Prolog
Angin sore yang meliuk-liuk, berhembus kencang, menerpa wajahku dengan kasar. Turunnya suhu udara akibat hujan beberapa menit lalu membuat bulu kudukku berdiri, tubuhku pun menggigil kedinginan karena kemeja tipis berbahan sifon itu tidak cukup untuk melindunginya.
Kepalaku menengadah ke atas, menatap jauh ke atap bumi yang membentang luas. Cuaca hari tidak begitu cerah, sinar keangkuhan sang raja tidak berdaya menembus kegelapan awan nimbostratus yang melapisi cakrawala. Kemuraman ini, kesenduan suasana ini selaras dengan suasana hatiku. Seperti pupusnya sinar mentari, harapanku pun menguap entah kemana dan menyisakan keputusasaan yang tidak berujung, seolah butiran partikel dalam alam semesta yang tidak berbatas.
Aku menarik napas dalam berusaha sekuat tenaga mengumpulkan fragmen-fragmen keberanian dan puing-puing harga diri yang masih tersisa, memberanikan diri untuk melangkahkan kaki ke depan dalam arti sebenarnya. Kedua kakiku melangkah dengan gemetar karena otakku masih mengendalikan kesadaran penuh untuk mengeksekusi rencana gila yang kumantapkan beberapa menit lalu. Rencana tergesa yang dipicu atas hancurnya prinsip dan harga diriku sebagai seorang manusia.
Aku berjalan dengan kaki gemetar di bibir atap gedung apartemen berlantai dua belas dengan tangan masih berpegangan erat pada jeruji besi. Kegelisahan yang bercampur dengan ketakutan memaksa pankreas bekerja lebih cepat dalam mensekresikan hormon adrenalin yang sukses mempercepat laju degup jantungku. Seiring debaran yang luar biasa itu, bulir-bulir keringat dingin sebesar biji jagung perlahan-lahan keluar dari pori-pori kulitku.
Siapa sangka hidup Pramita Agni akan berakhir menyedihkan seperti ini, mengambil langkah pendek dengan bunuh dengan melompat dari gedung tinggi?
Pramitha Agni, dosen matematika yang disegani dengan segudang prestasi harus berakhir seperti ini, sungguh benar-benar seperti lelucon yang sama sekali tidak lucu. Aku meringis, menertawakan pikiran sarkasme mengenai diriku sendiri.
Lebih baik aku mati daripada harus mengakui perbuatan yang tidak pernah kulakukan!
Plagiat?!
Jangan bercanda!
Mereka pikir siapa diriku sehingga mereka dapat menuduhku melakukan perbuatan sehina itu?
Akan kubuktikan pada mereka siapa Pramitha Agni sebenarnya!
Bahwa seorang PRAMITHA AGNI memilih mati daripada harus dipaksa mengakui perbuatan hina yang tidak pernah dilakukannya. Tidak akan kubiarkan mereka bersikap semena-mena lagi, apalagi menertawakanku dari belakang.
Tidak akan!
Dengan tekad kuat yang mungkin terdengar konyol, jalan yang tidak akan pernah dipilih oleh orang berakal sehat, bunuh diri.
Kuhentakkan kaki dan berjalan maju. Selamat tinggal hidupku!
Selamat tinggal Pramitha Agni
Welcome to the hell.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro