Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapt 2 🥀 Stay

"Cappucino satu!"

"Baik, mohon tunggu sebentar."

Aku mengangguk. Menyembunyikan telapak tanganku di balik jaket berlapis kardigan. Melirik tempat di dekatku berdiri; mencari tempat duduk. Menghela napas kecewa ketika tahu kursi taman berada jauh dari tempatku saat ini.

Kepalaku melongok melihat mobil kafe yang tengah menyiapkan pesananku, beberapa orang di belakangku juga tengah mengantre. Taman Nasional Korea akan selalu ramai setiap akhir pekan, para orang tua di Korea Selatan akan memanfaatkan waktu liburan mereka sebaik mungkin dengan keluarga terutama anak-anak mereka dengan mengajak jalan-jalan seperti ke taman hiburan atau tempat rekreasi lainnya seperti ini.

Melihat itu membuatku merindukan masa-masa kecil ketika orang tuaku seperti para orang tua yang tengah aku lihat ini. Tiba-tiba jadi memikirkan bagaimana kalau nanti aku juga punya anak sendiri? Isi perutku pasti isinya hanya ramyeon dan kimchi, bukan makhluk kecil yang katanya namanya bayi itu.

Aku kembali menghela napas untuk yang kesekian kalinya siang ini. Sepasang keluarga kecil yang tengah berfoto di sampingku itu mengingatkanku akan ayah dan ibuku dulu ketika aku masih kecil, itu adalah masa terbaik yang tidak pernah akan aku lupakan, soalnya masa itu hanya akan terjadi sekali. Agak sayang sebenarnya ketika dulu aku selalu merengek untuk segera pulang-

"Oh Jongdae?"

Tubuhku menegang ketika ada sebuah tangan dingin yang menyentuh leherku. Refleks saja aku langsung menoleh ke belakang. Dahiku mengernyit begitu melihat sosok yang saat ini tengah tersenyum lebar di hadapanku itu.

"Namaku Kim Jongdae kalau kamu amnesia, bukan Oh Jongdae," balasku sewot. Orang yang suka menganti marga orang lain seenaknya tidak perlu dihormati tahu!

"Jadi kamu adalah si YouTubers Jongdae itu? Apakah si YouTubers ini saat ini tengah mendengarkan lagu Amnesia dari soloist KAI?" Sehun menyentuh aerphone yang tengah aku pakai.

Dengan refleks aku menjauhkan tangannya dari telingaku. Cih, dia laki-laki yang menyerupai mayat hidup, maksudku vampir, itu apa tengah membicarakan Bandung Oppa?

Aku pernah mencoba menonton videonya karena nama kita sama, tapi dia orang Korea yang tidak berbicara bahasa Korea, jadi aku batal mengikutinya, soalnya aku tak paham dengan bahasa yang dia gunakan.

"Ish, apa yang tengah kamu bicarakan?" Aku kesal. Laki-laki di hadapanku ini menyebalkan. "Kalau hanya ingin menganggu sebaiknya pergi sana, hush, hush, hush!" usirku dengan tangan mengibas-ibas.

"Ini cappucino pesanan Anda."

Aku berbalik menerima minumanku. Menyerahkan selembar won sebelum mengatakan, "Terima kasih banyak." Lalu beranjak pergi dari tempat itu. Tidak peduli bahwa saat ini ada Sehun yang tengah mengekor di sampingku.

"Sedang membuat janji dengan seseorang, ya?" tanya Sehun penasaran.

Aku mengangguk saja. Suaranya masih sedikit terdengar diantara gendang telingaku yang tengah mendengarkan lagu Stay milik boyband EXO.

"Aish, sayang sekali."

Aku mencari tempat duduk dibawah pohon rindang, di sini nyaman sekali, harusnya tadi aku membawa buku, tapi mungkin kali ini harus sudah cukup dengan membaca novel di Wattpad. Ini adalah spot terbaik untuk melihat pengunjung lain berlalu-lalang.

Aku sempat melirik Sehun yang mengambil duduk di sampingku. "Kenapa kamu duduk di sini?" bingungku, tidak terima, tapi seharunya Sehun sudah peka kalau aku mengusirnya.

"Tidak boleh, ya?"

"Iya, tidak boleh." Aku menaruh cappuccinoku. "Pergi sana." Kata-kataku kasar sekali, sih. Tapi siapa peduli, Sehun itu memang harus sedikit dikasari.

"Padahal aku ingin menemanimu, loh, Hyung? Daripada duduk sendiri seperti ini, akan banyak yang iri bila melihatmu duduk bersama pria tampan sepertiku," ujar Sehun percaya diri.

Aku tidak mau membantahnya, meski itu bisa sekali aku lakukan. Benar dia memang tampan, tapi aku tidak peduli. Fisik itu hanya sementara. "20 tahun lagi kamu paat juga akan tua dan jelek-YA! Ini sakit, woy Oh Sehun!"

Aku marah! Sehun mencubit pinggangku! Dia bahkan tertawa tanpa rasa bersalah sedikit pun!

"Aku akan melaporkanmu pada pihak yang berwajib!" Aku tidak sedang mengancam!

Wajahku memanas. Sehun tertawa terbahak-bahak sampai sepasang matanya membentuk bulan sabit. "Wajahmu seperti kepiting rebus! Kamu malu, ya? Malu itu tandanya suka, loh."

"Tidak! Mana ada yang semacam itu!" Aku meraih cappuccinoku dan berdiri. "Siang ini begitu panas," iya seperti itu yang benar, "aku kepanasan." Ini agak sedikit berlebihan sih ketika aku berdiri dan mengibas-ibas kerah leherku sambil menatap ke arah orang-orang.

"Oke, oke." Sehun mengatur tawanya hingga menghilang meski senyum lebar itu masih ditempatnya. "Omong-omong, Hyung tengah membuat janji dengan siapa? Maksudku ada beberapa tipe temu janji yang tidak memperbolehkan orang lain bergabung sedangkan tipe temu janji yang umum, memperbolehkan siapa saja untuk bergabung." Aku menelan saliva ketika Sehun menatap wajahku lekat. "Jadi apa aku boleh bergabung?"

"Tidak!" Bukan maksudku untuk membentaknya. "Maaf, tapi aku akan membicarakan hal yang penting dengan seseorang."

"Sepenting apa hingga Jongdae Hyung tidak memperbolehkan sepupumu ini untuk bergabung?" Sehun kenapa jadi menyelidiki ku begini, sih!

Aku menghela napas. Menyesap kopiku tanpa jeda. Oh Sehun dan keinginan tahuannya yang menyebalkan!

"Maksudmu kau ingin bertemu dengan si Chanyeol brandal itu, ya, Hyung?" tebak Sehun, tepat.

Membuatku sedikit merinding. Aku mengangguk membenarkan dan dengan sedikit tak ikhlas mengatakan, "Iya."

Sehun kembali membuatku bingung ketika dia merangkul pundakku. Wajahnya begitu dekat dengan wajahku, bahkan aku dapat merasakan deru napas dan detak jantungnya, dari jauh kita mungkin akan dianggap sedang berciuman!

Sehun memutar tubuhku dan menuntun wajahku pada seorang laki-laki yang tengah berdiri tegap 1 meter dari tempatku berdiri dengan telunjuknya.

"Itu dia si Chanyeol brandal."

Mataku melebar.

"Sedang mengepalkan tangannya dengan ekspresi marah. Sepertinya dia habis kalah balapan lagi."

🥀🥀🥀

Aku gagal bertemu dengan Chanyeol akibat si sepupu kurang ajar itu! Aku menghentakkan kaki kesal. Memandang sekelilingku di mana orang-orang sudah mulai beranjak pulang.

Aku memperhatikan bayangan tubuhku yang sudah hampir menghilang. Lampu-lampu taman satu per satu sudah mulai dinyalakan, sementara hatiku masih jengkel karena hingga saat ini Chanyeol tak dapat dihubungi.

"Aku akan membunuhnya!" Tanganku mengepal.

Sebuah kehormatan aku bisa membunuh si Oh Sehun itu! Masa bodoh dia adalah sepupuku. Sehun mencium pipiku dan Chanyeol yang salah paham jadi marah, lalu pergi meninggalkanku, kalau kita sampai putus ini semua salah Sehun!

Sehun memang sangat jahil! Aku membencinya!

Aku mengangkat ponselku ketika Xiumin menelepon. "Apa Chanyeol ada di sana?" serobotku; melupakan sopan santun.

Jantungku berdebar ketika mendengar suara motor yang saling beradu. Benar, Chanyeol ada di sana.

"Dia ada di sini," jawab Xiumin, "tapi saranku kamu sebaiknya tidak ke sini, aku akan memastikannya baik-baik saja untukmu."

Aku menggeleng meskipun tahu dia tidak akan melihatnya. "Terima kasih atas informasinya, Xiumin Hyung."

Aku memasukkan benda pipih persegi panjang itu ke dalam saku celana ketika mataku sibuk menelusuri jalan yang sudah semakin gelap.

"Aku akan menyelesaikan semuanya hari ini." Aku bertekad!

Aku menunggu selama beberapa saat di halte bus, bersama beberapa orang yang juga tengah menunggu. Satu-satunya kegiatan yang aku lakukan hanyalah mengayunkan kaki dengan wajah bosan. Aku langsung mendongakkan kepala ketika bus itu datang. Mengantre masuk dan memilih tempat duduk di samping jendela yang ku suka.

Aku menatap keluar bus. Siang begitu cepat berlalu, dan sekarang bumi sudah kembali dikurung gelap, malam ini bulan tak begitu terang bersinar. Aku menoleh ke samping ketika kurasakan ada seseorang yang mengambil tempat duduk di sebelahku. Seorang laki-laki tua dengan beberapa uban dirambutnya, wajahnya tegas dengan alis menukik kebawah.

"Ada masalah, Nak?"

Mataku melebar. Tersenyum canggung dan menunduk. "Tid-ah, maafkan atas kelancanganku." Aku mengusap tengkuk canggung.

"Dasar anak jaman sekarang."

Telingaku berdengung panas, kepalaku sedikit pusing, dan ujung mataku tak henti berusaha untuk tak melirik sosok di sampingku yang saat ini tengah berusaha memejamkan matanya.

Aku menghela napas ketika gedung kantor polisi Seoul sudah dilewati, itu artinya tinggal menunggu bus ini sampai di pemberhentian berikutnya, berjalan kaki ke arah utara, dan ... dan ke mana lagi setelah ini?

Aku mengusap rambutku kasar. Aku tidak tahu arah menuju tempat itu. Apa aku harus merayu Xiumin agar dia mau menjemputku?

"Apa yang tengah kau pikirkan?"

Aku menoleh. Lalu menggeleng. "Ah! Tidak ada, kok, Pak."

"Aish, dasar penipu cilik."

Aku memaksakan senyum. "Terima kasih atas perhatiannya, Pak."

"Aku belum setua itu."

"Ma-maaf." Kami diam. Menikmati deru bus dalam kebisuan.

"Aku dulu juga pernah muda sepertimu."

Aku tak menjawab, takut salah bicara lagi.

"Masa dimana aku sering melakukan banyak kesalahan yang kini aku sesali, masa-masa dimana aku mengambil langkah-langkah yang salah."

Aku memberanikan diri menatapnya. Dia menghela napas.

"Andai mesin waktu itu benar ada, pasti 99% manusia didunia ini akan menggunakannya untuk mengubah keputusan mereka dimasa lalu."

🥀🥀🥀

Seperti sebuah penyesalan yang menghampiriku diawal, aku masih memikirkan kata-kata orang didalam bus itu. Tidak sepenuhnya diawal, sudah banyak hal yang terlanjur terjadi padaku, dan aku paham mesin waktu itu hanya bualan.

"Seharusnya aku mendengarkan kata-kata Xiumin Hyung."

Tubuhku kaku namun secara ajaib juga lemas ketika dengan mata kepala sendiri melihat Chanyeol tengah bercumbu dengan orang lain ditempat terbuka di mana banyak orang-orang yang aku kenal dengan baik. Tubuhku juga lemas ketika tahu Xiumin tengah menatapku bersalah di ujung sana.

Mereka semua tahu.

Tapi seakan pura-pura buta dan tuli.

Lalu bagaimana dengan perasaanku?

"Jongdae!"

Baekhyun memanggil namaku.

Aku tahu semua orang terkejut begitu mendapatiku berada di tempat ini. Kecuali satu orang, yang tak menyadari eksistensiku dan masih tetap asyik dengan urusannya.

Karena sudah terlanjur jadi aku paksakan untuk menyapa mereka, "Hi, semua."

Aku berjalan menghampiri mereka dengan senyum mengembang; terpaksa. Mungkin lebih mirip ringisan. Hatiku sakit. Aku tidak akan berbohong dengan mengatakan aku baik-baik saja ketika sumber kebahagiaan itu terang-terangan menyakitiku.

"Apa yang akan kalian lakukan?" Aku melirik Chanyeol yang terkejut mendapatiku berada di sini.

"Hei, Jongdae. Tumben datang ke sini, aku tidak menyangka."

Chanyeol mendorong perempuan cantik itu hingga hampir terjengkang. Kemudian ia berdiri canggung ke arahku, disudut bibirnya terdapat bekas lipstik merah. Chanyeol yang mungkin menyadari bahwa aku memperhatikan bibirnya langsung mengusap bibir itu sembarangan. Semilir angin malam yang dingin semakin menusuk kulit ketika dengan tiba-tiba Lay merangkul pundakku.

"Bengong aja. Duduk, yuk," ajaknya ramah.

Aku tidak memberi respons apa pun pada orang yang telah membawaku ke sini itu. Tetapi, ketika laki-laki kelahiran 7 Oktober itu menyeretku menjauh dari tempat Chanyeol. Aku hanya bisa pasrah mengikutinya. Sedikit melirik Chanyeol kecewa. Sorot mata yang tak pernah dapat aku tafsirkan itu, kini tengah menatap datar padaku.

Harusnya aku yang kecewa padanya, 'kan? Namun, hati dan otak bodoh ini masih menaruh harapan. Kekuatan cinta dan kepercayaan bisa mengubah seseorang menjadi lebih baik, 'kan? Aku sangat berharap itu.

"Bodoh sekali, sih?"

Lay mendudukkan ku diantara ban bus yang sudah disusun rapi ketika Xiumin memaki Kai.

"Harusnya aku tak meminjamkan motorku padamu, sekarang semuanya sudah terlambat." Xiumin terduduk lesu dengan mata menatap Kai sengit.

"Aku tidak tahu!" Kai membuat gesture peace dengan kedua telunjuk dan jari tengahnya. Menatap laki-laki bermata monoloid itu menyesal. "Maafkan aku, ya, Hyung?"

"Jangan mudah memberi maaf, nanti orang itu akan mudah mengulangi hal yang sama padamu!" Aku menoleh pada Kyungsoo yang berteriak mengompori. Meringis tertahan dengan perut bergejolak tak nyaman ketika kata-kata itu seakan menyindirku dengan telak.

"Aku setuju dengan Kyungsoo," sahut Luhan. "Benar, kan, Chanyeol?"

Jantungku seperti berhenti berdetak saat itu juga dengan aliran darah yang tiba-tiba berhenti. Aku berusaha mencari kesibukan dengan menatap sepatuku ketika nama itu melintas ditelingaku seperti guntur. Menunggu jawaban dari Chanyeol akan pertanyaan Luhan yang tidak siap untuk kudengar. Namun, hingga tubuhku panas-dingin, suara laki-laki itu tak kunjung terdengar. Mungkin diam dalam kebisuan lebih baik daripada mengeluarkan sepatah kata, 'kan?

Bahkan ketika cowok-cowok itu saling berbisik-bisik, aku tetap saja egois dengan perasaanku sendiri. Lalu aku yang penasaran kembali mengangkat kepala. "Hik."

Ragaku seakan tak lagi ditempatnya ketika sosok itu berdiri menjulang di hadapanku. Wajahnya datar tanpa ekspresi, berbeda sekali dengan sosoknya yang dulu merebut perhatianku. Seharusnya aku sudah sadar sejak melihat sosoknya yang asli dulu, namun tetap saja alam bawah sadarku memaksa untuk menolak segala yang pernah aku lihat.

Aku kembali cegukan ketika pergelangan tanganku Chanyeol cengkeram dengan sangat erat, seakan dia benar-benar menyalurkan segala kekesalannya padaku melalui cengkeraman tersebut. Ia menyeretku pergi dari tempat nongkrongnya, kedua kakiku yang belum siap hampir tersandung, namun Chanyeol sepertinya sadar itu dan dia kian menyeret tanganku. "Chanyeol, aku masih ingin-"

"Bisa diam gak!"

Tubuh ini berjangkit kaget begitu Chanyeol membentakku. Harusnya aku yang marah, 'kan?

Tapi-seharusnya aku yang marah kan melihat pacarku ciuman dengan orang lain ditempat umum seperti ini! Kalau seandainya ini bukan tempat umum dan banyak orang-orang, apa mereka akan melakukan yang jauh lebih intim lagi! Seharusnya aku yang marah, membentaknya dan menyeretnya pergi dari sini! Seharusnya-

Tidak bisa! Aku tidak bisa melakukan semua hal yang aku pikirkan, semua itu hanya ada didalam pikiranku, seluruh tubuh dan jiwaku sudah dirantai oleh Chanyeol, aku bukan lagi seseorang yang bebas, aku sudah terbelenggu.

🥀🥀🥀

Ningtias 03/03/21

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro