Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 2

Haiii...  Aku up di sini. Itu artinya part selanjutnya udah tayang di grup FB 2P Literasi. Penasaran sama kelanjutannya?? Silahkan merapat ke sana dan jangan lupa tinggalkan like dan komen sebanyaknya dicerita yang kalian suka. Eits... Yang nggak punya akun FB, kalian tenang aja. Aku akan tetap. Aku up di sini nanti.

Happy Reading. 💟💟💟
.
.
.

Selepas mengantarkan Kayla pulang, seorang pria yang Kayla panggil dengan sebutan Om Dyan itu bergegas menuju ke suatu tempat. Ia ingin memastikan sekali lagi tentang apa yang tadi dirinya lihat sewaktu menjemput Kayla.

Niatnya ke sini hanya untuk menjaga para keponakannya selama sang kakak berada di luar kota. Beruntungnya, jarak kantor miliknya berada tak jauh dari perbatasan kota hingga ia tak perlu meninggalkan pekerjaannya di sana, namun siapa sangka ia tanpa sengaja malah bertemu dengan bagian masa lalunya di sini.

Menyalakan lampu sein kiri, Abra menepikan mobilnya di bawah pohon yang letaknya tak terlalu jauh dari tempat yang ingin ia datangi kembali. Dari tempatnya berada, Abra bisa melihat sekolah Kayla yang masih terdapat beberapa kendaraan terparkir rapi di sana. Itu artinya, beberapa guru masih beraktifitas di luar jam mengajar dan Abra berharap wanita yang ia temui tadi menjadi salah satu di antaranya.

Sebenarnya Abra merasa sedikit terkejut dengan pertemuan mereka sewaktu menemput Kayla tadi, namun Abra ragu dengan apa yang ia lihat hingga ia memutuskan kembali untuk memastikannya sendiri. Kayra, benarkah yang ia lihat tadi adalah Kay? Bahkan gadis itu tampak sangat berbeda dari Kay yang dulu ia kenal.

Tak berapa lama, wanita yang ia kenali sebagai wali kelas Kayla -Dinda- keluar bersama wanita yang sempat ia lihat dalam kelas ketika menjemput keponakannya tadi hingga keduanya nampak berpisah di depan gerbang sekolah. Dinda mengendarai sepeda motornya, sementara wanita itu menyebrang ke sisi di mana mobil Abra berada, kemudian berjalan menuju halte yang tidak jauh dari sana.

Abra memicingkan mata dari kejauhan, wajah wanita itu sangat familier bahkan bisa dikatakan memiliki wajah yang sama persis seperti Kay -mantan kekasihnya dulu-, namun wanita itu sedikit berbeda, ia terlihat ideal dengan dadanan sangat rapi dan terawat serta tatapannya yang teduh, tak seperti Kayra yang ia kenal semasa SMA dulu. Pertanyaan demi pertanyaan muncul pada diri Abra. Apakah mereka orang yang sama atau hanya sekedar kebetulan memiliki kemiripan wajah saja?

"Kenapa dia bisa mirip banget gitu sama Kay?" gumam Abra, hingga beberapa saat setelahnya Abra mencibir kekonyolannya sendiri, "Ck, kenapa juga aku mesti kayak gini? Konyol! Itu udah masa lalu, pastinya Kay juga udah lupa sama kejadian waktu itu." 

Sibuk dengan dirinya sendiri, Abra baru menyadari jika orang yang sedari tadi ia amati baru saja menaiki angkot. Bak seorang penguntit, Abra mengikuti angkot di depannya untuk tahu kemana tujuan wanita itu. Hingga tidak berapa lama, Kayra turun dari angkot dan berjalan memasuki sebuah rumah yang tak jauh dari jalan utama komplek perumahan.

Tok! Tok!

Seorang satpam mengetuk pelan kaca mobilnya dan memberi isyarat agar Abra segera menurunkan kacanya.

"Permisi, Mas. Lagi nunggu orang atau mau cari alamat?" Satpam bernama Tonimin bertanya dengan tatapan menyelidik.

"Oh, saya ... saya mau cari orang, Pak. Perempuan pake jilbab ungu motif bunga yang tadi masuk ke rumah itu. Dia mirip banget sama temen SMA saya, tapi saya ragu mau nyapa pas tadi enggak sengaja lihat di jalan. Apa dia tinggal di sana, Pak? Soalnya saya takut salah alamat," jelas Abra seraya menunjuk sebuah rumah bercat hijau muda selang beberapa rumah di depannya, kemudian menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal untuk menghalau rasa gugup yang mendadak muncul.

"Oh! Temennya Mas namanya siapa?" Pak Tonimin tidak begitu saja percaya, perumahan ini hanya terdapat beberapa rumah sehingga ia harus memastikan keamanan para penghuninya.

"Kayra ... Kayra Putri."

"Ternyata Mas beneran temennya Mbak Putri ya? Iya Mas, itu bener rumahnya Mbak Putri. Tapi kalau mau ke sana, lebih baik janjian aja dulu. Bapaknya galak, apalagi kalo ada laki-laki yang nyariin Mbak Putri ke rumah, cuma Mbak Putri yang bisa nenangin kalo lagi marah." Pak Tonimin memberi info kemudian terkekeh di akhir ucapannya.

"Ah, iya. Makasih ya Pak. Kalau begitu saya pamit dulu. Besok saja saya kemari lagi." Abra mengendarai mobilnya menjauh setelah mendapatkan informasi dari Pak Tonimin.

"Jadi ... dia benaran Kay?" Dalam perjalannya, Abra mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Kayra, pacar pertama sekaligus korban pertama dari keberengsekan seorang Abra. Dan sialnya, Abra selalu merasa bersalah setelah perpisahan mereka yang terjadi dengan cara  sangat tidak baik. Setelah putus dari Mita pun, Abra tak pernah lagi menjalin hubungan apa pun dengan wanita, karena setiap ia mencoba memulai, selalu ia teringat kesalahannya pada Kayra. Hal itu pula yang membuat ia memutuskan hubungan dengan Mita saat mereka masih berpacaran. Pertemuannya dengan Kayra kali ini seperti tak masuk akal, kenapa dari sekian tempat mereka malah dipertemukan di sini.


Apakah ini tanda kalo Tuhan kasih kesempatan aku buat minta maaf sama Kayra dan perbaiki kesalahan aku dulu? batin Abra menerka.

***

"Ra, sini! Duduk deket Ayah." Pak Yasa menepuk sofa di sebelahnya agar Kayra yang baru saja terlihat keluar kamar segera duduk di sana.

Tanpa berkata maupun bertanya, Kayra segera menghampiri sang ayah yang menampakkan raut sedikit serius. Perasaan Kayra mendadak tidak enak, pasti akan ada hal penting yang ayahnya ingin sampaikan.

"Kamu punya pacar? atau lagi deket sama seseorang, Ra?" Pak Yasa bertanya tanpa basa-basi.

"Enggak, Yah." Kayra menjawab dengan tangan yang bertaut saling menggenggam. Jika sudah seperti ini, pasti ayahnya akan membahas hal serius. Ini bukan pertama kalinya sang ayah menanyakan hal seperti ini.

"Yakin?" Pak Yasa menyelidik.

"Iya, Yah." Kayra melihat tepat di mata sang ayah yang hanya menampilkan ketegasan.

"Minggu depan, Ayah mau kenalin kamu sama seseorang. Dia anak temen masa kecil Ayah dulu." Pak Yasa menjelaskan.

Deg!

Dulu Kayra pernah berada di posisi seperti ini, tapi ia berhasil menolak dengan dalih ingin fokus pada pendidikan. Pak Yasa saat itu tak lagi bisa mengusik, karena ia juga ingin anaknya berpendidikan tinggi. Lalu sekarang, tak ada alasan lain bagi Kayra menolak keinginan sang ayah  sementara ia belum siap membuka hatinya kembali untuk seseorang. Kayra gelisah dan hal itu tak luput dari pengamatan ayahnya.

"Kalian bisa kenalan dulu nanti, Ayah nggak akan memaksa. Cuma, Ayah harap kamu bisa memenuhi keinginan terakhir ibumu. Ibu ingin kamu bahagia ... dengan pria yang tepat, dan Ayah lihat dia pria yang baik untuk kamu. Kalian akan cocok. Ayah tahu itu." Pak Yasa menepuk pelan pundak putrinya, kemudian beranjak meninggalkan Kayra sendiri untuk berpikir.

Tubuh Kay melemas lantaran ia ingin menolak, namun ia takut ayahnya akan kecewa atas penolakannya. Dulu, ketika ia tidak sependapat dengan sang ayah yang ingin menyekolahkannya di pesantren, Kay dapat merayu sang ibu untuk membiarkannya bersekolah di sekolah umum dan tinggal dengan neneknya di kota sebelah agar sang ayah tak lagi menekannya. Namun kini, hanya Ayah satu-satunya orang tua yang ia miliki sekarang, tak ada pilihan lain lagi, ia akan menurutinya meski Kay sendiri tak yakin dengan keputusan yang ia ambil. Apakah keputusannya sudah benar? Atau keputusannya malah akan membawa dirinya jatuh ke lubang kesalahan yang sama seperti dulu?

"Apa aku harus coba nerima pria yang aku sendiri nggak tau dia siapa?" Kay bergumam lantas menghela napasnya berat.

...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro