Bagian 14
Disarankan baca beberapa bab sebelumnya. Mohon maaf untuk update yang sangat lama.
Cek typo, kritik, saran diterima dengan terbuka. Happy reading.
.
.
.
Langit terlihat semakin muram meski hari belum sepenuhnya siang. Kayra yang telah selesai membereskan tugas di ruang kelasnya, melangkahkan kaki menuju ruang guru sebelum sebuah teriakan menghentikan langkahnya. Bergegas Kayra berbalik lalu berjalan cepat menuju sudut taman bermain sekolah yang berada di ujung lorong, tempat sumber suara yang ia dengar berasal.
Seharusnya sudah tidak ada lagi siswa yang berada di area sekolah, mengingat hari ini kegiatan siswa hanyalah lomba kesenian yang bahkan sudah berakhir satu jam lalu. Kelas khusus kesenian memang dilakukan rutin setiap satu minggu sekali untuk memberikan siswanya kesempatan menunjukkan serta mengasah bakat seni yang mereka miliki.
Langkah Kayra terhenti, matanya membola bahkan mengeluarkan suara saja ia seakan tidak dapat melakukannya. Pemandangan di depannya membuat Kayra mematung sejenak, sebelum kemudian bisa menguasai dirinya untuk bergegas memberi pertolongan pada anak laki-laki yang nampak mengeluarkan darah segar dari dahinya. Entah apa yang terjadi dan seberapa dalam lukanya, yang Kayra pikirkan hanya agar bocah kecil iti segera diobati.
"Mama!!" Panggil bocah yang masih tertelungkup di tanah itu dengan suara bergetar meski ia tidak sedikitpun mengeluarkan air mata, kedua tangannya setia memegang kepala.
"Fitra?" Kayra tergopoh menghampiri salah satu murid yang ternyata ia kenal, mengangkatnya secara perlahan, serta berusaha menenangkannya.
Sementara tanpa Kayra sadari, seorang bocah lainnya berdiri mematung dengan mata berkaca melihat Kayra berlalu begitu saja tanpa melihat ke arahnya, namun dia tetap mengekor di belakang Kayra dengan langkah lesu tanpa suara.
***
"Saya tidak mau tau, anak ini harus dihukum. Kepala Fitra sampe berdarah, untung saja lukanya enggak dalam. Gimana bisa sekolah juga biarin anak tanpa pengawasan gurunya? Bagaimana kalau terjadi apa-apa sama anak saya? Apa Ibu mau tanggung jawab?" Seorang wanita muda yang Kayra kenal sebagai wali dari Fitra tampak memandang sinis pada gadis kecil yang kini duduk di samping Kayra dengan kepala tertunduk.
Fitra telah mendapatkan perawatan luka di UKS sekolah. Luka yang anak itu alami berupa goresan di dahi namun tak dalam hingga tak perlu mendapatkan jahitan. Mama Fitra yang baru saja akan menjemput terlihat marah ketika sampai di sekolah justru mendapati puteranya dalam keadaan terluka.
Ruang kepala sekolah yang bersebelahan dengan ruang guru terasa begitu menegangkan setelah kehadiran orang tua dari Fitra yang datang dengan penuh emosi, sementara keluarga Kayla belum tampak datang ke sekolah setelah Kayra sempat berusaha beberapa kali menghubungi Angga beberapa saat lalu, entah siapa yang akan datang nanti, Kayra hanya berharap masalah ini akan segera teratasi nantinya. Sementara kepala sekolah memanggil wali kelas Fitra yang kebetulan hari ini ijin pulang lebih awal setelah bel pulang sekolah berbunyi, namun lupa tidak menitipkan muridnya terlebih dahulu pada guru lain.
"Masalah ini bisa kita selesaikan baik-baik, Bu. Saya harap ibu bersabar sebentar. Kita tunggu wali dari Kayla serta Bu Naya selaku wali kelas Fitra agar kita bisa sama-sama tahu apa yang sebenarnya terjadi." Ibu Kepala Sekolah menengahi ketika melihat Kayla yang kini ada dalam pelukan Kayra masih saja diam, sementara Kayra berusaha menenangkan dengan membisikkan kata penenang jika semua akan baik-baik saja.
"Selamat siang," ucap seseorang yang terlihat memasuki ruangan dan berusaha mengatur napasnya. Sesaat kemudian disusul dengan kehadiran seorang wanita yang juga tergopoh memasuki ruangan.
Semua yang berada dalam ruangan melihat pada pria yang melangkah masuk setelah ibu kepala sekolah mempersilahkannya, sementara Bu Naya berjalan mendekat pada kepala sekolah. Kayla yang melihat kedatangan sang ayah seketika menghambur sebelum Angga sempat mendudukkan diri tak jauh dari tempat Kayra duduk. Dalam diam, Angga membawa Kayla dalam pangkuannya dengan posisi memeluk tubuhnya.
"Maaf, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Angga langsung pada pokok permasalahan seraya menatap satu per satu orang yang ada dalam ruangan.
Sewaktu di kantor, Angga sangat terkejut ketika pertama kali menerima panggilan dari sekolah yang mengabarkan jika sang puteri telah melukai temannya, sementara yang ia tahu selama ini puterinya tidak pernah bermasalah di sekolah. Ia memang telah mengabarkan pada Kayra jika tidak bisa menjemput Kayla tepat waktu dan telah meminta sang mama untuk menggantikannya menjemput Kayla ke sekolah. Namun tak ia sangka jika akan ada masalah sebelum mamanya tiba di sekolah.
"Sebelumnya kami mohon maaf, Pak. Jadi, Fitra ditemukan terluka di taman sekolah. Menurut pengakuannya, Kayla yang telah mendorong Fitra saat sedang main di dekat ayunan sampai dahinya terluka. Di sini kami tidak ingin jika hanya mendengar dari keteramgan dari salah satu pihak saja. Kami harus mendengar keterangan dari mereka berdua, akan tapi sampai sekarang kami masih belum mendengar apa pun dari Kayla, Pak. Bu Kayra sudah berusaha mengajak bicara Kayla, tetapi sepertinya Kayla masih syok hingga belum mau bicara," jelas ibu kepala sekolah setelah terlihat berbicara dengan Bu Naya.
"Boleh saya bicara berdua dengan puteri saya?" Angga meminta persetujuan kepala sekolah.
"Silahkan, Pak."
"Buat apa dengar penjelasan lagi? Anak anda jelas bersalah sudah buat anak saya terluka. Sebaiknya anda didik dia supaya tidak jadi anak nakal nantinya," sela mama Fitra sinis.
"Maaf Bu. Belum tentu anak saya yang bersalah. Saya sangat mengenal puteri saya, Kayla tidak akan melakukan apa pun jika dia tidak merasa terusik. Jadi biarkan saya tau alasan puteri saya melakukannya," jawab Angga dengan nada dingin, lalu membawa Kayla sedikit menjauh pada kursi yang berada tak jauh dari meja kepala sekolah. Sementara itu Bu Naya terlihat mendekati orang tua Fitra dan meminta maaf atas kelalaiannya.
"Lala sayang, kamu enggak apa-apa, Nak? Ada yang luka nggak?" tanya Angga lembut seraya perlahan mengangkat dagu Kayla agar bisa melihatnya.
Hati Angga terasa ngilu ketika melihat wajah sembab sang puteri dengan mata yang sangat kentara memancarkan luka. Entah apa yang terjadi, namun yang pasti Angga yakin jika hal itu tidaklah baik untuk Kayla.
Tak ada jawaban apa pun dari Kayla, matanya masih menatap sang ayah namun tangan gadis kecil itu mengusap pada lutut yang tertutup di balik rok panjangnya. Angga yang menyadari pergerakan Kayla dengan segera mengecek apa yang terjadi, betapa kagetnya ketika yang didapati lutut sang puteri yang terlihat memar walau masih samar. Angga lantas melihat pada telapak tangan Kayla, dan ternyata juga terdapat luka meski tak parah. Kaylanya juga terluka, Angga semakin penasaran dengan apa yang terjadi namun dirinya tidak bisa gegabah dalam bertindak.
"Ini pasti sakit ya," ucap lirih Angga kemudian meniup kedua telapak tangan Kayla. Sementara dari tempatnya duduk, Kayra diam-diam mengamati interaksi keduanya.
"Tadi ... tadi Lala cuma mau ikut main ayunan sama Fitra, tapi Fitra enggak boleh, katanya Lala nggak punya mama, nanti mamanya Fitra diambil sama Lala kalo Fitra main sama Lala.
Fitra bilang, Mama pergi karena enggak sayang sama Lala. Fitra bilang Lala nakal, makanya Mama pergi, terus Fitra dorong Lala sampe jatoh pas Lala mau pergi pilih main perosotan aja," imbuh Kayla yang beberapa saat kemudian menundukkan kepalanya lesu.
"Lala kesel Ayah, makanya Lala ganti dorong Fitra. Lala kan enggak nakal. Lala juga punya Mama. Mama sayang sama Lala. Emang kalo mama udah pergi, itu artinya Mama enggak sayang Lala lagi ya, Yah?" cicit Kayla yang perlahan menatap mata sang ayah kembali.
Pertanyaan Kayla seketika membuat pergerakan Angga terhenti kemudian beralih menatap pada sang puteri dalam. Sementara yang lain terdiam, penjelasan Kayla masih bisa terdengar oleh orang-orang yang berada di ruangan itu karena Kayla dan Angga berada tak begitu jauh dari tempat mereka. Kayra yang juga mendengar penjelasan Kayla seketika ikut mematung. Bagaimana anak sekecil mereka bisa berpikiran seperti itu? Hati kecil Kayra ingin sekali memeluk gadis kecil yang kini ada dalam pelukan sang ayah, entah kenapa ia juga ikut merasakan sakitnya perasaan Kayla mendapat perlakuan seperti itu dari temannya sendiri.
Angga terlihat menjelaskan dan menenangkan perasaan Kayla. Hingga sebuah tanya terlontar dari bibir mungil gadis kecil itu.
"Lala nanti pasti punya mama lagi kan, Yah?" tanya Kayla penuh harap.
Bagaimana Angga harus menjawabnya?
...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro