Kenangan Terindah |JuliWill-SioWill|
A/N:
Modern AU, Reincarnation AU but still have memories from the past life, MENGANDUNG SPOILER CHAPTER 42
.
.
.
Aku yang lemah tanpamu
Aku yang rentan karena
Cinta yang t'lah hilang darimu
Yang mampu menyanjungku
Selama mata terbuka
Sampai jantung tak berdetak
Selama itu pun aku mampu untuk mengenangmu
"Mau sampai kapan dia nyanyi lagu yang sama?" tanya seorang perempuan berambut pirang berhiaskan pita hitam dan memakan kentang goreng satu persatu yang tersaji di atas meja.
"Biarkan saja, lagipula kita di sini untuk berkumpul lagi bukan? Sampai Sion dan temannya datang. Kayaknya akan menarik."
"Mungkin," balasnya seperti yang tidak tertarik dengan teman baru yang dimaksud temannya yang memiliki telinga panjang mirip elf.
"Kamu benar-benar tidak tertarik? Nafsu makanmu besar sekali ya tidak ada bedanya dengan dulu."
"Berisik Wignall, tadi kan ada pelajaran olahraga."
"Tidak usah mengelak."
Gadis berpita hitam itu memalingkan pandangannya sembari menggembungkan kedua pipinya.
Bila yang tertulis untukku
Adalah yang terbaik untukmu
'Kan kujadikan kau kenangan
Yang terindah dalam hidupku
Namun takkan mudah bagiku
Meninggalkan jejak hidupmu
Yang t'lah terukir abadi
Sebagai kenangan yang terindah
Ketika pemuda berambut cyan selesai bernyanyi pintu ruang karaoke terbuka dari luar dan nampaklah dua orang laki-laki, berambut merah dan biru tua yang seumuran dengan mereka.
"Maaf telat, ada hal terduga terjadi pas ke sini."
Laki-laki berambut biru tua itu nampak berbinar saat melihat Wignall dan Lihanna. "Lihanna! Wignall! Kita bertemu lagi, syukurlah ternyata selama ini kita satu sekolah." Senyum lega menghiasi wajahnya.
"OI, kamu!" Julius berjalan menghampiri laki-laki brambut biru itu. "Kenapa kamu tidak menyapaku?"
Ia menoleh pada Julius. "Maaf, aku tidak ingat, siapa? Adiknya Elfie ...?" tanyanya dengan ekspresi ragu bercampur takut.
Bak tersambar petir di siang bolong, dada Julius merasakan ngilu yang amat sangat, orang yang selalu ia ingat dan ingin temui tidak mengingat dirinya sama sekali dan ia malah disangka adik dari sang Magia Vander, Elfaria Albis Selfort. Kedua manik birunya membulat sempurna, bergetar.
Kenapa hanya dirinya yang tidak diingat oleh Will?
"Hahaha ... jangan bercanda ana--Will, tidak mungkin kamu tidak mengingatku." Ekspresi wajah Julius nampak kecewa sekaligus sedih tetapi Julius berusaha sekuat mungin tidak memperlihatkan sedihnya itu. Sebeanrnya kata-kata Will tidak sepenuhnya salah, di kehidupannya yang ini ia adalah adik dari Elfaria Albis Serfort.
Will menundukkan kepalanya. "Aku beneran minta maaf ... aku lupa."
"Kasihan sekali Julius," celetuk Lihanna setelah mengunyah roti panggang.
"Will, dia adalah Julius Rainburg, salah satu teman kita dulu di Sekolah Regarden, mulutnya sedikit kasar tapi dia baik, beda tingkatan tsundere saja dengan Sion," jelas Wignall dengan senyum, habis itu Wignall disikut oleh Sion akibat pernyataannya.
"Salam kenal, Julius."
Kedua tangan Julius memegangi pundak Will, kedua alisnya menukik tajam. "Kamu tidak boleh melupakanku lagi. aku, Julius Rainburg."
Will mengangguk. "Untuk kali ini aku tidak akan melupakanmu, Julius."
"Oh iya, di dunia ini, Julius itu adik dari Elfaria lho~."
Kedua mata Will melebar. "Benarkah?"
"Iya, soal itu ... kamu ingat dengan Nyonya Elfaria?"
Will menggaruk pipinya. "Hanya sebagian, aku tidak ingat semuanya ... aku hanya ingat kalau dulu aku dan Elfie pernah hidup di panti asuhan yang sama, teman dekat mungkin bisa dibilang?"
Mendengar penuturan Will mulutnya sampai terbuka sedikit saking kagetnya, sangat tidak percaya Will melupakan memorinya dengan Elfaria yang notabene menjadi tujuannya untuk menjadi Magia Vander atau masuk fraksi es. Semudah itu melupakan perasaan cintanya pada Elfaria.
"Perasaanmu pada Nyonya Elfaria bagaimana?"
"Hmmm ... tidak mengerti ... pertama kali pas aku sama Elfie ketemu, dia juga nanya soal itu, tapi aku tidak merasakan apapun, walaupun kata mereka," Will melihat Lihanna, Wignall dan Sion dan kembali melihat ke Julius, "aku suka dengan Elfie."
"Begitu ya ... sayang sekali kalau begitu." Pantes aja tiap malem Nyonya Elfaria suka nangis, ternyata gara-gara ini ..., batin Julius, kepalanya mendadak pusing. Pertama Will tidak ingat apapun tentangnya, kedua alasan di balik ia sering dengar seorang perempuan menangis di malam hari.
"Apa ada sesuatu?"
"Tidak ada ... tidak ada apa-apa."
Dari belakang Sion memeluk pinggang Will dan menaruh dagunya di atas pundak Will. "Pembicaraan kalian kayaknya serius banget, sesuatu yang penting?"
Julius nampak tidka suka melihat Sion yang sangat akrab dengan Will, terlalu akrab sampai perasaan jengkel muncul di dalam dirinya, dahulu Sion tidak seperti itu pada Will. Julius akan melihat Sion seperti orang yang manja ke pacarnya.
"Oi Sion, jangan bilang kalian ...."
"Tidak begitu bodoh," sahut Sion dengan seringai jahil. "Kamu cemburu huh?"
Dahi Julius berkedut merasa dipermainkan oleh Sion. "Kalau kamu tidak memiliki hubungan apapun dengan Will, kenapa kamu sangat dekat dengannya?"
"Terserahku, dia tidak terganggu juga dengan ini," Sion melirik pada Will. Will mengusap kepala Sion seperti mengelus kucing.
"Julius juga mau dielus?" tanyanya dengan polos.
Wajah Julius memerah dan menolak tawaran Will, namun pada akhirnya pucuk kepala Julius dielus oleh Will, Julius tidak memberikan penolakan sama sekali, ekspresi wajahnya memperlihatkan bahwa dirinya sekarang sedang menyembunyikan rasa malunya dengan ekspresi marah.
Lihanna dan Wignall hanya menonton, lagipula mereka juga malas masuk ke dalam percakapan antara tiga orang itu. Will memutar badannya menghadap Wignall yang duduk di sofa dan kedua tangannya masih sibuk mengelus kepala Sion dan Julius.
"Aku tidak tau kalau Wignall masih memiliki telinga panjang elf," katanya dengan riang.
"Hm? Maksudmu ini?" Tangan kanan Wignall bergerak menyentuh telinga, lalu mencabut aksesori yang membuat telinganya terlihat panjang. "Ini cuman aksesori yang aku temukan di toko cosplay, aksesori ini bisa bikin telinga kelihatan panjang seperti elf, ketika aku ingat di masa lalu aku adalah elf aku tak kuasa menahan hasrat untuk tidak membelinya," jelasnya sembark menggaruk kepala.
"Wignall punya 15 pasang benda itu agar bisa digunakan setiap hari, ke sekolah pun dia pake itu," celetuk Lihanna sambil mengambil satu potong roti panggang.
"Kamu tidak usah bilang sedetail itu Lihanna."
Lihanna mengabaikan ucapan Wignall dan lanjut makan.
"Begitu ya ...."
"Oh iya, sebentar lagi waktunya habis, mau memperpanjang waktu atau pulang?" tanya Lihanna sembari melihat ke Will.
"Maaf ya aku telat."
"Tidak usah dipikirkan, yang penting kita sudah bertemu lagi."
"Ya."
"Jadi kita mau pulang aja?"
"Iya, jadi semua cemilan yang kamu pesan ini tolong habiskan ya," sindir Wignall dengan senyum.
"Aku mengerti." Lihanna menghabiskan sepiring kentang goreng, burger, sosis goreng dan dua piring roti panggang dengan cepat, kurang dari lima menit.
Sepertk biasa 4 laki-laki yang melihat Lihanna makan dengan banyak seperti baru pertama kali melihat kejadian ini. Lihanna menoleh ke mereka berempat, laporan kalau cemilan yang dipesan sudah habis semua, lalu melempar tas ransel milik Julius dilempar ke pemiliknya dan memberikan tas slempang milik Wignall pada yang punya.
"Ayo kita pulang."
Mereka pun ke luar dari ruang karaoke, berjalan menuju kasir. Lihanna dan Wignall yang membayar, selagi menunggu Sion, Will dan Julius berdiri tidak jauh dari kasir.
"Will."
"Ya Julius? Mau dielus lagi?"
"Ti ... tidak ...." Julius menolak tawaran dari Will meskipun ingin hanya karena Sion menatapnya tajam disertai mendesis mirip kucing. "Aku ... cuman ingin ngobrol berdua saja denganmu."
"Boleh kok, ya kan Sion?" Will menoleh pada Sion. Pipi Sion tiba-tiba memerah dan memalingkan pandangannya. "Sion bolehin, mau ngobrol di mana?"
Julius menggenggam pergelangan tangan Will, menarik Will agak jauh di belakang.
"Kamu beneran lupa semuanya tentangku?"
"Maaf Julius, aku benar-benar tidak bisa mengingat tentangmu sama sekali ...."
Julius memasang ekspresi datar, seharusnya ia tidak mempertanyakannya lagi, ia tahu jawabannya akan sama seperti tadi, namun hatinya kasih tidak terima akan kenyataan itu, jawaban "Tidak" dari Will. Apakah bagi Will keberadaannya tidak penting? Kehadirannya hanya sesaat berbeda dengan yang lain.
Ia tidak penting bagi Will, padahal untuknya ingatannya bersama Will sangaylah berharga, baginya kenangan itu sangat indah, apalagi senyuman Will yang tidak pernah lepas dari kepalanya, senyum lebar dan percaya bahwa ia akan menjadi penerus Elfaria Albis Serfort.
"Aku beneran minta maaf Julius ... pertama kali aku melihat Julius aku merasa aneh, dadaku terasa sesak tetapi aku mencoba untuk menutupinya, soalnya ... soalnya ... aku sejak tadi menahan air mataku agar tidak menetes. Aku tidak ingat apapun tetapi aku merasa leha bisa ketemu Julius lagi di dunia tanpa sihir ini ...." Bulir air mata yang tak bisa Will tahan lebih lama akhirnya menetes.
Julius tidak bisa berkata apa-apa, ia bingung kenapa Will menangis di hadapannya, dalam hitungan detik sebuah penglihatan muncul di dalam benak Julius. Dirinya terduduk dengan darah membasahi seragam fraksi es.
"Maaf Julius, aku tidak mengingatmu, mungkin aku sendiri yang tidak ingin mengingatnya ...." Wll mengucapkannya dengan suara bergetar, air matanya tidak berhenti menetes.
Mengingat kematianmu sangat menyakitkan bagiku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro