Dicari: Pengendali Emosi
"Maukah... emmm... ajak Desika kembali ke sini," kata Bobbi pelan. Mundur selangkah, menanti reaksiku dengan wajah was-was. "Tolong....," imbuhnya cepat.
Dalam hitungan detik, sesuatu yang meleleh tadi berubah menjadi lidah api yang membuat hatiku panas. Aku menggertakkan gigi. Sudah kuduga. Khas Desika, meminta orang lain membereskan kekacauan yang ditinggalkannya.
"Kamu sendiri?" aku bersedekap, menaikkan nada suara, menatap tajam Bobbi. Balik bertanya.
Bobbi terkejut, tidak siap dengan pertanyaanku. Anak itu garuk-garuk kepala, kakinya bergerak-gerak gelisah. Kepalanya menunduk, menghindari mataku.
Bobbi baru saja membuka mulut ketika suara bel sepeda Andaria dan Kinan menyela pembicaraan kami.
"Hai Bobbi, welcome back!" seru Kinan dengan riang.
"Dia baru saja mau pulang," tukasku.
Wajah Bobbi langsung merah padam, matanya berkilat-kilat. Tak ada kata yang terucap ketika ia naik dan memacu kencang sepedanya.
Latihan berjalan lesu. Andaria dan Kinan ikut terseret buruknya suasana hatiku. Tidak ada yang bicara. Gerakan kami amburadul. Jauh dari kata kompak.
Suasana baru mencair ketika Ma menyuguhkan bronis panggang dan jus. Andaria dan Kinan langsung ramai menanggapi cerita Ma tentang baju-baju Korea yang kekinian. Aku bergeming, menjadi terasing dari kehebohan obrolan mereka.
"Oh, Ma baru ingat. Ada barang baru datang. Bahan adem, halus. Warnanya cerah ceria. Cocok deh, untuk kostum grup kalian."
Ma mengeluarkan setumpuk blus dengan kerutan dan pita mungil di lengannya. "Pilihlah. Biru, toska, kuning, dan maruun. Tinggal kasih legging. Jadi deh."
Andaria langsung memekik senang. "Aku biru."
Kinan memeluk blus berwarna kuning sambil tersenyum malu-malu.
"Toska kesukaan Agni," ujar Ma.
Tinggal Maruun yang tersisa. Warna favorit Desika.
Begitu Kinan dan Andaria pulang. Ma duduk di sebelahku. Menghela napas panjang.
"Lidah api itu sepertinya sudah menjadi bola api . Pengendali air mungkin berguna. Tapi Pengendali emosi sepertinya lebih cocok. Ma yakin Pengendali waktu sudah mengaturnya. Selesaikan baik-baik."
"Tapi Ma, bukan aku yang membuat masalah. Bukan aku yang ngambek." Aku tersekat. Tenggorokanku kering. Mataku berkaca-kaca.
300 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro