YUBIKIRI-GENMAN |WigWill|
Will melonggokkan kepalanya dari batang kayu, manik ungunya mendapati seorang elf berambut hijau yang mungkin seumuran dengannya. Elf itu sedang berdiri di tengah padang bunga, bunga-bunga disekitarnya tumbuh lumayan tinggi sampai menutupi lututnya. Manik ungu berbinar melihat elf itu menggunakan sihirnya.
Kedua tangan kecilnya mencengkram erat kulit pohon, badannya perlahan-lahan condong keluar dari balik batang pohon, Will ingin melihat sihir itu dari dekat, sihir yang hanya elf gunakan.
Sihir itu tidak pernah berhenti membuat Will takjub dan ingin terus menerus melihatnya, tidak pernah puas.
Jantungnya berdegup kencang, senyum lebar terpasang di wajahnya.
Keren.
Bunga yang tumbuh cantik-cantik.
Apakah aku bisa berteman dengannya?
Aku ingin lihat sihirnya dari dekat.
Aku ingin ... lihat dari dekat ...!
Kedua kaki Will berjinjit, mendorong tubuhnya ke depan, sampai tidak sadar kalau rumput yang diinjaknya licin, brukh, Will jatuh ke rerumputan cukup keras, suara hantaman keras dahi Will ke tanah menghentikan aktivitas sang elf.
Saat elf itu sadar akan kehadiran Will, ekspresi wajah elf itu nampak tidak suka, bangsa elf memiliki kebanggaan terhadap rasnya sendiri, tidak semua orang bisa berteman dengan ras dari bangsa elf ini, apalagi elf memiliki kekuatan sihir yang besar--biasanya disebut kaum yang disukai mana.
Will mencoba untuk bangkit berdiri, disaat yang sama lututnya terasa sakit dan saat dilihat meneteskan darah, rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuh membuat Will meneteskan air matanya. Will terpaksa mendudukan dirinya di rumput dan mencari sesuatu untuk membersihkan lukanya dari darah yang terus menetes.
Will melihat daun lebar di bawah pohon, ia meraih daun itu, Will berencana menggunakan itu membersihkan darahnya yang mewarnai kulitnya menjadi merah. Will memejamkan kedua matanya seraya mendekatkan ujung daun itu ke lukanya.
"Jangan pake itu, nanti malah jadi infeksi."
Will membuka matanya dan melihat sosok elf yang selalu ia kagumi dari jauh kini berada di depannya, menggenggam pergelangan tangannya yang memegang daun.
"Tapi aku tidak bisa menggunakan sihir untuk menyembuhkannya ...."
"Biarkan aku menyembuhkan lukamu itu, walaupun kamu Ras Lyzance aku akan menolongmu."
Senyum sumringah dan ucapan "Terima kasih" sebagai respon untuk elf itu. Kebaikan elf ini akan selalu diingat oleh Will.
Tongkat sihir bernama Greenseed miliknya terarahkan ke luka Will.
"Wahai Dewi Tumbuhan, pinjamkanlah aku kekuatanmu, sembuhkanlah lukanya, heal."
Kedua mata yang tadinya berkaca-kaca kembali berbinar melihat sihir langsung di depan matanya, sihir itu menghilangkan darah yang menetes dan menutup lukanya, kulit lututnya kembali seperti semula.
"Huwaaa ... keren sekali, kamu bisa menyembuhkan luka!" serunya riangnya, ia menggerakkan kaki kanannya. "Terima kasih!"
"Ini cuman sihir pemula, semua elf bisa menggunakan ... nya." Suaranya mengecil di akhir kalimat. " Hati-hati kalau berjalan."
Will berdiri, kedua tangannya mengepal erat, mata berbinar itu menatap elf itu dengan senang. "Aku suka dengan sihirmu, bolehkah aku melihatnya? Yang bisa bikin padang bunga luaaass," katanya sambil merentangkan kedua tangannya ke atas dan bergerak turun seolah memperagakkan luasnya padang bunga yang dimaksud.
Elf itu terkejut, manik hijaunya yang seperti batu giok mengecil. "Aku ... aku cuman elf gagal, aku tidak bisa menggunakan sihir yang seperti itu."
"Eh? Tapi waktu itu aku lihat kok, tempat ini berubah menjadi padang bunga."
"Harusnya tidak seperti itu ... sihir ilusi milikku tidak seperti elf lain."
Will memiringkan kepalanya, ekspresi wajahnya ikut sedih saat melihat wajah elf itu memasang ekspresi sendu seperti menahan sakit.
"Menurutku tidak, kamu setiap hari berlatih terus di sini kan? Latihan itu tidak sia-sia, aku tidak bisa memakai sihir tapi aku suka melihat sihir anak-anak di panti asuhan."
Panti asuhan? Ternyata dia sendiri ... sama sepertiku, ucapnya dalam hati.
"Namamu siapa? Aku Will."
"Wignall."
"Salam kenal Wignall."
Wignall merasa aneh pada Ras Lyzance di depannya ini, pada saat itu Wignall berpikir memiliki teman Lyzance tidak buruk, apalagi Lyzance itu adalah anak bernama Will ini. Anak yang selalu melihatnya berlatih dari balik pohon, menatapnya dengan mata berbinar, takjub dan senang. Wignall selama ini sadar Will mengintipnya dari balik pohon, tidak mungkin Wignall tidak sadar akan keberadaan Will.
Will suka berteriak heboh saat Wignall menggunakan sihir anginnya dan yang paling diingatnya adalah saat menggunakan sihir Fleuria.
Will memuji sihir ilusinya itu, memuji bunga yang mekar.
"Besok ... besok boleh gak aku melihatmu berlatih lagi?" tanyanya dengan tatapan penuh harap.
Wignall mengangguk.
Will meloncat senang, lalu mengulurkan jari kelingkingnya pada Wignall. "Janji."
"Janji apa?"
"Besok kita ketemu lagi di sini."
Wignall menautkan jari kelingkingnya ke kelingking Will. "Janji."
"Yubikiri genman"
As we chanted
Setiap hari Will mendatangi tempat latihan Wignall, seperti biasa spot favoritnya adalah di bawah pohon berukuran sedang yang selalu berdaun lebat dan sejuk ketika berada di bawahnya. Will bertepuk tangan setiap kali Wignall menggunakan sihirnya dan berkat adanya Will kepercayaan diri Wignall meningkat, sihir ilusi yang tadinya seperti hologram sekarang bisa disentuh olehnya.
Wignall memetik bunga itu, lalu menyematkan bunga kecil warna merah yang dipetiknya ke telinga Will.
Wignall tersenyum pada Will, Will berbalik tersenyum sangat lebar sampai menampakkan deretan giginya.
We dreamed a dream
Hooking pinky fingers
With our special someone
Keduanya sekarang sedang berbaring di atas rerumputan, saling melempar pandang.
Will menegakkan badannya dan mengulurkan jari kelingkingnya lagi. "Janji akan selalu bersama."
Wignall terdiam sebentar, diamnya Wignall membuat Will menundukkan kepala, menggaruk kepalanya gusar.
"Maaf, sepertinya ras elf seperti kamu tidak mungkin akan bersama dengan ras yang berbeda."
"Kalau Will aku tidak apa."
"Eh?"
Wignall meraih tangan kanan Will lalu menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Will.
"Janji, selalu bersama Will, dan ketika umurku sudah cukup nanti aku akan menikah denganmu agar kapanpun dan dimanapun kita akan selalu bersama," ucapnya dengan suara lembut diikuti dengan senyum tipis yang menenangkan.
Wajah Will menjadi merah padam saat mendengar janji yang Wignall ucapkan. "Umurku masih ... masih 10 tahun ...!"
"Umurku sudah 20 tahun."
Mulut Will menganga lebar, tidak percaya kalau umur Wignall sudah 20 tahun, perawakannya sama sekali berbeda. Will tahu kalau umur elf dan umur penyihir jauh berbeda, tetapi mendengar umur Wignall membuatnya sangat kaget.
"Maaf ya aku baru kasih tau sekarang, kalau dihitung dengan umur penyihir, aku seumuran denganmu kok. Will masih mau berjanji denganku?"
Wajah Will masih memerah. "Ya ...," jawabnya lemah.
For we will never separate
"Yubikiri genman"
As we chanted
.
.
.
Lyrics:
genius.com/Genius-english-translations-mili-yubikiri-genman-english-translation-lyrics
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro