Kafe Bong
Menjelang malam, Tante Gina datang menjemput.
"Gips udah dibuka, masih harus pake kruk. Seabad, deh, rasanya," gerutu Desika menunjukkan pergelangan kakinya yang kini dibebat kain cokelat.
"Seabad hanya semenit jika...." Tante Gina bernyanyi.
"... dijalani denganmu." Ma menyahut dengan suara merdu.
Aku memutar bola mata. Desika mengeluarkan suara pura-pura tercekik.
"Kita mau ke mana?"tanya Desika.
"Sparkling...," bisik Ma dan Tante Gina berbarengan, lalu mereka tertawa.
"Hiih, kayak ABG aja sih," cibirku.
"Bukan abg, kami ini kembar. Beda orang tua tapi satu kasih sayang," Ma merangkul Tante Gina.
"Kita mau ke mana? Ini kan jalan menuju kafe Bong,"
"Loh, kok tahu kafe Bong?" tanya Ma terkejut. "Kirain anak sekarang ogah ke tempat enggak instagramble."
"Ma tahu?" ganti aku bertanya.
"Tentu saja!itu...."
"... tempat rahasia kami," sahut Tante Gina meneruskan jawaban Ma.
Desika berseru. "Itu kafe rahasiaku bersama Agni. Kok, Mami enggak pernah cerita?"
Aku cemberut. Sudah bukan rahasia ketika Desika menceritakannya kepada Pak Dodik.
"Karena RA-HA-SI-A. Jadi enggak diceritain."
Nah, kan. Tante Gina aja ngerti.
Sampai di kafe, jantungku seperti copot. Ada dokter Bong yang menyambut!
"Itu Oppa Baekhyun," bisikku. Desika langsung terkesiap. Apalagi ketika Tante Gina menyapa dan mengacak rambut dokter Bong. Desika seperti mau pingsan saja.
"Aih, adek... lama banget. Tiba-tiba udah jadi dokter aja."
"Kok kalian kenal?" tanya Ma.
"Aku yang mengasuhnya sejak beringus sampai tumbuh kumis tipis," jawab Tante Gina. Wajah dokter Bong langsung merah.
Kami menikmati jus sambil mendengarkan cerita Tante Gina.
Dokter Bong adalah putra sahabat Ahma. Tante Gina yang menjaga dan membantunya belajar sejak SD sampai SMP. Dulu, kafe ini hanya berupa kios kecil tempat mama dokter Bong menyimpan buku-buku koleksinya. Mereka pindah ketika Tante Gina SMA.
"Gimana kabar mama, Bong?"
"Sehat, kak. Sudah mulai pikun. Tapi masih nanya terus tentang kafe ini. Aku udah enggak sempat lagi ngurus, makanya mumpung di sini sempatkan foto-foto sekaligus beresin koleksi komikku."
"Lah, memang kafenya mau dijual?"
"Jangan!" seruku dan Desika kompak.
"Aku dan Desika belum...."
"Selesai baca komiknya." Desika meneruskan kalimatku.
300 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro