Pecah Telur
Desika tidak ada di kafe Bong. Kakak penjaga Kafe baru saja datang menggantikan yang bertugas sebelumnya, jadi ia tidak bisa membantu.
Kuarahkan sepeda menuju rumah Bobbi yang terletak di belakang Balijestro, agak masuk dari jalan besar. Aku mengambil jalan pintas, belok ke dalam gang, menghindari kemacetan jalan arteri.
Lampu sepeda bebek silicon di stang menyala. Menemaniku menembus gelapnya jalan. Bunyi kwek-kwek-nya nyaring terdengar ketika kutekan. Mataku basah lagi.
Dua minggu lalu, Desika muncul subuh-subuh dengan telur raksasa berhias bunga-bunga plastik.
"Selamat ulang tahun yang kesebelas! Pecah, deh telurnya. Hari ini juga genap 1 tahun kita berkenalan."
Aku hanya bisa tercengang ketika Desika menurunkan telur raksasa itu dari sepedanya dan memberiku palu kecil.
"Sebenarnya ini pinata yang digantung. Tapi kamu enggak suka pesta-pestaan. Jadi kubawa ke sini. Pecahkan," perintahnya.
Aku memukulnya dengan ragu. Desika yang tidak sabar menggengam erat tanganku. Kami memukul-mukul telur itu sambil tertawa-tawa.
Isinya satu paket novel KeoNoaki series, 1 buku scrapbook yang masih kosong dan 2 bebek silicon berhelm.
"Ih, norak! Ini buat sepeda roda tiga. Enggak mau!" pekikku.
"Unik. Lucuk," ralatnya. Desika tersenyum jahil, langsung memasangnya di sepedaku dan sepedanya. Mengabaikan seruan protes dan omelanku.
"Kalau pergi sendirian, kamu enggak perlu takut. Kalau nyasar tekan aja. Nanti aku tolongin," katanya membandel. Aku memutar bola mata, dalam hati berencana melepasnya begitu Desika pergi. Nyatanya sampai dua minggu berlalu, bebek itu tetap setia duduk di stang sepedaku.
Kukayuh sepedaku kencang, berbelok meliuk masuk lagi ke gang-gang kecil. Jalanan di depanku semakin menyempit. Deretan rumah berganti dengan lahan-lahan stroberi dan kebun jeruk berpagar kawat berduri. Semakin jauh, jalanan semakin gelap. Tidak ada lagi rumah yang terlihat.
Kuhentikan sepeda di bawah tiang lampu jalan, memutar kepalaku mencari sesuatu yang bisa kujadikan petunjuk menuju rumah Bobbi. Yang kulihat hanya kebun sawi dan jalan beraspal kasar. Keringat dingin membasahi keningku. Aku tersesat.
300 kata
Balijestro : Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro