Snowman |KaruTsura|
A/N:
Kaldo (15) x Snow Fairy!Tsurara
.
.
.
"I wanna be with you"
Someone's wish brings me to life
Malam itu, saat saju sedang turun beramai-ramai dari langit, seorang peri salju lahir dari sebuah boneka salju yang dibuat oleh seorang anak umur 15 tahun, awalnya peri itu hanya melihat anak itu dari balik boneka salju, memperhatikannya dalam diam, anak itu sering ia lihat sendirian, sesekali melihat anak itu bermain dengan dua temannya. Peri itu ingin sekali menemui anak itu.
Ingin berterima kasih.
Berkatnya ia bisa lahir dari permintaan yang kuat dari anak itu ketika membuat boneka salju.
Mungkin bisa dibilang peri itu bisa bangkit karena keajaiban musim dingin yang datang satu tahun sekali, sang peri menganggapnya ia bisa hidup karena harapan seseorang.
Suatu malam Tsurara kembali mengintip dair balik boneka salju, kali ini Tsurara tidak melihat anak itu bersama dengan temannya seperti waktu itu, ia sendirian. Tsurara fokus sekali memperhatikan anak itu sampai-sampai keduanya tak sengaja bertatapan, kehadirannya disadari oleh anak itu. Tsurara dengan cepat menyembunyikan seluruh badannya di belakang boneka salju. Tidak ada tanda-tanda anak itu berjalan mendekat, ia kembali mengintip dari balik boneka salju, tepat saat itu juga wajahnya sangat berdekatan dengan anak itu.
"KYAAA~!" Peri itu menjerit dan terjatuh ke belakang.
Anak SMP berambut abu-abu dengan hiasan pita merah di sisi kiri dan kanan rambutnya, mengenakan mantel biru tua panjang sampai menutupi lutut, celana panjang dan sepasang sepatu boots hitam memandang sang peri penuh pertanyaan.
"Ngapain di luar sini? Di sini dingin, lebih baik pulanglah ke rumahmu, nanti kamu sakit kalau terlalu lama di luar." katanya tanpa curiga sedikit pun.
Anak itu melihat sang peri seperti anak seumurannya, sang peri tidak memiliki sepasang sayap seperti di dalam cerita dongeng, wujud sang peri mirip dengan manusia, tidak semua orang bisa melihatnya. Pakaian yang dikenakan peri pun tidak jauh dari yang mausia pakai saat musim dingin, mantel biru kebesaran, syal berwarna krem melilit di leher dan memakai topi berupa ember kecil plastik warna biru, mata kirinya tertutup eyepatch bergambar bunga salju.
Penampilan sang peri persis dengan boneka salju yang ada di sampingnya, namun anak itu tidak menyadarinya.
Sang peri bangkit lalu menepuk-nepuk mantelnya agar salju yang menepel lepas. "Aku ... rumahku di sini ...."
"Di sini?" Sebuah tawa kecil dari mulut anak itu. "Kamu lucu, aku suka."
Ucapan anak itu membuat kedua pipi sang peri bersemu merah. "Aku serius, ini rumahku ...," katanya sambil menundukkan kepala.
"Baiklah kalau begitu, namaku Kaldo, namamu siapa?"
TIngkah peri itu mulai gelagapan, kedua tangannya tertutpi lengan mantel ditubrukan. "Rara ... Tsurara, dia menamakanku begitu ...," katanya dengan malu-malu.
Dengan senyum Kaldo berkata, "Nama yang manis, salam kenal."
Kali ini yang memerah bukan kedua pipinya saja seluruh wajahnya merah, terasa hangat sampai Tsurara berpikir dirinya akan meleleh karena kehangatan yang dirasakannya saat ini.
"Ma ... makasih, nama ... nama kamu juga bagus," balas Tsurara sambil menggosokan kedua tangannya.
"Kamu sendiri di sini? Mana teman-temanmu? Tidak bermain dengan mereka?"
"Teman?" Tsurara melirik ke boneka salju yang ada di sebelah kirinya. "Aku tidak sendiri ... dia temanku," katanya sambil menepuk badan boneka salju.
"Begitu ya, pasti kalian sudah sering bermain bersama ...."
"Aku cuman bisa bertemu setahun sekali."
"Kalau begitu kamu harus menikmati setiap detiknya saat menghabiskan waktu bersama ... sebelum terlambat." Perlahan suara mengecil, senyum di wajahnya pun mulai memudar.
Tsurara bisa merasakan ada yang berbeda dengan Kaldo, khawatir dengan perubahan ekspresi wajah yang signifikan. Tangan kanannya bergerak dengan sendirinya mencoba menggapai Kaldo ingin menghibur, memberikan sebuah kata penenang seperti "Semuanya akan baik-baik saja", "Jangan bersedih", "Aku akan menemanimu".
Saat Tsurara sadar bahwa ia hanyalah peri, niatnya itu ia tarik, tanganya pun kembali bergerak mundur.
"Ada apa?"
"Aku berbohong pada temanku."
"Bohong?"
"Aku bilang aku akan baik-baik saja tanpanya, terus melanjutkan hidup dengan ceria meski dia sudah tidak ada."
Tsurara memasang wajah sendu, Tsurara ingin menghiburnya, Tsurara tidak ingin melihat Kaldo menangis atau memasang raut wajah sedih. Keinginan di dalam hati itu mendorongnya untuk bergerak, kainya melangkah sekali ke depan, tangan kanannya, terangkat ke atas, lalu mengelus kepala Kaldo dengan lembut.
Kaldo terkejut, kepalanya tiba-tiba diusap oleh seorang gadis. walaupun bukan tangannya langsung melainkan kain mantel yang bergesekan dengan rambutnya. Di dalam hatinya muncul perasaan senang. Gadis yang baru ditemuinya ini sangat menggemaskan, begitu pikirnya.
Tsurara terus mengelus kepalanya sampai Kaldo terkekeh, usapan itu berhenti tepat melihat Kaldo kembali tersenyum.
"Terima kasih."
Tsurara mengangguk.
"Sampai jumpa besok, Tsurara-chan."
"Sampai jumpa ...."
Tsurara memandangi punggung anak itu, lalu tersenyum, semoga ia tidak bersedih kembali, hatinya berharap. Manik birunya melihat lengan mantelnya menghitam, matanya berkedip beberapa kali, memastikan apa yang dilihatnya itu asli.
"Begitu ya ... aku menyerap kesedihannya ...." Kepala Tsurara mendongak, melihat langit malam, hembusan nafas hangat keluar dari mulutnya menciptakan embun. "Aku akan menghilang saat musim berganti atau menjadi hitam secara perlahan karena menyerap emosi negatifnya," ucapnya lirih pada salju yang turun.
Esok hari datang, pada jam, menit, detik yang sama Tsurara kembali bertemu dengannya lagi. Tsirara tidak langsung menunjukkan dirinya, seperti biasa mengintip dari balik boneka salju raksasa, Tsurara kembali melihat wajah yang merenung.
"Tsurara-chan."
"Ya?"
"Ternyata kamu beneran ada di sini."
"Kan aku udah bilang ... ini rumahku." Tsurara membuka mulutnya lagi. "Kaldo."
"Ya?"
Kedua tangan yang tertutup lengan mantel, meraih kedua tangan Kaldo, menggenggamnya. "Semoga ini bisa melenyapkan semua kegelisahan, ketakutan, kesedihan yang bertumpuk di hatimu, agar hatimu kembali putih."
Ketika Tsurara melepaskan tangan Kaldo, sebuah berlian putih transparan dalam genggaman tangan Kaldo. Di dalam berlian itu ada bunga es padat berwarna putih kebiruan.
"Indahnya, hebat sekali, ini sihir es milikmu?"
"Iya ... itu tidak akan meleleh selama kamu tidak mendekatkannya ke sesuatu yang panas."
"Aku tidak membuat sesuatu yang indah seperti ini, sihirku elemen api, yang ada aku hanya akan membakar apapun kalau menggunakannya."
"Tapi itu bisa membuat hangat, di musim dingin seperti ini sihir api sangat membantu."
"Aku tidak bisa membuat benda secantik ini dengan sihir apiku."
"Bisa kok," sahut Tsurara tanpa berpikir, saat sadar ia langsung menambahkan. "Mungkin aja ... mungkin tidak dalam bentuk padat seperti ini, pasti bisa, lebih indah dari apa yang aku buat ini."
Tiba-tiba tangan Tsurara ditarik, tubuhnya didekap erat. Manik birunya terbelalak kaget sekaligus bingung mengapa ia dipeluk, Tsurara membiarkan Kaldo memeluknya, perlahan kedua tangannya membalas pelukan Kaldo sembari tersenyum, hatinya berharap saat musim salju akan berakhir, kesedihan yang dirasakan Kaldo mulai menghilang bersamaan dengan mencairnya salju, berganti dengan kebahagiaan yang mekar bersama dengan bunga saat musim semi tiba dan Kaldo bisa bermain lagi dengan temannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro