Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kuchi Yakusoku |SioWill-WigWill-JuliWill|

A/N:

Ini lanjutan dari chapter Lyzance & Warna Mata di fanfic berchapter

.

.

.

Titik cahaya biru lubang gelap, satu-satunya cahaya yang setia bersinar, dalam cahaya itu ada seorang anak laki-laki tidur dengan nyenyak, meringkuk seperti bayi dalam rahim, memeluk pedangnya erat-erat, di wajahnya tidak menampilkan sedikit pun senyum, hanya rasa takut diselimuti kesedihan yang dalam.

---

"Gara-gara kalian, aku jadi kena marah Lihanna."

"Dari awal itu salahmu, bodoh."

"Baru kali ini aku melihat petir yang menyambar dengan geram."

Rosti melihat satu persatu dari mereka dengan tatapan tajam. "Akan kuberikan alat sihir buatanku pada kalian, dan ...," Rosti menjeda perkataannya, tangan kanannya mencengkram erat pundak kiri Sion dengan senyuman tipis penuh makna cenderung mengintimidasi, "kalian bertiga harus membawa Will pulang," ucapnya dengan penuh penekanan disertai cengkraman erat. "Kamu mengerti [bahasa] kan? Sion Ulster."

Sion tidak terganggu dengan perlakuan Rosti, bibirnya menyeringai, menampakkan taring tajamnya, mata merahnya membawa kepercayaan diri yang tinggi.

"Kami bertiga akan membawa Will yang kamu sayangi itu kembali ke Urbus Regarden, lihat saja."

"Aku senang mendengarnya, kalau begitu aku pergi dulu."

Rosti meninggalkan mereka dengan senyum.

Ketiganya melihat Rosti yang makin lama makin menjauh dan hilang saat Rosti berbelok ke kiri.

Sion membalikkan badannya, menghadap Julius dan Wignall sembari menyapu jubahnya ke belakang dihiasi seringai licik. Seakan-akan sudah memiliki rencana.

Julius dan Wignall merasakan ada sesuatu yang aneh saat melihat mata Sion, perasaan menggebu-gebu, mereka pun sama, mereka tidak ingkn berlama-lama di tempat ini, memimpikan yang mereka sayangi jatuh ke dalam lubang hitam bagai mimpi buruk yang terus menghantui mereka.

Seketika angin berhembus menerpa ketiganya, seringai Sion hilang. Ketiganya tiba-tiba merasakan sebuah kehadiran yang mereka sangat kenal, sebuah pedang yang bisa membelah segalanya.

Mereka berpandangan, berkomunikasi lewat pikiran, memastikan apa yang mereka rasakan itu asli.

Mereka tidak salah, hawa kehadiran itu ada di dekatnya.

Ketiganya melihat ke sekeliling, tetapi tidak satu pun dari mereka yang melihat helai hitamnya, pantulan cahaya yang memancar dari lensa kacamatanya, dan sepasang manik ungu bagai permata yang bersinar kapan pun.

"Bukan aku saja yang merasakannya kan?"

"Ya, si anak gagal itu ada di sini."

"Kita tidak ada yang melihatnya kan?"

Sion berdecak, "Aku tidak akan menerima ini, anak gagal itu pasti masih hidup."

"Lebih baik kita segera ke dungeon."

"Ayo kita selamatkan Will."

Mereka berlari menuju dungeon dengan tergesa-gesa, di depan pintu masuk dungeon ada kantong kecil tergeletak berjumlah tiga buah, isinya alat-alat sihir.

---

Will berjalan menuju cahaya terang, melewati cahaya terang itu Will berada di Urbus Regarden, kebingungan menyelimuti pikirannya, seingatnya ia sudah terjatuh ke dasar lubang dungeon bersama dengan Kiki.

Maniknya melihat ke sekitar memastikan tempat dia berada sekarang benar-benar Urbus Regarden, bukan ilusi. Will tiba-tiba merasa ada hembusan angin mengenainya, padahal saat ini tidak ada angin yang berhembus menerbangkan daun. Sensasi itu terasa nyata baginya seperti ada seseorang yang berlari melewatinya.

Will memejamkan kedua matanya, menikmati hembusan angin itu, ada sedikit rasa nostalgia yang dirasakannya.

Hangat bagai api yang melindunginya dari kegelapan.

Dingin disertai aroma bunga mawar biru yang khas.

Sejuknya bagai hembusan angin menenangkan hati dan jiwa.

"Oi! Kamu yang di sana!"

Will membuka matanya saat mendengar suara anak laki-laki, sekilas telinganya merasa familiar dengan suara itu. Will dikejutkan dengan anak kecil berambut merah dengan sepasang mata setajam elang.

"Aku?"

"Iya kamu!"

Will berjalan mendekati anak kecil itu. Kedua alisnya naik, agak terkejut ia bertemu dengan Sion.

"Sion?"

"Kamu tau aku?" Dengusan berat penuh percaya diri disertai membusungkan dada. "Tidak ada yang tidak tau putra sulung Ulster yang hebat ini."

"Hahaha ...." Will tertawa garing.

"Kamu! Kamu jadi bawahanku soalnya kamu keliatan kaya orang yang tidak punya teman."

Ucapan itu cukup menusuk hati Will.

"Maaf soal itu ...."

"Makanya kamu jadi bawahanku dan aku akan jadi teman pertamamu."

Will terkesiap, ucapan itu tidak akan pernah keluar dari mulut Sion yang ia kenal.

Sebuah senyum tipis diselimuti rasa senang menghiasi paras manis Will.

"Terima kasih, Sion."

Will mengusap pucuk kepala merah, pemilik surai merah itu memalingkan pandangan, wajahnya memerah.

"Jangan anggap aku anak kecil!"

Sion kecil lucu banget~, batinnya.

"Nama kamu siapa?"

"Will, Will Serfort."

Sion kecil menarik tongkat Halconnya, mengarahkannya ke Will.

"Mulai hari ini kamu adalah bawahanku."

"Dia milikku!"

Will menengok ke belakang, ada seorang anak laki-laki berambut cyan berlari mendekati mereka sambil gendong kucing kecil.

Sion menggeram. "Dia milikku."

"Bukan, dia bawahanku, dia udah janji."

"Julius?" Will kaget.

Julius menggenggam tangan kiri Will.

Sion sigap memegang tangan kanan Will.

"Singkirkan tangan kotormu itu!"

"Kamu yang harusnya lepasin tangan Will."

"Julius, Sion ... aku ... aku bawahan kalian berdua, jangan rebutan ya."

"Will punyaku."

"Dia punyaku."

Urbus Regarden tiba-tiba berubah menjadi hutan.

Pegangan tangan Julius dan Sion terlepas kala ada angin yang menghantam punggung tangan mereka agar melepaskan tangan Will.

"Will."

Will membalikkan badan. Will mendapati sosok anak elf berambut hijau. Anak elf itu menghampiri Will.

"Maaf kami telat menjemputmu, kamu pasti takut di dalam tempat gelap itu."

Elf kecil meminta Will berlutut satu kaki, dua tangan kecil elf itu menangkup wajah Will, mendekatkan wajah Will pada wajahnya, lalu elf itu menempelkan dahinya pada dahi Will.

"Akhirnya kami menemukanmu, ayo pulang."

"Maaf sudah merepotkan kalian untuk menjemputku, padahal aku bilang ke kalian akan kembali dan kalian tidka usah khawatir."

---

Will membuka matanya, sekelilingnya yang gelap sudah tidak lagi, dirinya sudah tidak berada di dalam dungeon.

Manik ungunya bisa melihat Sion, Julius dan Wignall mengelilinginya. Ujung bibir melengkung naik, setetes air mata turun dari ujung kedua matanya.

"Tadaima."

I found you, the small, faint light thats dear

"I found you" do you still remember?

See? Even the world divides

We will be united

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro