Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 5

"Mama, Lala seneng banget deh. Kemarin Lala dianterin Om Dyan ketemu Bunda, Lala seneng Bunda nggak nangis kayak di mimpi Lala. Mama ... Mama tau nggak, Lala main sama Bunda, seruuu banget. Sebenernya Lala masih mau main, tapi Om Dyan ngajakin pulang." Kayla yang tadinya terlihat semringah dalam sekejap berubah murung.

"Mama ... Lala kangen Mama. Kenapa Mama bobok di sini terus? Kenapa enggak temenin Lala main kayak temen-temen Lala yang ditemenin main sama mamanya?" cicit Kayla. Mau bagaimanapun, Kayla hanyalah seorang bocah yang belum sepenuhnya paham dengan keadaan dan ingin merasakan apa yang teman-temannya alami bersama ibu mereka.

Sejak kemarin ketika Abra mengajak Kayla pulang, bocah itu merajuk sepanjang perjalanan dan pagi ini tiba-tiba mengatakan ingin bertemu sang mama. Abra sempat terkejut karena ini pertama kalinya Kayla meminta setelah enam bulan sejak terakhir ia mengunjungi makam mamanya, namun ia tetap mengantarkan Kayla.

***

"Ayaaah!" Kayla berlari saat pria dewasa yang amat dia rindukan terlihat bermain bersama si kecil Vendra di atas karpet bulu bermotif kuda poni kesayangannya.

"Aduh! hati-hati, Sayang." Airlangga Handaru -Angga- menyambut pelukan sang putri hingga jatuh terjengkang, beruntungnya sang putra yang semula bermain dengannya telah beralih pada mobil-mobilan dan mendekat pada Abra hingga tidak sampai ikut tertindih tubuh Angga.

"Lala kangen." Hanya itu kalimat yang Kayla ucapkan dengan wajah masih terbenam di dada sang Ayah sementara tangannya mendekap semakin erat.

Dahi Angga berkerut, tidak biasanya Kayla bertingkah seperti ini karena biasanya Kayla hanya akan menyambutnya dengan pelukan singkat dan menanyakan oleh-oleh yang sang ayah bawakan setiap pulang dari luar kota. Angga beralih melihat pada Abra yang kini bermain dengan Vendra dengan sorot bertanya, namun hanya gelengan kecil yang adiknya itu berikan. Satu yang Angga tahu, suasana hati puterinya pasti sedang tidak baik.

"La, ayok makan dulu. Kan tadi pas berangkat Lala belum mau sarapan," ajak Ratna pada cucunya.

"Loh, Lala belum sarapan?" Kayla menggeleng sembari menunjukkan deretan gigi putihnya. Angga melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh. Tadi waktu dia sampai di rumah, Angga memang belum melihat Kay, ibunya mengatakan jika Kayla sedang pergi jalan-jalan dengan Abra tadi pagi-pagi sekali.

"Terus bubur yang tadi beli pas berangkat itu namanya apa Kayla?" cibir Abra dengan memutar bola mata malas, pasalnya sebelum berangkat mereka terlebih dahulu mampir untuk makan bubur ayam sesuai permintaan gadi kecil itu.

Gadis kecil berponi dengan rambut di kuncir ke samping itu menunjukkan cengirannya pada Abra sebagai jawaban, tangan kanannya terangkat membentuk huruf V serta sebelah yang lain mulai menutup mulutnya.

"Udah ... udah. Ayo La, ikut nenek." Ratna menggiring cucunya ke meja makan.

***

"Sudah siap?" Suara Pak Yasa membuat Kayra yang sedang fokus merapikan jilbabnya di depan cermin sedikit terlonjak.

"Sudah, Yah."

"Ayo, Ayah nggak mau dia nunggu kelamaan." Pak Yasa berjalan mendahului Kayra keluar rumah.

Selama perjalanan, Pak Yasa hanya menceritakan mengenai calon jodoh yang akan dipertemukan dengan Kay, sedang tak sedikitpun Kayra berani bersuara. Gadis itu hanya memilin tali tas kecilnya yang berada di atas pangkuan untuk mengusir kegusaran di hatinya, memandang keluar jendela dengan pikiran yang entah berada di mana.

"Ayo turun," ucap Pak Yasa sembari membuka pintu mobil.

Kayra mengedarkan pandangannya, mereka berhenti di restoran yang ternyata berada tak terlalu jauh dari rumahnya. Restoran dengan saung-saung lesehan yang berada di atas kolam ikan yang luas, tatanan lampu yang menyala menambah kesan romantis malam itu, tetapi hal terakhir sudah pasti tidak dapat Kayra rasakan tertutupi rasa gugup dan tegang. Tersadar jika sang ayah telah menunggunya, dengan segera Kay melepas seatbelt dan keluar menghampiri tempat ayahnya berdiri.

Mereka berjalan bersisihan menuju sebuah saung yang sudah dipesan sebelumnya dan terletak paling ujung. Sesampainya di sana, seorang pria telah duduk membelakangi mereka dengan tangan yang menumpu dagu.

"Assalamualaikum," salam Pak Yasa ketika mendudukkan diri tepat di seberang pria itu.

"Waalaikumussalam, Om." Pria yang mengenakan kemeja navy itu menjawab salam seraya mencium punggung tangan Pak Yasa, hal yang sangat sopan, sedang Kayra masih berdiri mengamati keduanya dengan debar yang semakin menjadi. Ia belum siap bertemu pria itu, tapi Kayra harus melakukannya demi sang ayah.

"Kay, kemari." Panggilan Pak Yasa membuat Kayra buru-buru menundukkan kepalanya, dengan sedikit ragu, ia melangkah serta duduk di sebelah Pak Yasa tanpa sedikitpun berani mengangkat wajahnya.

Beberapa saat kemudian pelayan datang untuk mencatat pesanan yang mereka inginkan. Kay masih menunduk dan sesekali menjawab saat ayahnya bertanya serta pria di depannya memilih menu. Setelah memastikan semua pesanan, pelayan undur diri.

"Nak Ndaru, ini puteri Om. Kayra." Pak Yasa mulai memperkenalkan Kayra pada pria di depannya, kemudian beralih menatap pada Kayra, "Kay, ini Ndaru, anak temen Ayah. Mungkin kamu sedikit lupa siapa dia karena kalian hanya bertemu beberapa kali itupun sewaktu kamu masih kecil."

Mendengar penuturan sang ayah, membuat Kayra memandang ayahnya dengan raut bingung.

"Apa kabar?" Sapaan Pria di depan mereka seolah menyadarkan Kay jika ada orang lain di sana. Pria yang hanya tersenyum dengan tangan terlipat di atas meja tanpa sedikitpun berniat mengulurkannya untuk bersalaman dengan Kayra.

Kayra memberanikan diri melihat pada orang yang dikenalkan ayahnya dengan nama Ndaru. Mata Kayra membulat ketika ia seperti familier dengan wajah pria itu, hingga beberapa saat namun Kay tak dapat mrngingatnya.

"Ehm!" Deheman sang ayah membuat Kay tersadar dan menundukkan kembali pandangannya, sedang pria yang sedari tadi dilihat Kay hanya tersenyum melohat tingkahnya.

"Permisi," suara pelayan serta menu yang satu per satu beralih ke hadapan mereka membuat Kay bisa sedikit bernapas.

"Nah, sebaiknya kita makan dulu. Ndaru pasti sudah lapar karena pulang kerja langsung kemari." Ucapan Pak Yasa mendapat anggukan serta tawa kecil dari pria yang dia panggil Ndaru.

Setelah menyelesaikan makan malam, Pak Yasa seolah memberi kesempatan bagi keduanya untuk saling mengenal dengan lebih memilih menjauh untuk menerima panggilan di ponselnya.

"Ehm, seperti yang Om Yasa katakan tadi, aku Ndaru. Lebih tepatnya Airlangga Handaru. Om Yasa lebih suka manggil aku Ndaru semenjak kecil. Dua bulan lalu, kami nggak sengaja kembali bertemu waktu mobilku hampir menyenggol mobil Om Yasa. Yah, dan berakhir dengan pertemuan ini. Sebelumnya aku ingin mengatakan statusku, agar semua jelas di awal. Aku seorang ... duda dengan dua anak. Puteriku berumur lima tahun sedang puteraku baru berumur satu tahun. Istriku meninggal sesaat setelah melahirkan puteraku. Jika kamu keberatan, kita mungkin tidak perlu melanjutkannya." Rupanya seorang Airlangga Handaru tidak suka berbasa basi dan terbuka, hal itu membuat kesan pertama Kayra pada pria di depannya ini sedikit berubah. Kayra akui tidak akan mudah untuk seseorang mengatakan kejujuran saat pertama akan menjalin hubungan.

Airlangga Handaru? Kayra seperti pernah mendemgar nama itu, tapi di mana?

...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro