Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ngabuburit

WARNING!!! Disarankan untuk dibaca di malam hari karena ada membahas makanan.

*****

"De~ ngabuburit yo??" Rengek Bokuto dengan bibir manyun.

Tepat ketika kaca mobil terbuka dan Akaashi yang baru saja mau masuk ke mobil.

Akaashi menggigit bibir, ia lelah secara fisik dan mental. Tapi orang ini dengan senang hati menjemput dan mengantar kemanapun ia mau semenjak menetap di rumahnya.

Tidak enak hati.

Walau tubuh dan hati lelah, Akaashi cukup senang jika hanya sekedar ngalur ngidul dengan Bokuto.

Ya namanya juga sowlmate.

"Tentu, ka Kou mau ngapain?"

Jika melihat ke masa lalu, saat SMA mereka lebih sering melakukan olahraga ringan atau sekedar memancing di sungai dekat rumah Bokuto.

Main voli, sepedaan keliling kota, mancing ikan, ngerakit paring dari kebun Konoha untuk dijadikan petasan bom.

Ah, dipikir-pikir Akaashi kangen masa sekolah.

"Aku mau ke gym main voli, tapi takut De Keiji malah batal puasanya."

Akaashi teringat di salah satu hari yang begitu panas dan Bokuto mengajaknya main voli hingga pingsan.

Setelah itu mereka dimarahi habis-habisan.

"Umm, mau jalan-jalan?" Walau ia sendiri tidak tahu kemana tujuan, mengingat dirinya juga bukan orang yang suka bepergian.

Bokuto memanyunkan bibir lagi, masih dengan posisi menyetir.

"Baru jam 4 kan? Mau masak buat buka aja? Tadi pagi aku juga belanja sayur."

Apa itu berarti mereka hanya akan pulang ke rumah?

"Kalau ka Kou ga masalah, aku ngikut aja. Lagian pesan online juga ga masalah." Mengingat dirinya selalu order makanan dibandingkan masak sendiri--lelah dan sibuk.

Tanpa Akaashi sadari, ternyata Bokuto memicing ke arahnya.

"Kita makan di rumah, kamu bantu aku masak."

Akaashi mengangguk tanda mengiyakan.

.
.
.

Sesampainya di rumah Akaashi...

"Selama nyiapin ayam, kamu mandi aja."

Akaashi mengangguk, mengekori Bokuto sambil melepas kancing kemeja. "Kita mau bikin apa?"

Bokuto tersenyum, seringai tipis.

"Kita bikin sop ayam!"

Mata Akaashi yang tadinya kuyu jadi berbinar, sudah lama sekali ia tidak memakan masakan rumahan.

"Nanti aku yang potong sayurnya." Ucap Akaashi dengan nada serius.

Bokuto bersiul, seakan melihat Akaashi ketika dulu bermain voli saat SMA.

Begitu Akaashi mandi, Bokuto mengeluarkan semua bahan memasak dari kulkas. Ayam, rempah, daun dawang, daun sop, kentang, wortel, dan kol.

Karena ayam masih beku, Bokuto memilih untuk mengupas bawang terlebih dahulu. Mencuci beras serta sayuran, memanaskan air dalam panci untuk rebusan nanti, serta air panas untuk membuat teh.

Pip. Begitu rice cooker ditekan, Bokuto lanjut menghaluskan bawang merah dan putih dengan parudan atau dikenal juga parutan.

Cukup manual karena Bokuto pikir blender membuat bumbu yang akan dimasak kurang enak.

Dari sisi pintu yang lain, Akaashi muncul dengan kaos dan celana training. Terlihat lebih segar dibandingkan sebelumnya.

"Ka Kou, aku sudah selesai mandi."

"Oh? Cepat juga!" Sahut Bokuto tanpa melihat, "Ya sudah tolong urus sayurnya ya?"

"Oke kaa~" Akaashi mengambil pisau dapur dan beberapa wadah untuk menaruh sayuran.

"Sudah dicuci ya?" Bokuto hanya menjawab dengan Ho'oh.

Akaashi hanya menurut, ia akan memotong kentang dan wortel tanpa dikupas. Mengingat itu salah satu kebiasaan Bokuto ketika memasak--bukan karena malas.

Tak. Tak. Tak.

Akaashi memotong wortel sepanjang tusuk gigi selebar pensil, memotong kentang seperti dadu, memotong kol memanjang seperti kwetiau. Memotong halus daun seledry dan daun bawang, lalu meletakkan mereka semua di tempat terpisah.

Bersamaan itu, Bokuto tengah mengurus ayam yang sudah tidak membeku.

"Ka, ayamnya ga kebanyakan?"

"Cuma satu ekor?"

Akaashi mengerjap, cuma satu ekor katanya. Tapi kantong plastik itu seakan begitu penuh.

"Terus aku minta sayap, tulang, sama cekernya dibanyakin."

Oh, pantas.

Padahal mereka hanya makan berdua, tapi begitu banyak bahan makanan yang akan dimasak.

"De, cekernya mau digoreng juga ga?"

"Mauu~"

"Okeh~"

Bokuto memainkan pisaunya di antara lemak, memisahkan daging dan tulang dada. Mengikis kulit ari yang tersisa, mencabut bulu yang tertinggal.

Tak lupa ia juga memotong 2 bagian paling runcing dari sayap ayam, hanya untuk mempermudah saat dimakan agar tidak tertusuk.

Selesai dicuci, Bokuto membumbui ayam yang akan digoreng dengan sebagian bawang putih yang sebelumnya ia parut ditambah garam dan secuil asam jawa. Sambil menunggu bumbu resap, Bokuto akan membuat kuah kaldu.

Cpyuk. Plung. Plung Plung.

Bokuto memasukkan tulang dan beberapa ceker ayam ke dalam panci yang panas, ini akan menjadi dasar kaldu yang umami.

Ptoooo~ Teko air di sebelahnya telah mendidih, Akaashi melepas pisau dan segera mencari tempat untuk membuah teh.

"Ka Kou, ada beli gula?"

"Ho'oh ada, cek aja di kantong belanjaan." Bokuto mengangkat teko air panas dan meletakkan di tempat lain.

Masih dengan api yang menyala, Bokuto meletakkan wajan di atasnya. Menumis bawang putih dan merah yang ia haluskan hingga harum.

Plung! Lalu memasukkan bumbu yang ia tumis tadi ke dalam air kaldu, ditambah satu setengah sendok makan garam.

Dan masih dengan wajan yang sama, ayam-ayam itu akan diungkep selama 15 menit agar tekstur dagingnya menjadi lebih empuk saat digoreng.

Saat Akaashi membuat teh, ia baru ingat sesuatu.

"Ka, mau pakai es ga?"

"Emm, tadi es batunya kena ayam. Ga papa?"

"Ayamnya pake plastik juga kan?"

"Iya sih..."

"Ya udah berarti ga papa."

Bokuto kehabisan kata-kata, mau protes tapi yang bakal minum mereka berdua juga.

'Kalau mules ya ntar berdua juga.' Batinnya.

Blop. Blop. Blop.

Tutup panci terbuka lagi, kaldu rebusan sudah berwarna cukup keruh. Sekarang tinggal memasukkan rempah-rempah sop.

Ketumbar, cengkeh, bunga lawang, adas manis, kapulaga. Serta kunci utama yang Bokuto pelajari dari ibunya, kaldu blok kecil dengan bungkus kuning.

"De, abis ini masukin wortel sama kentang, 15-20 menit baru masukin kol, 3 menit kemudian baru masukin daun bawang sama daun sop."

"Okeh ka." Sahut Akaashi sambil mengumpulan lemak ayam yang mengambang.

Selesai dengan ayam ungkep, Bokuto memindahkan mereka dan mendinginkan ayam-ayam itu tepat di depan kipas angin.

Sambil menunggu sayur lembut dan ayam dingin, BokuAka menyiapkan piring dan gelas.

"Ka, kurmanya kaka taruh di mana?"

"Perasaan dalam kulkas, ga ada?"

Akaashi menggeledah isi kulkasnya yang tak begitu kentara. "Ah, iya ternyata di belakang susu."

"Astaga, udah hampir setengah 6 aja." Ucap Bokuto sambil menyiapkan tepung untuk menggoreng ayam.

"Hehe ga terasa ya? Mana bau dapur enak lagi." Kekeh Akaashi dengan hidung kembang kempis, ia sedang memasukkan kol ke dalam panci.

"Sabar ya dek, masih 60 menitan lagi baru buka."

Crrrrtk---BWEEESH! Bokuto menyalakan kompor untuk kesekian kali, memanaskan minyak goreng.

"Ka, beli minyak goreng di mana?"

"Di pasar lah."

Tidak salah sih, tapi gimana ngomongnya ya?

"Anu, bukannya rada susah belinya sekarang?"

"Katanya sih gitu, tapi di pasar masih banyak ko."

"Mahal kan?"

Bokuto mencoba mengingat dengan tangan yang sibuk membalur ayam dengan tepung. "Kalau ga salah tadi 2 liter merek Kunci Inggris cuma 35 ribu, kalau merek Bomilo 37 ribu aja."

Karena Akaashi juga jarang masak, iya tidak tahu itu termasuk mahal atau murah.

"Mmh...?" Akaashi menusuk-nusuk ceker dan sayuran dengan garpu, mengecek apakah mereka sudah matang atau belum.

"Udah lembut ka, matiin aja atau gimana?"

"Masukin daun sopnya terus matiin aja kompornya, nanti tuang ke mangkuk waktu dah mau buka aja."

"Baiklah, ini tinggal ayam aja kan? Ka Kou mau mandi dulu? Biar aku aja yang lanjut masak."

Bokuto baru menyadari tubuhnya cukup berkeringat karena di dekat kompor sedari tadi.

"Aku tinggal bentar ya?"

"Iyaa ka."

Akaashi menggantikan Bokuto untuk memasak ayam goreng sementara yang lebih tua mandi.

"Ah iya, kabarin ibu." Akaashi segera berlari ke kamar untuk mengambil ponselnya dan dengan cepat pula kembali ke dapur.

Ckrek. Ckrek. Ckrek. Akaashi memfoto makanan dan minuman yang mereka buat, memberi tahu bahwa kali ini ia tidak berbuka sendirian.

Membayangkan orang tuanya merasa senang mengenai kabar itu membuat Akaashi senyam-senyum.

Bertepatan dengan ayam yang sudah matang, Bokuto juga selesai mandi.

"Aahh~ mandi enak banget."

"Ga sampai batal kan?"

"Hengga lah!"

Makanan sudah tertata, minuman sudah tersaji. Keduanya duduk menunggu adzan berkumandang sambil berbincang mengenai hari ini.

Waktu buka puasa ditandai dengan terbenamnya matahari. Saat itulah adzan Maghrib mulai berkumandang. Begitu mendengar kumandang adzan Maghrib, seorang Muslim yang berpuasa akan berbuka puasa.

(٢x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ

(٢x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّااللهُ

(٢x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

(٢x) حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ

(٢x) حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ

(١x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ

(١x) لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ

"De, oper kurmanya."

"Ini ka."

بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

Mereka pun berbuka, menikmati santapan yang mereka buat bersama.

.
.
.

"Alhamdulillah." Akaashi menyesap es tehnya setelah tadi berbuka dengan teh hangat.

"Enak? Ternyata di luar dugaan sopnya ga asin."

"Iya ka, alhamdulillah enak aja."

Walaupun asin, Akaashi pikir masakan Bokuto lebih layak makan dibandingkan masakannya.

"Dan masih banyak juga dipanci, bisa buat makan sahur nanti."

"Iya kaa."

"Kalau habis tarawih mau makan juga ga papa, dek."

Akaashi menahan rona merah di wajahnya, malu karena Bokuto hapal akan kebiasaannya kalau makan suka bolak balik.

"Iyaa ka.." Lirih Akaashi malu.

Bokuto hanya tersenyum, toh anggap saja ini perbaikan gizi untuk Akaashi.

"Mau sholat magrib bareng?"

"Tentu."

*****

Author Note :

Dari kemarin merek orang diplesetin mulu 🤣

Berikut gambaran rumah Akaashi Keiji.

Gaya penulisan sedikit ku rubah, bagaimana menurut kalian dengan Bokuto dan Akaashi dengan bahasa sehari-hari? Walaupun yang ku pakai versi sederhana dan sopan, juga mengingat ini masih bulan suci Ramadhan.

Konten ini membuatku kangen rumah, ini juga alasan kenapa begitu cepat update. Walau jatuhnya jadi kaya fanfict masak-masakan.

Ya, gimana yah... mungkin karena love language ku makanan?

Can't help it 🤷

Dan satu lagi, bumbu sop tiap daerah beda kan? Aku hanya menuliskan yang biasanya ku pakai ketika di rumah.

Sederhana, namun hangat.

Itulah yang ku dapat ketika memakannya, memang tidak begitu banyak rempah seperti di luaran sana.

Pernah suatu kali temanku yang beda daerah bertanya kenapa aku memasak begitu, tapi inilah yang aku pelajari.

Memangnya kenapa?

Makanan bukan hanya sekedar untuk mengisi perut, makanan adalah cara kita menyampaikan kasih sayang.

Makan bersama dengan orang yang kita sayang seperti keluarga memang terdengar sederhana, namun itu adalah puncak kebahagiaan.

Layaknya kata rumah, bukan hanya sekedar tempat berpulang. Tapi tempat di mana hati kita merasa nyaman berada di sana.

Pernahkah kalian merasakan masakan enak tapi jauh di dalam hati kalian merasa biasa saja? Alasannya? Makan sendirian? Tenggelam akan overthinking?

Namun untuk kalian yang telah kehilangan nafsu makan, ku harap kalian akan segera menemukan kehangatan yang kalian cari.

Haha, maaf jika sedikit emosional dibandingkan biasanya.

Terimakasih sudah mampir, dan selamat menjalankan ibadah puasa.

03042022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro