian tanpa jeda membuat ia harus melalui jalur yang sama selama sekian ribu tahun.

Suara kepakan sayap yang menyayat udara membuat Kharon memutar kepala. Sekelebat bayangan hitam tampak menjatuhkan diri di lambung perahu, sesaat sebelum sayap raksasa tersebut mengatup dan menampakkan sosok Thanatos.

"Thanatos! Syukurlah itu kau." Kharon mengelus dada. Selain Thanatos, dewi yang hobi berterbangan di udara adalah Ker. Meski secara biologis mereka bersaudara, penampakan Thanatos dan Ker jauh berbeda. Demikian pula dengan tabiatnya.

Thanatos hanya mengangguk maklum mendapati reaksi Kharon. "Yang Mulia Hades memberi perintah untuk memastikan perjalan ini aman," katanya seraya memantapkan pijakan.

Kharon mengiyakan tanpa terlihat tersinggung. Arus sungai yang deras dan pola alirannya yang sering berubah memang merepotkan.

Sementara itu, di halaman istana tampak Persephone mondar-mandir. Dewi yang sedari tadi memandang ke arah sungai tersebut bersorak semangat begitu melihat perahu Kharon. Sesuai janjinya, Hades akan mengajaknya berkeliling Dunia Bawah hari ini.

"Yang Mulia Hades, perahunya datang!" seru Persephone pada Hades yang menahan senyum saat melihat dewi kecilnya kegirangan.

"Kau sebegitu senang dengan perjalanan ini?" Hades melipat bibirnya menjadi segaris kurva.

"Ya." Persephone menunduk malu. Setelah mengenal dewa-dewi bawahan Hades, ketakutannya pada domain tersebut berganti menjadi rasa ingin tahu. Bertemu dengan orang-orang yang menakzimkan keberadaannya, yang mendengar dan menghormati perintahnya, memberi kebahagiaan tersendiri bagi Persephone yang selama ini kurang mendapat konsensi.

"Kalau begitu, kenakan ini." Hades melepas jubahnya kemudian mengalungkan pengaitnya di pundak Persephone. "Suhu di setiap sungai berbeda-beda."

Persephone mengamini. Ia mengenakan jubah panjang Hades yang kebesaran hingga melewati mata kaki, membuat tubuhnya tenggelam dalam balutan kain tebal terbahan kulit tersebut. Bahkan bagian kerah menutupi setengah bagian dari wajahnya sehingga ia sulit berjalan.

Hades hampir tertawa melihat Persephone menjinjit sambil sesekali berbalik padanya. Dewi kecilnya itu tidak sabar untuk berlari ke perbatasan, tetapi jubahnya menghalangi.

"Kemarilah." Dengan sigap, Hades meraih tangan Persephone dan menuntun sang ratu sampai ke bibir sungai. Tak berselang lama, perahu Kharon pun merapat.

"Yang Mulia, perahunya telah siap," lapor Kharon setelah membungkuk pada Hades dan Persephone.

Hades mengangguk singkat. Ia menilik perahu Kharon terlebih dahulu baru kemudian membantu Persephone untuk menitih. Hades dan Persephone duduk di bagian tengah, Thanatos berjaga di buritan dengan membentangkan sayap sebagai layar, sementara Kharon tetap berdiri di haluan untuk memandu jalannya perahu.

"Pegangan yang erat," bisik Hades pada Persephone. Ia merentangkan kaki untuk mengapit tubuh Persephone yang duduk di depan agar tidak goyah, sementara lengannya yang kekar memeluk tubuh mungil dewi tersebut dari belakang.

Persephone menurut dengan mencengkram tangan Hades yang melingkar di pinggangnya. Posisi tersebut membuatnya merasa aman sekaligus nyaman.

"Kau boleh bersandar bila lelah." Hades memandang Persephone yang menoleh padanya dan buru-buru menambahkan, "Atau kapan pun kau mau."

"Ba-baik, Yang Mulia," jawab Persephone dengan wajah merona. Perhatiannya kemudian beralih pada Kharon yang mulai mendayung. Pria tua dengan hidung bengkok yang dulu mengenakan cawat tersebut kini mengganti busananya dengan tunik lusuh dan topi berbentuk kerucut. Penampilan yang jauh lebih santun bagi Persephone.

"Ini adalah sungai Styx, sungai paling besar yang menjadi induk dari semua sungai di dunia bawah." Hades menjelaskan pada Persephone dengan pandangan menyusur ke sepanjang sungai. "Sungai Styx adalah sungai keramat. Segala sumpah yang diambil atas nama sungai ini tidak akan bisa dilanggar, bahkan oleh para dewa.

"Benarkah?" tanya Persephone membolakan mata.

"Ya. Bahkan oleh Zeus sekali pun."

"Apa yang akan terjadi bila sumpah atas nama sungai ini dilanggar?" Persephone menggeriap. Sesuatu yang bisa membuat raja para dewa tidak bisa berkutik tentunya sangat menyeramkan.

"Yang pasti, sesuatu yang sangat buruk. Tapi tenang saja, Styx tidak akan melukai siapa pun sepanjang tidak ada yang melanggar sumpahnya." Hades menyentuh wajah Persephone yang tampak ketakutan. "Aku akan mengucapkan sumpah pernikahan kita atas nama sungai ini."

Persephone menoleh. Semburat kembali menghiasi pipinya, entah karena tersipu atau merasa haru. "Tapi bukankah sesuatu yang buruk akan terjadi bila sumpah atas nama sungai ini dilanggar?"

"Ya, dan aku tidak akan pernah melanggar sumpah pernikahan kita." Hades menatap Persephone lekat-lekat dan menjawab tanpa ragu. "Sebab berpisah denganmu akan menjadi hal paling buruk bagiku."

"A-aku merasa terhormat mendengar itu ...." Persephone menunduk salah tingkah, menghindari tatapan Hades yang mengawasinya. Ia kembali memutar badan dan menatap ke dalam sungai sebagai pengalihan.

Selama beberapa saat, kekosongan mengisi suasana. Hanya terdengar riak air saat Kharon mengayuh, juga desir angin yang menyusup lewat celah di antara sayap Thanatos.

"Yang Mulia Hades?" panggil Persephone berusaha memecah kecanggungan.

"Ya? Ada apa, ratuku?"

"Kenapa sumpah yang diambil di sungai ini tidak bisa diingkari?"

Hades menarik napas sejenak. "Sebab di masa perang besar silam, Styx mengirimkan anak-anaknya sebagai bala bantuan dan mendukung kami di medan pertempuran. Sebagai penghargaan, Zeus kemudian mengangkat derajatnya sebagai sungai keramat yang bisa mengikat para dewa."

Persephone melenggut pelan. Demeter sering menceritakan perang besar dengan para raksasa sebelum Olympia memimpin dunia. Ibunya berkata bila para sebagian besar pendahulu mereka bengis dan kejam.

"Aku masih tidak mengerti." Persephone mendesah. "Kenapa dewa-dewi primordial berlaku kejam pada anak dan cucu mereka?"

Alis hitam Hades terangkat sedikit, berusaha memilah kalimat sederhana untuk membuat Persephone paham. "Semua demi kekuasaan."

"Kekuasaan?" ulang Persephone. Kerut yang muncul di antara kening Hades membuatnya semakin penasaran.

"Ya. Mereka khawatir akan terjadi perebutan kekuasaan sehingga ingin memusnahkan keturunannya sendiri." Hades mendekap Persephone lebih erat dan berbisik di telinganya. "Namun jangan khawatir, aku tidak akan melakukan itu pada anak-anak kita nanti. Aku berjanji akan membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang."

Mendengar pengakuan Hades, mahkota bunga di kepala Persephone mendadak didominasi semburat kemerahan. Ada gejolak yang membuat darahnya berdesir hingga sekujur tubuhnya bergidik. Beruntung saat itu perahu yang didayung oleh Kharon mengambil haluan menuju salah satu cabang sungai Styx sehingga percakapan mereka terjeda.

"Di mana ini?" Persephone berujar pelan saat mereka memasuki kawasan yang diapit oleh dinding batu raksasa. Suara ratapan yang sahut-menyahut disertai udara dingin yang berasal dari dalam sungai membuat Persephone memeluk lengannya sendiri dan menengok ke dalam air. Persephone menduga ratapan yang menyayat hati tersebut berasal dari roh, seperti yang ia jumpai di sungai Akheron. Namun, tidak ada siapapun di bawah sana.

"Ini Cocytos, Sungai Ratapan," terang Hades melihat Persephone kebingungan. "Sungai ini terbentuk dari air mata para arwah yang sudah menanti dengan putus asa selama ratusan tahun."

Sambil terus mendayung, Kharon membenarkan Hades. Para arwah yang lelah bergentayangan pada akhirnya kembali ke Dunia Bawah. Roh malang tersebut terus menangis dan meratap sampai akhirnya melebur bersama air mata mereka sendiri, meninggalkan kubangan air yang pekat dan beriak. Setelah beberapa waktu, genangan yang terbentuk kemudian berubah menjadi sebuah sungai.

"Dingin sekali." Persephone mulai menggigil. Semakin jauh, suhu di permukaan sungai semakin rendah. Namun, ia tidak ingin merusak suasana. Apalagi Hades sudah meninggalkan pekerjaan demi menemaninya berkeliling. Maka sambil mengigit bibir, Persephone menahan rendahnya temperatur yang menusuk tulang.

"Persephone!" Hades berseru ketika Persephone bersandar pada pundaknya dengan wajah pucat. Tangannya mengenggam jemari Persephone yang dingin.

"Yang Mulia, sepertinya ratu tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan di sini!" Thanatos berujar panik.

Hades meneguk dengan kecut. Ia mengabaikan kenyataan bila sebagai dewi dari Dunia Atas, daya tahan Persephone tidak sama dengan para penghuni Underworld.

"Kharon, putar balik perahunya!" perintah Hades seraya memeluk Persephone untuk membagi panas tubuhnya. Persephone terlalu lemah untuk dibawa berteleportasi melintasi ruang. "Kita harus menepi!"

"Baik, Yang Mulia!"

Kharon segera menghantamkan kayuhnya kuat-kuat ke dalam air. Dengan bantuan kepak sayap Thanatos, perahu berhasil berubah haluan. Akan tetapi, pola aliran air tiba-tiba berubah. Gelombang yang bertabrakan mendorong perahu Kharon hingga terhempas ke sebuah rekahan di antara dinding batu.

"Sejak kapan ada ngarai di sini?" Kharon meringis. Sepanjang yang ia tahu, sungai Cocytus memiliki aliran sendiri. Barangkali karena erosi selama sekian ratus tahun, bukaan air akhirnya terbentuk di sana. Kharon tidak akan mempersoalkan peristiwa alami tersebut bila saja celah yang mereka lalui sekarang bukan turunan curam yang membuat perahunya melaju tak terkendali.

"Persephone, balas pelukanku!" Hades mengeratkan dekapannya pada Persephone. Kharon mulai kepayahan melawan arus, sementara dirinya harus menahan Persephone agar tidak terjatuh.

"Yang Mulia, gawat!"

Kharon berseru begitu cahaya jingga berkobar dari kejauhan, menampakkan dengan jelas relief tebing yang dipenuhi serpihan kasar. Awan panas membumbung dari dasar jurang disertai bau solfatara yang menyengat hidung. Tidak salah lagi. Celah di antara dinding batu tersebut bermuara pada sungai Flegethon yang mengalir menuju Tartaros.

"Kita akan jatuh ke Tartaros!"

Kali ini Thanatos yang bersuara. Tartaros bukan tempat yang asing bagi mereka yang mendapat jurang neraka tersebut sebagai daerah otonomi–kecuali saat Hades menyalakannya sampai membara. Namun, tidak bagi Persephone.

Kharon mengigit bibir. Kerongkongannya mendadak kering saat menyaksikan aliran air dari sungai Cocytus berubah menjadi uap panas ketika bertemu dengan lautan api yang menyala di sungai Flegethon. Perahunya memang tahan api, tetapi Tartaros sangatlah dalam. Butuh waktu berhari-hari untuk kembali ke permukaan, itu pun bila mereka tidak ditelan lava.

Persephone membenamkan diri pada dada bidang Hades ketika perahu Kharon menukik di penghujung tebing. Temperatur rendah di sungai Cocytus masih membuat ia bergidik, tetapi hawa panas yang mengepul dari sungai Flegethon membuat tubuhnya memberi reaksi yang berkebalikan.

"Berpeganganlah, Kharon!"

Thanatos maju ke tepi haluan, berusaha melawan gelombang air yang mendesak perahu dengan mengepakkan sayapnya berulang kali. Kharon menurut dengan berpegangan pada badan perahu. Setelah kepakan sayap Thanatos berhasil membuat mereka keluar dari ngarai sempit tersebut, barulah ia mendayung untuk menepi.

"Tunggu sebentar, Persephone!" Hades mengecup dahi Persephone yang sekujur tubuhnya gemetar mengimbangi anomali suhu. Ia membopong Persephone dengan cemas. "Aku akan membawa Persephone ke padang Elisian. Kembali dan lanjutkan tugas kalian masing-masing!"

"Baik, Yang Mulia."

Thanatos dan Kharon menjawab serempak. Keduanya memandang Hades dan Persephone dengan khawatir. Baik Thanatos maupun Kharon belum pernah melihat Hades sedemikian gelisah sampai suaranya bergetar.

Adapun Hades melesat dengan cepat ke padang Elisian. Ia membawa Persephone ke danau yang terletak di tengah-tengah pulau, berharap atmosfer yang sejuk bisa memulihkan keadaannya. Tatkala menyapukan air di wajah Persephone, Hades teringat pesan Zeus sebelum ia meninggalkan Olympus tempo hari.

"Kau boleh mencintainya, kau bisa membuat orang-orang tunduk kepadanya. Namun, satu hal yang harus kau pastikan adalah duniamu bisa menerima kehadirannya."

"Yang Mulia Hades," panggil Persephone dengan mata sayu. Air danau membuat suhu tubuhnya berangsur turun. "Maaf, aku mengacaukan acara jalan-jalan kita."

"Tidak. Kau tidak membuat kekacauan sama sekali, Persephone. Aku yang lalai. Aku yang terlalu memaksakan kehendak padamu."

Hades memeluk Persephone erat-erat. Batinnya didera perasaan bersalah. Ia menginginkan Persephone tinggal di Dunia Bawah dan memintanya menyesuaikan diri. Tanpa memikirkan kenyataan pahit, bila musim semi tidak akan bisa merekah di dunianya.

🔱🔱🔱
TBC

📜Author Notes📜

Halo, Dear Readers. Jangan lupa follow akunku sebelum baca, ya. Tolong hargai tulisanku dengan tidak melakukan upaya duplikasi dalam bentuk apa pun
🙇🏻‍♀️🙇🏻‍♀️🙇🏻‍♀️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro