Honki no Uso & Taga Tameni |LucBocchan|
A/N:
Lyrics: wildarms.fandom.com
.
.
.
"Dia memanggilku dengan nama Luc, tapi aku bukan Luc, namaku Sasarai. Penampilanku saja yang mirip dengan murid Leknaat itu. Itulah yang aku percayai sedari dulu."
Seorang anak berbandana hijau menerjang Sasarai dan memeluknya erat seakan anak berbandana itu sedang melepas rindu dengan orang yang dipeluknya, wajahnya yang tersenyum lega menandakan bahwa anak itu senang dengan pertemuannya yang tak terduga dengan Sasarai.
"Aku senang bertemu denganmu lagi, Luc. Kelihatannya kamu baik-baik aja." Anak itu berucap dengan riang dan senyum seperti anak kecil.
Sasarai masih terkejut dengan perilaku pemuda berumur 19 tahun itu.
"Tidak sengaja wajahku mirip dengannya, tak sengaja model rambutku mirip dengannya, dia memanggilku dengan nama itu dengan polosnya."
"Melihatnya senyumnya itu, aku memutuskan untuk berbohong, memerankan orang bernama Luc itu di hadapannya seakan aku tidak ingin dia tahu bahwa Luc sudah mati."
Sasarai mengepal erat kedua tangannya, masih ada rasa tidak tega untuk melakukan apa yang sudah ia putuskan, tak lama kepalannya mengendur. Ia sudah memutuskan untuk melakukannya, tidak peduli apa yang terjadi nanti, lagipula di tangannya ini memang True Wind Rune. Mereka tidak akan tau kalau dirinya bukan Luc.
Fakta itu yang sedikit membuatnya meragukan identitas dirinya sebagai Sasarai.
"Luc-kun, tidak biasanya sendirian seperti ini, aku pikir setelah perang selesai kamu akan kembali bersama Nyonya Leknaat."
"Kamu masih saja bersama pengasuh cerewetmu itu," sindir Sasarai.
"Cara bicaranya itu, tidak berubah." Gremio mendelik kesal.
"Jangan berantem, harusnya kita senang bisa bertemu lagi."
Gremio dan Sasarai kompak memalingkan pandangan. Harapannya agar Gremio dan Luc lebih sedikit akrab pupus. Tir tidak pernah lupa dengan sifat Luc yang agak complicated dari kebanyakan orang yang telah ia temui.
---
Sasarai ke luar dari kamar, tidak menyangka ia pasrah begitu saja diseret ke kota oleh Tir, ia hanya tidak ingin berpisah dan jauh di dalam hatinya masih ingin menemani Tir. Baginya selama beberapa hari menemani Tir di perjalanannya, sedikit membuatnya agak tenang, tidak terpikirkan soal identitasnya dan keputusannya dalam memerankan orang bernama Luc itu.
Malam ini ia tidak bisa tidur, memilih untuk ke luar dan mencari udara segar sembari melihat langit--yang mungkin dihiasi banyak bintang.
Saat Sasarai baru berjalan beberapa langkah di lorong, pintu kamar sebelahnya terbuka, menampakkan pemuda berambut pirang panjang yang selalu bersama dengan Tir. Pemuda itu memandang ke arahnya dengan curiga. Sasarai sadar cepat atau lambat aktingnya ini akan diketahui.
"Aku berakting menjadi Luc ini mengandalkan ingatanku saja tentangnya, aku bukan Luc."
Senyum tipis mengembang di wajah Sasarai.
"Kamu siapa? Kau bukan Luc-kun yang bersama kami di Liberation Army."
"Ya, aku bukan Luc, namaku Sasarai, penampilanku ini hanya mirip saja dengan Luc yang kalian kenal itu, aku tidak ada niat apapun dengan berpura-pura menjadi Luc, aku hanya tidak ingin melihat anak itu bersedih lagi seperti saat kamu mati ... karena Luc sudah ...."
Ketika mengatakan hal itu Sasarai tidak tau kenapa ia bisa tahu kalau soal kematian Gremio, ia hanya melihat pecahan kecil ingatan Luc yang tiba-tiba muncul. Sasarai menghembuskan nafas pelan, tatapannya yang dingin tanpa emosi memperhatikan wajah Gremio. Lelaki itu hanya diam mematung.
Sasarai memutuskan untuk melangkahkan kakinya, menuruni tangga, tetapi baru menuruni dua anak tangga suara Tir terdengar. Sasarai berhenti melangkahkan kaki, menguping pembicaraan antara Gremio dan Tir.
"Bocchan, tidak ada apa-apa, tidur lagi aja."
"Ga mungkin ... ga ada apa-apa kalau Gremio ... mau ke luar kamar~!" Tir berbicara seperti orang masih mengantuk. "Luc di mana?"
"Di kamar sebelah, sudah tidur."
Kedua alis Tir tiba-tiba menukik tajam ke bawah, meragukan kata-kata Gremio. "Tadi aku dengar suara Luc, Gremio tadi abis ngobrol sama Luc 'kan?"
"Iya ...."
"Terus Luc mana?"
"Soal itu ...." Gremio agak ragu untuk mengatakannya, ia masih terpikirkan soal kata-kata Sasarai tadi.
Sasarai kembali naik dan berjalan menuju ke kamar Tir, ia berpikir ia harus memperlihatkan dirinya pada Tir agar Tir tidak menanyakan keberadaannya pada Gremio. Raut wajah mengantuk itu tersenyum saat melihat Sasarai.
"Luc, tidak bisa tidur?"
"Ya, aku berniat untuk ke luar sebentar."
"Aku mau ikut."
"Kamu sudah mengantuk, mending tidur aja sana."
"Ikut."
"Terserah."
"Kalau bocch--"
"Gremio diem di sini."
"Ta--"
Tir memasang wajah marah pada Gremio, Gremio pun diam dan menuruti apa yang diinginkan Tuan Mudanya itu.
Sasarai berjalan menuruni tangga diikuti Tir di belakangnya, sesaat Sasarai berpikir untuk mengungkapkan jati dirinya yang asli, memberitahu bahwa Luc sudah mati dan dirinya ini bukanlah Luc.
Ketika keduanya sudah berada di luar penginapan, Sasarai merasa Tir menggenggam tangannya, matanya melirik ke Tir dan lagi-lagi ingatan Luc ia lihat, sekelebat memori Luc saat sedang bersama dengan Tir muncul dalam kepalanya, setelah itu Sasarai membalas genggaman tangan Tir tanpa sadar.
"Luc, malam ini bulannya indah ya."
"Bulan purnama."
Sasarai memejamkan kedua matanya, mencoba menghilangkan keraguan dalam dirinya. Ia harus mengatakan kebenarannya. Sasarai melepaskan genggaman tangan Tir, berjalan ke depannya, menarik selimut di pundak Tir, lalu Sasarai menggunakan itu untuk menutup kepala Tir layaknya tudung.
Keduanya saling bertatapan, angin berhembus menerpa keduanya, bermandikan cahaya bulan.
"Ada yang ingin kubicarakan."
"Apa?"
"Dari awal kita bertemu aku bukanlah Luc, aku hanya berpura-pura menjadi Luc, nama asliku Sasarai, aku cuman mirip aja. Aku berbohong padamu, Luc yang sebenarnya sudah mati."
Tir hanya memandangi manik emerald milik Sasarai lekat-lekat, lalu sebuah senyum mengembang di wajah pemuda berumur 19 tahun itu.
"Aku sudah tau kok, kamu bilang namamu Sasarai kan? Meksipun kamu bilang begitu," Tir meraih tangan kanan Sasarai dengan kedua tangannya, menggenggamnya dengan lembut," tapi ... dengan adanya True Wind Rune ditanganmu ini tandanya kamu adalah Luc, Luc yang kenal, Luc yang kucinta, Soul Eater juga tahu. Kamu adalah Luc."
Sasarai terpaku dengan kata-kata Tir.
"Namaku Sasarai, bukan Luc. Luc sudah mati."
Lagi-lagi Sasarai melihat pecahan ingatan Luc, Luc selau bersama dengan Tir sampai perang selesai dan terakhir bertemu adalah saat perang dengan Highland. Sasarai mengerti, Luc suka dengan Tir, begitu juga sebaliknya.
"Aku sebenarnya siapa? Mengapa aku memiliki ingatan Luc? Mengapa aku begitu memiliki perasaan padanya? Aku baru bertemu dengannya beberapa hari lalu, apa ini ada hubungannya dengan ingatan Luc yang kulihat?"
Tir menangkup wajah Sasarai, menempelkan dahinya pada dahi Sasarai. Keduanya memejamkan mata.
"Sudah tenang?"
"Sedikit."
"Syukurlah kalau begitu," ucapnya seraya menjauhkan wajahnya.
Jika itu [kebohongan yang benar], tidak akan menyesalinya
Suatu hari nanti, aku akan memelukmu, meskipun kamu tidak di sini
Jantungku berdebar-debar lagi dan lagi...
Kamu yang tidak ada di sini, mengetuk pintu hatiku yang ketakutan
Sasarai sungguh merasakan ketenangan setiap bersamanya, Sasarai memeluk tubuh itu erat-erat tak ingin melepaskannya. Tir membiarkan Sasarai memeluknya, ia senang bisa membantu Sasarai.
---
Esok harinya mereka berpisah, Sasarai tidak ingin berlama-lama dengan Tir, setelah ia menyatakan kebenaran tentangnya Tir tetap memanggilnya dengan nama Luc, kejadian kemarin malah membuatnya mempertanyakan akan identitas Sasarai yang tersemat pada dirinya.
Apa sebenarnya ia adalah Luc yang mati itu?
Identitas Sasarai yang tersemat malahan sebuah kebohongan?
Kenyataannya Sasarai memegang True Earth Rune, sementara dirinya memegang True Wind Rune.
"Aku sebenarnya siapa?"
"Luc? Sasarai?"
Ketika perasaan bimbang memenuhi hati, sebuah cahaya muncul di depannya, ah ... ternyata yang datang adalah guru Luc, Leknaat-sama--Luc memanggilnya demikian.
"Luc, lama tidak berjumpa."
Manik emerald itu mengecil saat mendengar Leknaat memanggilnya dengan nama itu, Sasarai memandang tidak percaya, selama ini kepercayaannya bahwa ia adalah Sasarai adalah salah--kebohongan.
"Luc? Namaku Sasarai."
"Ingatanmu belum kembali? Dan karena ingatan yang hilang itu membuatmu meyakini dirimu adalah saudara kembarmu?"
Sasarai menundukkan kepala, wajahnya pucat, gelap, ia sudah tidak mengerti lagi, jadi ingatan Luc yang ia lihat itu ingatannya sendiri?
Selama ini ia meyakini dirinya sudah mati?
Sasarai mengangkat kepalanya, masih belum percaya dengan apa yang dikatakan Leknaat. Sasarai menepuk dadanya keras, rasa frustasi terlukis jelas di wajahnya.
"Luc sudah mati, tertimbun puing-puing bangunan. AKU SASARAI."
Leknaat menghampiri Sasarai, mengambil tangan kanannya.
"Sasarai memiliki True Earth Rune, tapi kamu memiliki True Wind Rune, aku tidak tahu bagaimana kalian berdua bisa selamat dari sana, mungkin jawabannya ada di ingatanmu yang hilang."
"Kalau begitu ... Leknaat-sama! Sarah masih hidup?" Sasarai bertanya dengan mata berkilat penuh dengan harapan.
"Di suatu tempat."
"Begitu ya ... syukurlah ...."
"Bagaimana keadaanmu? Luc."
"Sudah mulai menerima ... walaupun aku masih belum sepenuhnya percaya ... jadi aku bukan Sasarai?"
"Kamu adalah Luc, muridku."
Harapan yang sempat terpancar dari matanya meredup kembali, setelah itu Leknaat mengusap kepala Luc dengan lembut dan tersenyum tipis.
"Luc, apa yang ingin kamu lakukan sekarang? Kamu bebas memilihnya, kalau tidak salah kamu baru saja bertemu dengan Tir kan? Bagaimana kalau kamu menemaninya? Perasaanku tidak enak, aku takutnya dia mulai kembali bergerak."
"Dia?"
"Kamu pasti tau dia."
Kedua mata Luc membulat, dia yang dimaksud oleh Leknaat muncul di dalam kepalanya.
---
Demi siapakah aku mengulurkan tanganku?
"Hikusaak!"
Luc meneriakkan nama itu dipenuhi amarah, wajahnya diselimuti amarah yang luar biasa besar, amarahnya tak bisa dibendung ketika melihat Tir bebaring di tanah tak sadarkan diri dan di dekatnya ada Hikusaak.
"Kita bertemu lagi Luc, kamu sudah tumbuh besar."
"Apa yang ingin kamu lakukan padanya?"
Lelaki bertubuh ramping yang tertutupi dengan jubah hitam dengan wajah yang mirip dengan Luc melirik Tir. "Aku hanya berpikir tubuh ini bisa aku gunakan untuk True Rune yang sudah aku susah payah kumpulkan, tubuhnya sangat cocok menjadi wadah True Rune, mungkin bisa dimulai dari memisahkan bagian tubuhnya,"
"Tidak akan kubiarkan kau melakukannya."
"Tapi bukannya bagus?"
Luc tersentak dengan ucapan Hikusaak.
"Aku akan membuat banyak klon menggunakan tubuh ini dan kamu jadi tidak perlu khawatir temanmu yang satu ini mati kan? Satu persatu dari klon akan memegang satu True Rune, jika satu mati kamu masih bisa bertemu dengannya."
Hikusaak mengatakannya itu dengan enteng seperti barang rusak yang tinggal diganti dengan yang baru.
"Hikusaak! Aku tidak akan memaafkanmu jika kamu melakukan itu padanya, aku akan membunuhmu ... Anak itu, kembalikan Tir McDohl."
"Coba kalau bisa, gunakan kekuatan True WInd Rune-mu itu untuk menyelamatkannya dariku."
"Wahai Shin naru Kaze no Monshou, pinjamkanku aku kekuatanmu. aku ingin menyelamatkannya dan Soul Eater."
Luc mengangkat tangan kanannya, jika ia harus mengorbankan nyawa demi menyelamatkannya, ia tidak peduli, yang terpenting Tir tidak bernasib seperti dirinya. menjadi klon, menjadi wadah True Rune.
"Namaku Luc, dia memanggilku demikian. Yang aku masih percayai namaku adalah Sasarai, tetapi aku memiliki ingatan Luc dan perasaanku padanya sama seperti Luc. Aku mungkin adalah Luc yang sudah mati itu."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro