Haru |LanceFem!Mash|
A/N:
Lyrics: kazelyrics
.
.
.
Lance duduk di bangku kayu di sebuah gubuk kayu kosong, senyum tipis mengembang saat menengok temannya yang tertidur berbaring di sebelahnya. Tidur dengan nyenyak ditemani angin sepoi yang berhembus.
Tangan Lance bergerak ke wajah temannya, mengusap pipinya dengan lembut, lalu kepalanya.
Lance menghirup nafas dalam sembari memejamkan kedua mata..
Kedua mata terbuka, menampakkan mata berwarna kuning yang indah saat terkena cahaya matahari, bangun dan melihat ke arah Lance, menatap manik biru beberapa detik. Saling bertatapan, Lance masih tidak percaya masih bisa melihat sepasang mata bagai permata topaz yang bercahaya milik temannya itu. Ia pernah terpikir takkan bisa bertemu lagi setelah melawan Innocent Zero.
Saat mereka bertatapan Lance hendak memegang wajah Mash, namun Mash segera menarik wajahnya cepat, lalu beranjak dari bangku kayu itu dan berjalan menjauh dari gubuk. Menghirup nafas dalam, menghembuskannya perlahan.
"Hari ini cuacanya cerah."
"Ya," sahut Lance dari belakang.
Lance berdiri di sebelah kanan, lalu melihat pada temannya, Lance bisa melihat jelas temannya itu memasang wajah sendu seakan sedang berduka akan sesuatu, Lance sangat jarang melihat temannya memasang wajah begitu. Mata birunya terbelalak saat melihat temannya itu meneteskan air mata.
"Mash ...?"
Lance ingin menghapus air mata itu namun Mash bergerak memunggungi Lance, mengusap air matanya menggunakan lengan jubah miliknya. Lance terdiam sesaat, berjalan mendekat ke Mash, kedua tangannya memeluk tubuh Mash dengan erat.
Kelopak mata terbuka, Mash terbangun di bangku kayu usang yang berada di teras gubuk kayu kosong, suara gemericik hujan telah membangunkannya, kepalanya menengok ke kiri dan kanan, saat tidur tadi ia merasa seseorang mengusap pipinya, tetapi di tempat ini hanya ada dirinya seorang. Mash menengok ke kanan, ia merasakan sebuah kehadiran seseorang di sini sesaat, duduk di sebelahnya.
"Lance-kun ...." Kepalanya tertunduk, tangan krinya bergerak ke atas, ujung jari telunjuknya menyentuh anting saturnus miliknya bergantung di telinganya.
Mash berdiri dari duduknya, menghirup nafas dalam, ia bisa merasakan wangi khas saat hujan turun, lembab, dingin, namun menenangkan.
Mash melangkahkan kakinya ke tanah, tak memperdulikan awan yang masih menangis, satu dua langkah menjauh dari gubuk, kepalanya mendongak ke atas, tetes hujan membasahi rambutnya, jubahnya, sepatunya.
"Kapan hujannya akan berhenti?"
Air mata kembali menetes dari matanya bersamaan dengan air hujan.
"Aku menangis lagi karena hari ini hujan," gumamnya.
Mash mengeluarkan sebuah tongkat sihir dari balik jubahnya, menunjuk awan hitam di langit menggunakan tongkat itu, meski tahu tidak memiliki kekuatan sihir, Mash berharap awan hitam yang menghalangi cahaya matahari itu pergi.
Awan hitam yang menutup langit biru yang cerah kini menyingkir perlahan, terbelah menjadi dua, cahaya mentari menerobos masuk, menyinari tempat itu, bunga bermekaran. Mash terpukau dengan perubahan cuaca yang begitu cepat.
Apakah sebenarnya ia memiliki kekuatan sihir? Hanya karena mengarahkan tongkat sihir pada awan pembawa hujan dan berharap cuaca menjadi cerah? Terdengar sangat lucu. Mungkin keajaiban ini bisa ia pamerkan pada teman-temannya, ia bisa menghentikan hujan dan membuat matahari menyinari bukit ini.
"MASH-KUN!"
"MASH!"
"MASH-KUN!"
Mash menengok ke sumber suara, tiga orang melambaikan tangan padanya, walaupun ketiga orang itu cukup jauh, namun Mash bisa melihat dengan jelas raut wajah ceria mereka, sudah lumayan dekat Mash sadar yang memanggilnya ternyata tiga temannya, hanya tiga orang, Mash merasa kurang satu orang lagi.
Ekspresi wajahnya kembali sendu, tak lama ujung bibirnya melengkung, ia tidak boleh terus menerus merenung. Dua hari berada di sini, Mash masih bisa merasakan keberadaannya, sangat dekat dengannya, pasti selama ini Lance bersamanya, walaupun Mash sekarang tidak bisa melihatnya.
Suara panggilan riang gembira tanpa beban bergema. Lance tersenyum melihat Finn, Dot dan Lemon baik-baik saja. Lance mencoba untuk menepuk pundak Mash, sebelum tiga orang itu semakin dekat, ada yang ingin ia katakan, namun tangannya menembus tubuh Mash, mengetahui hal itu Lance terbelalak, melihat telapak tangannya sendiri.
Jadi selama ia bersama dengan Mash, berpikir bahwa Mash telah menjauh, mengabaikannya karena Mash tidak bisa melihatnya?
"Begitu ya ... jadi aku sudah ... mati."
Lance tidak meratapi keadaannya ini, ia menerima keadaannya dengan sedikit paksaan, mencoba terus meyakinkan dirinya ini sudah takdirnya, dan bersyukur ia masih bisa menemani Mash selama ini.
"Berarti kalau aku melakukan ini aku tidak akan ketahuan." Lance tersenyum jahil.
Lance mengecup pipi Mash.
"Ah ... aku merasa ada seseorang yang mencium pipiku."
Mash mengusap pipinya bertepatan dengan ketiga temannya sudah berada di depannya. Lemon bertanya langsung pada Mash apa yang terjadi kenapa Mash basah kuyup seperti habis hujan-hujanan, Mash menjelaskannya dengan suara datar dan memperaktekkan apa yang ia lakukan untuk menghentikan hujan.
Reaksi tiga temannya tentu saja bingung, masalahnya Mash memperagakannya dengan percaya diri.
"Mash-kun, itu tongkat siapa?"
"Siapa ya ... aku gatau, aku memungutnya di tanah."
Ketiganya berkedip, apa tidak apa memungut tongkat sihir gitu aja?
Mash memperhatikan tongkat sihir itu lekat-lekat dan tak disangka tongkat itu berubah menjadi tongkat yang panjang. Mash takjub bukan main melihat perubahan tongkat sihir itu. Lemon dalam hitungan detik berseru, "MASH-KUN KEREN! AJARKAN AKU AJARKAN AKU!". Sementara Finn dan Dot yang mengetahui wujud kedua tongkat itu diam saja, terkejut, mengerti tanpa harus dijelaskan apa yang telah terjadi.
"Mash-kun, sekarang udah punya kekuatan sihir dan merubah ongkat ke wujud kedua!" seru Finn takjub.
"SUDAH KUDUGA DARI RIVALKU YANG HEBAT!" puji Dot.
"Mash-kun ayo pulang, kita udah nyari Mash-kun kemana-mana! Habis lawan Innocent Zero tiba-tiba pergi gitu aja." Lemon menggenggam tangan Mash.
"Maaf ...." Mash mengangguk. "Ayo pulang."
Lance tersenyum tipis, melihat teman-temannya mulai menjauh dari tempat ia berdiri saat ini. Ia tidak bisa ikut bersama mereka, tempatnya sekarang sudah bukan di dunia ini.
Pergi dan lampauilah awan-awan itu
Hingga jauh dan masih jauh lagi
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro