Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part III


Seoul, 2014.

"Untukku?"

Ini unik. Ia menganggap pemuda Cho itu menyebalkan dan mengganggu. Tidak ubahnya lebah yang bersorak riang menyambut musim penuh dengan kemewahan untuk kaumnya—musim semi. Musim bertabur bunga yang menghasilkan nektar terbaik. Begitulah Seung Wu di mata Sohyun yang terlalu larut dengan kebahagiaannya mendapatkan teman sebangku. Saking senangnya, perilaku antara mengganggu dan menggebu pun sarat dengan perbedaan tipis.

Namun, itu dulu. Sebelum prasangka itu berubah. Seperti waktu yang terus berjalan, sedikit demi sedikit Sohyun pun mulai mengenal karakter teman sebangkunya. Perlahan, penilaian tentang sosok kurus itu yang awalnya terbangun salah di benaknya, kini tergantikan dengan kesan yang baik Meski memang membutuhkan beberapa hari untuk mengakui kalau Sohyun salah menilai. Seung Wu bukan sok dekat dengannya, tapi memang begitulah Seung Wu. Pemuda jangkung itu memiliki minat berlebihan pada dia, selaku teman sebangku pertamanya.

Sebuah sandwich berisikan telur dan ham tipis, menjadi harga yang harus dibayar gadis Park itu untuk menebus dosa di masa lalu. Meski ia yakin, pria Cho itu sendiri tidak ambil peduli bagaimana penilaian Sohyun padanya dulu.

Seung Wu memang lebih tertarik pada sandwich yang dibawakan Sohyun. Sangat bertepatan dengan dia yang belum sarapan di rumah. Pemberian yang tidak membutuhkan dua kali bagi Seung Wu berpikir, lantas melesatkan satu gigitan besar dan mengubah bentuk roti yang tidak lagi sama.

"Apa kau tidak takut aku memberi racun di rotimu?"

Ucapan ringan Sohyun mengusik nafsu makan Seung Wu hingga pemuda jangkung itu tersedak.
Sohyun cepat tanggap dan memberikan sebotol susu yang juga ia dapatkan dari vending machine di lantai bawah sekolah. Sesungguhnya susu kotak itu bukan benar pemberian darinya. Katakan saja pagi ini Sohyun beruntung karena mendapatkannya dari salah satu junior kelas yang mengaku menyukainya. Tentu saja gadis bertubuh ramping itu senang saat susu kotak itu diberikan padanya walau ia sama sekali tidak menyukai rasa cokelat. Yang membuat ia senang tidak lain karena membayangkan ekspresi Seung Wu tatkala nantinya diberikan hadiah kecil itu.

Singkatnya, Seung Wu adalah sosok sempurna yang bisa membantu menghilangkan semua jejak makananan yang diberikan padanya. Terdengar sedikit kejam, akan tetapi gadis Park itu belum berniat menjalin hubungan intens dengan orang lain. Seung Wu, dia pengecualian. Melihat kegigihan dan sikap tebal mukanya—tidak mempan ditolak—tanpa sadar lama-kelamaan Sohyun terbiasa. Cukup satu Seung Wu, ia tidak membutuhkan Seung Wu kedua, ketiga atau seterusnya.

"Apa benar kau menaruh racun di sini?" tanya Seung Wu seiring alisnya berjungkit.

Polosnya, ia tampak benar-benar percaya dengan gurauan dingin Sohyun. Ditambah cara bicara gadis itu yang dingin, tidak terdengar seperti tengah bercanda.

Sohyun menopang dagu. Dibandingkan mencerna perkataan Seung Wu, pandangannya menerawang lurus ke arah cakrawala di balik punggung teman sebangkunya itu. Sekilas ia terkesan sedang menatapi Seung Wu yang sempat tersipu karena ulahnya. Senyum yang jarang ia tunjukkan, menyadarkan Seung Wu bahwa gadis sebangkunya bukan gadis biasa. Melainkan, dia ... istimewa.

Layaknya gadis pada umumnya, surai berwarna kecokelatan seiras dengan matanya yang berwarna hazel. Mata bulat, bulu mata yang lentik, diikuti batang hidung yang sebenarnya tidak terlalu mancung, secara fisik gadis Park itu jelas menarik.

"Padahal kita semua tinggal di bawah langit yang sama, tapi kenapa aku sering merasa tertinggal sendirian?"

Seung Wu tertegun. Walau berujar pelan, tapi ia sempat menangkap perkataan Sohyun. Sebuah kesedihan yang tersamarkan dengan senyum. Termasuk arti sorot netra yang terpancar begitu sendu.

"Itu karena kau selalu melihat ke atas."

Sohyun terkesiap. Ia tidak menyangka ucapan asalnya terdengar orang lain, apalagi dia adalah Seung Wu.

Sosok jangkung itu tersenyum, terlihat mudah menggoyahkan perasaan teman sebangkunya. "Kau seperti menunggu langit untuk melihatmu, tanpa menyadari masih ada orang yang berada di sekelilingmu yang menunggumu agar kau bisa melihat mereka," sambung Seung Wu ikut melemparkan pandangan pada langit yang sama.
Rasanya, ia mulai mampu membaca pikiran dan tahu jawaban yang Sohyun butuhkan.

Meski musim semi sebentar lagi akan berlalu, sepintas Sohyun masih bisa merasakan semilir embusan hangat menyelinap. Seolah mengingatkan ia pada musim dingin yang menyisakan kenangan buruk, lantas sempat membuat hatinya membeku. Tanpa disadari, pergantian musim sedikit demi sedikit ikut mengubah dirinya. Gadis itu tidak sedingin sebelumnya.

Tidak ayal, kehadiran Seung Wu-lah sebabnya. Rasanya ajaib. Kehadiran pemuda jangkung itu seolah sedang membantu Sohyun untuk mengikis rasa sunyi dan lelah yang selama ini ditahan sendiri. Termasuk hati dan pikirannya yang terbebani karena perceraian orang tuanya. Walau dia tidak pernah meminta, Seung Wu selalu ada untuknya. Dimulai dari menemaninya ke kantin, berada di sampingnya kala belajar di perpustakaan—walau yang dilakukannya hanya tertidur. Belum lagi selalu mengantarnya pulang. Itu bahkan tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab sebagai teman sebangku.

Seung Wu tadinya ia anggap sebagai badut kelas. Hanya kali ini, ada sesuatu yang membuatnya mengubah semua sudut pandang itu.

"Seung Wu, apa kau—"

"Cho Seung Wu!"

Pembicaaan keduanya terputus kala salah satu murid memanggil nama pemuda yang sontak menoleh ke sumber suara. Di depan pintu kelas, tampak juga seorang gadis dengan kuciran tinggi menunduk malu. Pria yang dipanggil namanya itu lekas beranjak dari bangku, sementara netra Sohyun terus mengikuti pergerakannya, bahkan hingga sosok pemuda Cho itu menghilang dari pintu kelas.

Perasaan sunyi kembali menggelimangi. Terang yang dikecapinya perlahan temaram. Apa sosok Seung Wu sangat ia butuhkan sekarang? Rasanya aneh melihat pria itu memberi waktunya pada orang lain.

"Pasti dia mau 'menembak' Seung Wu!"
Bisikan dari gadis yang duduk di depan mejanya terdengar jelas.

Anehnya, Sohyun ikut terusik dengan pembicaraan mereka. Semakin ia pikirkan, meski keduanya—Sohyun dan Seung Wu—lebih dekat selama ini, nyatanya masih belum banyak hal yang Sohyun ketahui tentang Seung Wu. Selain sosoknya yang ceria, bagaimana sosok itu di penilaian murid lain? Sebelumnya, ia tidak pernah ingin tahu sejauh ini.

"Apa Seung Wu populer?" Rasa ingin tahu mendorong Sohyun bertanya pada teman kelasnya, tepatnya pada dua gadis yang duduk di depannya.
Kim Seulgi—tertulis di tag name-nya—memutar bangkunya dan menampilkan seutas senyum terkesan sedang mengejek Sohyun.

"Apa kau sekarang penasaran dengan teman sebangkumu itu?" sindirnya tanpa pandang bulu.

Ini sedikit memalukan. Sohyun tidak menampik kalau selama ini dialah yang terkesan dingin dibandingkan Seung Wu yang selalu tampak menjadi pengikut setia.

"Kalau dari peringkat ketampanan, Seung Wu mungkin berada di urutan kesepuluh di sekolah kita."

Kedua alis Sohyun meninggi usai mendengar perkataan Seulgi.

"Dan dia itu sebenarnya memiliki banyak penggemar. Kau baru tahu, 'kan?" sambung Seulgi lagi.

"Tapi menurutku wajar saja. Memang Seung Woo orangnya sangat berisik, tapi dia begitu baik. Dia sangat sopan pada perempuan. Belum lagi dia merupakan juara lari kejuaraan olahraga selama dua tahun. Ah, jangan lupakan juga postur tubuhnya yang tinggi. Wajar banyak perempuan yang menyukainya," timpal Shin Irene, gadis yang duduk sebangku dengan Seulgi.

Sohyun masih terdiam. Pada saat gadis-gadis itu sibuk menyanjung pria Cho tersebut, ia baru tersadar. Sungguh dirinya begitu lamban untuk mengenali pesona rekan sebangkunya. Seperti yang barusan mereka katakan, semua itu benar. Seung Wu memang pria yang baik dan hangat.

Seharusnya Sohyun senang kalau temannya bisa menemukan gadis yang baik. Mendukungnya, itu cara yang tepat. Sayang, hati tidak sejalan dengan kemauan isi kepalanya. Perasaan resah terlanjur menggelimangi hati gadis Park yang ikut meragu. Membawanya pada perandaian untuk banyak hal. Bagaimana kalau Seung Wu menerima gadis yang menembaknya? Atau ... bagaimana kalau nanti Seung Wu tiba-tiba mengatakan menyukai gadis lain dan berencana untuk menjauh darinya? Bukankah itu artinya hari yang sekarang ricuh nantinya akan kembali kosong?

Bukan dia, tapi orang lain. Ada baiknya ia mulai mempersiapkan hati untuk hal terburuk.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro