Aku Cinta Dia |WirthLove|
Ini cerita di mana anak paling teladan yang tidak memiliki kelemahan di pelajaran apapun mengalami penyakit yang bisa membuat pengidapnya bodoh sampai IQ nyungsep. Anak teladan ini juga salah satu anggota Magia Lupus atau mungkin biar agak kerenan dikit kita sebut 7 Taring Serigala--ini permintaan sutradara, jadi protesnya ke sutradara kalau penamaannya jelek.
Hari ini ada kelas pagi, si bungsu bermarga Mádl dengan kacamata hitam bulat khasnya tengah melamun menatap ke luar jendela, pemandangan ini sangat amat langka bagi murid-murid di kelas yang sudah tahu kebiasaan belajar Wirth tidak kenal waktu.
Beberapa meja di belakang Wirth, duduklah Abel dan Abyss. Mereka berdua ini memiliki hobi memperhatikan satu persatu anggota 7 Taring Serigala, sebisa mungkin mereka akan menawarkan diri untuk menolong anggotanya yang sedang gundah gulana.
"Tuan Abel, sepertinya Wirth sedang mengalami masalah serius," bisik Abyss.
"Iya, Abyss kita harus membantu Wirth."
"Baik Tuan Abel."
Dalam hitungan detik Abyss berpindah dari kursinya ke kursi sebelah Wirth yang kosong, Abyss yang tiba-tiba muncul bak jumpscare di film horor membawa Wirth kembali ke dunia nyata.
"Abyss? Kenapa kamu di sini?" tanyanya, lalu kepalanya menengok ke belakang untuk mengecek sesuatu, di sana ia melihat Abel duduk dengan santai, ekspresi wajahnya datar tetapi mengandung penasaran yang besar.
"Wirth, aku melihatmu melamun terus tidak seperti biasanya, Tuan Abel khawatir."
Wirth menatap heran Abyss, sepertinya kalimat Abyss terdengar tidak nyambung. "Itu ... itu ... perasaan kamu aja."
"Tapi aku ngeliat kamu kaya lagi suka dengan seseorang, cowo lagi kasmaran."
Wirth makin heran dengan Abyss, Abyss berbicara seperti itu kaya pernah suka dengan seseorang saja, satu detik Wirth melirik pada Abel, mungkin cintanya Abyss pada Abel bisa masuk ke kasus yang berbeda. Cintanya Abyss ke Abel itu seperti ibu ke anak, jangan mikir yang aneh-aneh.
"Perasaan kamu aja, mana mungkin aku suka sama cewe."
"Berarti kamu homo sama Shuen?"
Wirth melotot, mudah sekali Abyss melontarkan pertanyaan tidak waras padanya. "Najis, gua kalo homo juga pilih-pilih!" jerit Wirth panik. "MAKSUD GUA TUH, maksud aku tuh ga ada waktu buat cinta-cintaan kaya gitu."
"Masa sih? Kok muka kamu merah?"
"SIAPA YANG MUKANYA MERAH?!"
Abyss tersenyum.
"JANGAN SENYUM-SENYUM KAYA GITU!"
"Maaf, habisnya lucu ngeliat reaksimu, coba aku tebak ... orang yang kamus itu, Love?"
"Engga! Aku gak suka sama jelmaan sakura miku sok imut kaya gitu."
"Benarkah?"
"IYA!" sentaknya sembari memukul meja, wajah sudah sangat merah.
Tepat setelah itu seorang guru masuk ke dalam kelas, dalam sekejap semua murid yang masing mengobrol berhamburan ke kursi masing-masing. Abyss yang duduk di samping Wirth sudah kembali ke sisi Abel. Abyss melaporkan pada Abel, Abel mengangguk-ngangguk.
"Kita harus membantunya."
Wirth menengok ke belakang, ia bisa mendengar kata-kata Abel tadi. "Tuan Abel jangan dengerin kata-kata Abyss, dia bohong." Wirth menghadap kembali ke depan dan mulai membuka buku.
Selesai kelas Wirth melakukan peregangan, setiap kali menghadiri kelas Dark Magic membuat badannya kaku dan pegal, suasana kelas terlalu serius, Wirth sempat berpikir untuk pergi ke kantin untuk membeli makan, mengisi energi untuk kelas selanjutnya di sore hari. Baru Wirth mengangkat panta dari kursinya suara cempreng nan heboh bergema di kelas.
"YUHU! WIRTH AKU DATANG! SESUAI JANJI YA AJARIN AKU MAGIC HISTORY!"
Suara itu seketika membuat murid-murid yang ada di dalam menengok ke sumber suara tak terkecuali Abel dan Abyss.
"SIANG TUAN ABEL! ABYSS!" sapanya dari ambang pintu.
Abel mengangguk kepala dan Abyss membalas sapaan murid itu dengan lambaian tangan.
Wirth menggertakkan giginya kesal, kalau sudah begini tebakan Abyss tadi menjadi sebuah fakta, di matanya emang Love berbeda, walaupun kecantikan Abyss tidak terkalahkan (di Magia Lupus), hatinya dengan susah payah setuju kalau Love juga cantik, manis, menggemaskan, sesuai namanya. Love Cute.
"Gausah teriak-teriak gitu, gua denger."
1 detik Wirth dan Abyss sakling melirik, Abyss tersenyum. Tidak ada maksud apa-apa dari senyuman Abyss tetapi di mata Wirth berbeda, senyuman itu seperti mengatakan "semangat Wirth, pasti kamu bisa".
Wirth menaikkan kacamata hitamnya, mencoba untuk menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba muncul, padahal biasanya ia tidak pernah merasakan hal seperti ini, Wirth sudah sering menolong Love belajar materi yang tidak dimengerti.
Jantungnya kini berdetak dengan keras seakan mau meloncat keluar dari tempatnya.
Tidak ada waktu buat cinta-cintaan, ia harus belajar lebih rajin agar bisa setara dengan kakaknya.
Tidak ada waktu buat cinta-cintaan.
TIDAK ADA WAKTU BANTING STIR KE GENRE ROMANSA.
"Wirth, ayo, keburu waktu istirahat aku abis."
"Iya, iya."
Wirth menghentak-hentakkan kaki saat berjalan menghampiri Love, Wirth tidak berhenti menaikkan kacamata bulatnya. Saat sudah dekat tiba-tiba Love menggenggam tangannya, mengajak Wirth ke perpustakaan, seperti biasa paras cantik juga imut milik Love berhasil membuat Wirth terpesona, apalagi saat Love tersenyum Wirth otomatis membeku di tempat.
Hati yang berbunga
Pada pandangan pertama
Oh Tuhan tolonglah
Aku cinta, aku cinta dia
Love berjalan di depan, menyeret Wirth karena Wirth cuman diam berdiri saja seperti patung, diperjalanan menuju perpustakaan, Love mengomel tidak henti, masalah nilai ujiannya yang mulai turun, sebelum Love minta tolong ke Wirth, gadis ini pernah minta ke Anser dan Anser menolaknya sambil menatap rendah. Love juga pernah minta ke Olore namun cara mengajarnya tidak membuat nilai ujian Love naik tetap pas KKM.
"Terus si bubuk matcha satu itu juga nolak! Padahal kan gua cuman tanya rumus basic aja, Tuan Abel pasti sibuk, kalo Mamih Abyss sibuk ngurus Tuan Abel, huft."
"Udah selesai ngomelnya?"
"Udah."
"Udah baikan?"
"Udah."
"Gut, jadi belajarnya bisa tenang kan?"
"Bisa."
Wirth mengangguk sambil berdoa Love tidak tidur lagi disaat sedang belajar.
Di perpustakaan Wirth menuntun Love ke rak-rak buku yang dibutuhkan untuk belajar sambil memberikan saran buku apa saja yang mudah dipahami, merekomendasikan penulis buku juga. Wirth mengambil tiga buku dari rak, lalu memberikannya pada Love.
"Hari ini kita belajar yang ada di buku itu, kalau belum selesai bisa dilanjut besok."
Love memperhatikan, menyimak semua yang Wirth katakan, matanya berbinar saat melihat Wirth, ia tahu Wirth sering menghabiskan waktu belajar, sedang libur sekolah pun kegiatannya hanya belajar, Love tidak suka dengan orang kutu buku atau maniak belajar tetapi Wirth berbeda. Wirth memiliki wawasan yang luas, serba tahu, saat mengajar mudah dipahami, selalu memberikan rumus yang simpel dan nilai ujian hampir mendekati sempurna.
Berkat Wirth juga nilai matematikanya meningkat.
Love pikir Wirth itu laki-laki yang keren.
"Love."
"Ya?"
"Mau duduk di mana?"
"Di lantai dua aja kaya biasa, ehe."
"Oke." Wirth mengambil tiga buku yang sempat diserahkan pada Love.
Love melihat perlakuan Wirth yang berbeda menjadi bingung, biasanya Wirth membiarkannya membawa buku sampai mereka duduk dan mengejeknya karena tubuhnya mungil, tenggelam dalam buku-buku tebal.
Di lantai 2 mereka langsung menduduki kursi kosong, Wirth duduk di sebelah kiri Love, pembelajaran pun dimulai. Love menjabarkan semua materi yang tidak dimengerti, setelahnya Wirth membahas satu persatu materi dan contoh soal, Wirth dengan mudah membuat soal tentang materi itu, ia sudah melewati kelas dua dengan lancar.
"Nih kerjain. kalau masih belum ngerti aku jelasin lagi," katanya sambil menyerahkan kertas pada Love.
"Kamu ga repot jelasin lagi?"
"Ngapain repot? Aku kan janji bakal ngajarin kamu sampe ngerti."
"Begitu ya."
"Aku cuman nepatin janji aja ...."
Bilangnya begitu, padahal asli di dalam hatinya tidak pernah merasa kerepotan, mau sampai tujuh juta kali pun ngejelasin materi yang sama Wirth rela sepenuh hati, jiwa juga raga, pokoknya apapun buat Love akan Wirth lakukan. Wirth juga senang kalau Love tersenyum setiap kali melihat hasil ujiannya yang bagus, ditambah lagi Love biasanya akan bercerita padanya soal nilai ujian.
Wirth sabar dengan segala permintaannya, walaupun cuman minta diajari materi saja. Dengan begini juga Wirth jadi bisa melihat ekspresi serius yang menurutnya sangat menggemaskan.
Wirth menumpu kepalanya menggunakan tangan di atas meja, tatapannya tertuju pada Love, ujung bibinya naik.
"Inikah yang dinamakan dengan cinta? Tidak buruk"
Gayamu dan wajahmu terbawa dalam mimpi
Diriku dimabuk asmara
Oh Tuhan tolonglah
Aku cinta, aku cinta dia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro