Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Apollo's Prophecy 💐

🔱Καλή ανάγνωση🔱

"Kau tidak bisa egois seperti itu, Demeter! Olympus adalah rumah bagi seluruh dewa!"

"Kurasa tidak semua juga, Hera."

"Jangan menyela perkataanku, Zeus! Ini semua karena salahmu! Tidak seharusnya kau memberikan hak itu padanya!"

"Baiklah. Aku yang salah. Kau wanita. Kau selalu benar."

"Dia putriku satu-satunya, Hera! Aku hanya melindunginya! Lihatlah dewa-dewa yang haus akan cinta itu! Jangan lupakan Zeus yang tidak bisa menjaga mata dan hatinya ini!"

"Hei, kenapa aku lagi?"

"Sebab kau laki-laki!"

.

.

.

Melodi lira yang mengalun indah membuat kelopak mata Persephone terbuka. Netra shapire birunya mengisut saat berkas-berkas cahaya matahari yang menyilaukan menyeruak tanpa permisi dari celah jendela.

Persephone lantas mengambil posisi duduk sambil mengucek mata. Gurat kebingungan di wajahnya berganti menjadi raut bahagia manakala menyadari sesuatu. Tidak ada satu pun di dunia ini yang bisa memainkan lira dengan begitu indah kecuali seseorang dalam dugaannya. Dengan terburu, Persephone lantas menyibak tirai.

"Apollo!" Persephone berseru senang. Perkiraannya tidak meleset. Di atas rumput duduk bersila Apollo sambil memainkan lira. Jemarinya sibuk memetik dawai dengan lincah, diiringi nyanyian para nimfa yang membentuk kelompok paduan suara.

Apollo menoleh. Bibirnya menyunggingkan senyum yang membuat kawanan Naiad di pinggir danau serempak melenguh dengan tatap mata memuja. Nyanyian mereka berubah menjadi harmonisasi desau kagum. Seperti halnya Artemis-saudara kembar Apollo, dewa musik tersebut memang sangat rupawan. Meskipun dari lawakan Hermes, kabarnya Apollo selalu gagal dalam hal cinta.

"Selamat pagi, Apollo!"

"Selamat pagi, Persie!" balas Apollo dengan panggilan kecilnya untuk Persephone.

Apollo menggeser duduknya, memberi ruang bagi Persephone. Pemandangan Sisilia yang bermandi cahaya di pagi hari memang sangat indah, tetapi belum seberapa dibanding melihat wajah bahagia dewi musim semi tersebut.

Persephone tampak baik-baik saja. Terbukti dari mahkota bunga di kepalanya yang semakin bermekaran, kelopaknya sampai menyelip di sela-sela rambut. Tiara tersebut akan berubah warna mengikuti suasana hati Persephone. Warna yang mendominasi saat ini adalah kuning dan jingga, pertanda Persephone sedang senang dan bersemangat.

Sebagai dewi bunga dan musim semi, Persephone memiliki kemampuan mengasosiasikan suasana hatinya dengan alam. Sentuhan, suara, bahkan embusan napasnya dapat menumbuhkan beragam jenis flora. Daratan Sisilia pernah hampir tertutupi oleh bunga Poplar ketika Persephone menangis tersedu-sedu karena mendengar kisah kasih tak sampainya dengan Daphne. Tentu saja dalangnya adalah Hermes si pembawa berita.

Apollo menghela napas lega. Setelah mendengar kabar dari Artemis kemarin, ia menjadi tidak tenang. Artemis tidak sengaja mendengar percakapan Zeus dengan para kiklops yang menjaga perbatasan Sisilia. Ayahnya itu mengatakan bahwa masalah besar yang pernah mengancam takhta Olympia akan terulang kembali di pulau tersebut, yang salah satu lokasinya adalah tempat tinggal Persephone.

Dengan kemampuan nubuatnya, Apollo berusaha melihat masa depan, tetapi visiunnya terhalangi oleh kekuatan magis yang masif. Ramalannya tak dapat tembus. Sama seperti ketika ia berusaha membaca rahasia-rahasia Olympus yang disembunyikan Zeus.

Satu-satunya bayangan yang bisa disaksikan Apollo adalah wilayah Sisilia yang hancur. Tentu saja, hal tersebut mengundang tanda tanya dan kekhawatiran besar, terutama akan nasib Persephone.

"Apa ada hal tentang Sisilia yang termasuk dalam rahasia dewata mulia raya?"

Apollo memandang langit dan berdecak kecil. Sebagai penguasa pulau Sisilia, harusnya Helios yang menyaksikan segala kejadian di bumi bisa memberi keterangan. Namun, biang gosip alam semesta itu sedang sibuk memacu kereta kudanya untuk menerangi dunia sambil menahan kantuk setengah mati. Helios sebenarnya sudah beberapa kali mengajukan cuti, tetapi Zeus menolak permohonan tersebut. Apollo tahu ayahnya tidak siap menerima komplain dari berbagai pihak karena gerhana dadakan.

Berangkat dari masalah itulah, Apollo berkunjung ke Sisilia sebelum pagi, saat Persephone masih lelap dalam tidur. Apollo mengirimkan nubuat dalam mimpi Persephone lewat melodi liranya. Barangkali dengan demikian, ia bisa menemukan petunjuk.

"Apa tidurmu nyenyak?" Apollo membuka percakapan.

"Ya," balas Persephone semangat. "Tidurku sangat nyenyak."

"Benarkah? Kau bermimpi indah?" Apollo menajamkan penglihatan, berusaha menembus pikiran Persephone, tetapi yang ia temui hanya manik biru berhias iris warna-warni. Sejenak Apollo terpegun. Mata Persephone yang besar dan berkilau memang sangat indah. Bila terus begini, justru dirinya yang akan terhipnotis.

"Mimpiku aneh."

"Oh, ya? Boleh kutahu mimpi seperti apa itu?" Apollo berdeham.

Persephone tampak menimbang, lalu dengan ragu menjawab, "Aku melihat ibuku, ayah Zeus, dan ...."

"Dan?"

"Ibunda Hera."

Dahi Apollo berkerut samar. Dugaannya semakin menyudut. "Ayah dan Ibunda Hera? Tak salah lagi, Sisilia pasti menyimpan rahasia penting."

"Apollo? Apa kata-kataku membuatmu sakit hati?" Persephone tampak merasa bersalah. Apollo dan Artemis adalah keturunan murni Zeus dari Leto, sebab itu Hera tidak menyukai keduanya.

"Tentu tidak, Persephone. Ibunda Hera tidak sekeras dulu." Apollo menggeleng, tatapannya melembut. Hera dan Artemis masih berdebat sesekali, tetapi belakangan ini sudah jarang berseteru. "Jadi, apa yang mereka lakukan dalam mimpimu?"

Persephone mengingat-ingat sebentar lalu menghela napas. "Entahlah, Apollo. Mereka seperti membicarakan sesuatu."

Apollo melenggut maklum. Dipandanginya Persephone yang memantik pangkal tanaman perdu dengan ujung jari. Tunas-tunas muda langsung bermunculan dan tumbuh mengikuti alur gerak jemarinya yang lentik. Apollo betah memandang Persepone yang bersenandung riang, sayang suara kepak yang mengganggu memaksanya menoleh.

Sejurus kemudian, Apollo lantas merutuk. Siapa lagi yang kemunculannya selalu berisik bila bukan si utusan "dewa express".

"Hermes!" panggil Persephone semangat. Ia berbalik dan bangkit menyambut Hermes dengan atribut lengkapnya. Petasos dan Talaria, helm dan sepatu bersayap.

Hermes mendarat dengan satu kaki tersilap, hampir tergelincir. Salah satu sayap di sandalnya mengepak kurang sempurna. Apollo yang melihat itu setengah mati menahan tawa.

"Hai, Persephone!" Hermes berdeham dan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Wajahnya berubah menjadi merah padam saat menyadari kehadiran Apollo di sana.

"Hai, saudaraku!" sapa Apollo dengan menekankan kata "saudara". "Perlu sandal baru, huh?"

"Oh! Hai, saudaraku!" Hermes memasang senyum penuh keterpaksaan dengan penekanan yang sama. "Ternyata kau di sini juga. Eksistensimu rupanya tidak begitu kuat untuk disadari."

"Sial!" Apollo merutuk dalam hati mendengar Hermes meremehkan eksistensinya. Namun, ia sadar harus menjaga wibawa. Alhasil, Apollo pun menarik sudut bibirnya membalas senyuman Hermes. "Tak masalah. Aku selalu memaklumi kepayahanmu dalam banyak hal."

Persephone mendesah melihat perang dingin antara Hermes dan Apollo. Keduanya memang tidak pernah akur.

"Jadi, apa yang membawa jones sepertimu berkunjung ke sini?" tanya Hermes pongah saat para nimfa mulai menjeritkan namanya.

"Jones?" Persephone memiringkan kepala. "Apa itu? Julukan baru untuk Apollo?"

Hermes terbahak lalu dengan gerakan kilat berpindah ke sebelah Persephone "Ya, Persephone. Jomlo ngenes yang selalu patah hati!"

"Daripada kau, playboy kelas dewa!"

"Masih mending daripada sadboy gagal move on."

"Diam, Tukang Pos!" kecam Apollo.

Hermes menampik telunjuk Apollo yang terarah padanya. "Jangan menunjukku sembarangan, Jurangan Sapi!"

"Dasar Dewa Pencuri!"

Apollo dan Hermes kini saling menatap dan berkacak pinggang.

"Kenapa? Mau kuajari cara mencuri hati?" Hermes menghadap pada kumpulan nimfa di pinggir danau dan mengedipkan sebelah mata.

Seketika, kawanan nimfa menjeritkan nama Hermes dengan histeris. Apollo yang melihat itu segera bertindak. Sebagai dewa pelindung nimfa, ia jelas tidak terima ada dewa lain yang dipuja lebih dari dirinya. Segera setelah ia menjentikkan jari, para nimfa kembali menghamba padanya.

Hermes masih tidak mau kalah. Ia melemparkan kissbye yang kembali berhasil mencuri perhatian kelompok nimfa tersebut, tetapi Apollo lagi-lagi mengambil alih.

Keadaan tersebut terus berlangsung silih berganti. Hermes berulang kali berganti pose untuk tebar pesona, sementara Apollo tetap kukuh mempertahankan otoritasnya. Persephone sampai dibuat pusing melihat para nimfa tercangak kanan-kiri. Sekejap menoleh pada Hermes, sekejap menoleh pada Apollo.

"Apollo, Hermes, hentikan! Kalian berdua sama-sama dewa yang tampan dan kuat!"

Persephone memperantarai keduanya, berniat melerai. Namun, tiba-tiba saja terdengar dentuman keras disusul tanah yang berguncang. Persephone berjengit kaget. Pijakannya hampir goyah bila Apollo dan Hermes tidak cekatan menahan lengannya.

"Apa itu?" Persephone menatap gamang permukaan air danau yang membentuk riak melingkar akibat getaran. Nimfa-nimfa yang ketakutan pun bersembunyi, berubah menjadi perwujudan alami mereka masing-masing.

Apollo terpaku di tempat, mengabaikan cemoohan Hermes yang menganggapnya payah karena mabuk akibat guncangan yang baru saja terjadi. Bahkan saat Persephone memanggil-manggil namanya, Apollo tetap membisu.

"Hei! Apollo! Ada apa?" Hermes ikut mengguncang bahu Apollo. "Jangan bilang sekarang kau punya riwayat penyakit jantung!" cercanya.

"Akan kusiapkan ambrosia!" Persephone berujar panik lalu berlari masuk ke dalam kastil.

Hermes hanya mengamini, menunggu Persephone masuk ke dalam kastil, baru kemudian merungus pada Apollo. "Aku benci ini!" katanya setengah berbisik. "Kau melihat masa depan lagi, kan?"

Pertanyaan Hermes dijawab Apollo dengan terduduk lemas di hamparan rumput. Saat menyentuh tangan Persephone tadi, ia melihat sesuatu yang sangat mengerikan.

Dunia bawah.

Underworld.

Hades realm.

Satu ketakutan membayangi Apollo.

Apa jangan-jangan, Persephone akan ... mati?

💐💐💐
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro