Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Juri 3

Hai semuanya. Terima kasih sudah mengikuti event ini di waktu-waktu sibuk kalian.

Gimana kabarnya? Semoga sehat-sehat ya.

Aku mau meminta maaf kalau komentarku di bawah ini ada yang tidak mengenakkan hati. Aku mengungkapkan apa yang aku baca selama cerita, sama sekali bukan karena aku lebih baik dari kalian.

Berikut penjuriannya :

Malam Itu Di Negeri Langit (75)
Aku sudah menduga pasti ada yang pakai lagu ini, dan pasti ceritanya akan sedih banget. Cerita ini sedih. Aku selalu suka formula cerita sedih yang awalnya menggambarkan kehidupan tokoh yang aman, damai, tentram, hangat, syalalalaa, terus makin ke belakang, jadi gelap dan suram. Itu sukses membuat pembaca merasakan perjalanan emosional tokoh. Sayangnya, di cerita ini bagian sedihnya kurang greget.
Awal cerita menurutku cukup memupuk ekspektasi pembaca, lewat diksi-diksi mendayu-dayunya dan pembawaan yang kelam, tapi setelah baca lebih lanjut, aku agak kecewa. Aku merasa kayak penulis memaparkan cerita ini secara lompat-lompat, jadi sampai ke inti ceritanya jadinya kurang berkesan. Mungkin karena cerpen ini punya banyak adegan atau pergantian adegannya kurang mulus.
Kalau ada tokoh masuk dalam suatu adegan kalau bisa dijelaskan singkat dia siapa. Aku nggak tahu Surya atau Wulan itu siapa sampai dijelaskan di dialognya. Contoh penjelasannya :
Diajeng sedang menikmati secangkir teh hangat ditemani acara TV favoritnya ketika melihat papanya, Surya, keluar dari kamar memakai baju rapi. "Mau ke mana, Pa?" tanyanya terheran-heran. Tidak biasanya papanya keluar sore-sore begini.

Usahakan lagi dialognya lebih luwes, aku merasa dialognya terlalu kaku diucapkan. Saran terakhir, pakai diksi tingkat tinggi memang kelihatan keren, tapi perhatikan lagi, apa perlu adegan itu pakai diksi mendayu-dayu atau lebih nampol pakai kalimat sederhana? Majas cantik, kalau salah penempatan, bisa mengurangi esensi suatu adegan dalam cerita. Kalau kamu mau gambarkan tokohnya jatuh dan berdarah-darah dan sampai sekarat, jelaskan saja pakai bahasa sederhana. Entah, dari Ajie-nya batuk-batuk darah, susah bernapas, terkulai lemas di paha Diajeng, lalu dia mati, nggak perlu diksi cantik kayak, "Ajie mengerang dan menggelepar sebelum jiwanya naik ke angkasa ...."
Coba pintar-pintar cermati dalam adeganmu kapan butuh penjelasan panjang dan detail, atau diksi cantik buat menenggelamkan pembaca dalam ceritamu. Ini juga masih susah kuterapkan, tapi penulis yang memperbaiki dirinya jadi lebih baik dari hari ke hari adalah penulis yang hebat.
Selain itu semua, cerita ini menyedihkan dan indah. Aku apresiasi usahamu kumpul paling cepat!
Tahun lagunya mana? Yuk, lebih teliti membaca ketentuan event di MONTAKS NEWS.

Si Putri dan Dunia Cermin yang Muncul di Kabut (90)
Pas dengar lagunya pertama kali dan baca ceritanya aku pikir ini cerita fantasi kayak Alice masuk lewat lubang (dalam cerita ini cermin) ke dunia Wonderland, tapi ternyata sama sekali tidak. Anggota montaks paling senang buat plot twist ya? Hahaha
Cerita ini rapiii sekali. Perpindahan adegan per adegannya mulus, penggalan lagunya masuk di ceritanya, bahasanya indah dan nyaman dibaca, latar tempatnya jelas. Aku sempat menduga-duga apa jangan-jangan si tokoh utama terperangkap dalam cermin karena sekelilingnya gelap, berdarah-darah, dan menakutkan, di pertengahan cerita baru aku tahu kalau semuanya cuma khayalan saja.
I really like this story!

Pri Gagal (82)
Aku tidak mau berkomentar banyak soal dunia per-diksian karena kata-kata yang dipakai terangkai indah. Cukup membuatku membayangkan bagaimana perasaan tak berdaya si cowok untuk merindu tapi terlalu malu ketemu kekasih hatinya dalam keadaannya yang gagal. Latar yang diambil di kota Solo, tokoh utama terlibat dalam kerusuhan Urip Sumohardjo, temannya Pipit, mungkin karena itu dia nggak bisa dapat kerja layak dan gagal karena terlibat kerusuhan dulunya?
Cerpen ini indah tapi antiklimaks. Dari awal sampai akhir rada datar, aku paham tema utamamu rindu yang gak kesampaian, tapi entah kenapa jadinya cerpen cuma berputar ke masalah satu itu saja. Sayang sih, padahal bisa lebih digali lagi idenya supaya dapat poin lebih.

Racun (72)
Cerpen ini cukup rapi. Aku nggak menemukan banyak typo, cuma penggunaan koma yang kebanyakan kayak cerpen pertama. Openingnya mengagetkan, mencuri perhatian pembaca buat baca sampai bawah. Tapi entah kenapa semakin baca, aku merasa excitement yang kudapat di awal hilang. Alasan tokoh wanitanya terlalu dangkal, image-nya jadi plin-plan dan manja. Watak tokoh prianya kurasa masih bisa digali lagi. Kalimatnya lebih diefektifkan lagi ya supaya yang baca lebih nyaman dan tidak terjadi pengulangan. Sekian dan makasih.

Mungkinkah (78)
Ceritanya menyentuh. Aku bisa merasakan rasa khawatirnya si Aura sama kekasihnya yang berobat di tempat jauh. Coba aja di jaman dulu ada hape, nggak bakal susah nyari info atau kabar dari si kekasih. Plot twistnya, jangan-jangan nggak ada kabar karena dia sudah mati? Wkwkkw jadi dark.
Anyway, cerpen ini sesuai sama tema. Song fiction, potongan lagunya nggak dinyempil-nyempilkan saja. I kinda like it. Sayangnya, aku kadang-kadang masih merasa lost dalam cerita. Aku kadang tidak tahu mereka lagi dimana, ada objek yang tiba-tiba muncul, mungkin lokasinya bisa lebih diperjelas lagi lewat narasi. Semangat terus!

Scabious (78)
Cerpen ini punya masalah yang sama dengan cerpen sebelumnya. Kurang deskripsi, narasinya lebih ke-telling sehingga rasanya ada gap antara aku sama ceritanya. Coba lebih banyak membaca dan menonton supaya lebih tahu kata-kata yang pas untuk mendeksripsikan suatu adegan.

Puan Yang Ditinggal Tuan (92)
Ini yang namanya bittersweet. Aku suka adegan di sini dramatis tapi tidak banyak neko-neko kayak "jantung sakit menahan kepergianmu ...." Dialognya natural, diksinya mantap, semuanya terkesan alami meski di part belakangan ini lebih seperti surat, but i let it pass. I like this story.

Petang Itu (84)
Selalu kalau yang berhubungan sama keluarga bawaannya sedihhh. Aku nggak tahu mau komentar apa aku bacanya sambil ingat orang tua. Tahun ke tahun, kita sering menghitung umur kita yang semakin dewasa tanpa sadar lupa kalau orang tua kita juga makin menua :'(
Oh iya, dialognya kenapa di awal dicetak miring yah? Kalau alasannya karena itu terjadi di masa lalu, harusnya cetak miring saja semuanya. Dan tahun lagunya mana? Yuk, lebih teliti membaca ketentuan event di MONTAKS NEWS.

Masih Ada Waktu (89)
Ini kayak kebanyakan lagu Ebiet G. Ade, penuh perenungan. Dari awal sampai akhir semua kalimat-kalimatnya dibentuk dengan indah, penuh majas, dan petuah-petuah bijak yang orang muda kayak kita-kita biasa lupa. Perenungan kematian, orang-orang tersayang yang telah pergi, mendoakan mereka, dan kudu bersyukur sama keluarga yang masih kita punya. Aku suka semuanya, kecuali masih rada bingung tokoh ceritanya menulis surat ini pas umur berapa, kyknya sudah sangat dewasa ya bisa merangkai kata sesulit ini. Kadang-kadang aku sampai lupa kalau ini surat wkwkwk
Lagi-lagi, tahun lagunya mana? Perhatikan lagi ya ketentuannya.

Anugrah Terindah Yang Pernah Kumiliki (72)
Akhirnya ada kisah manis terselip di sini ! Kenapa sih, Montaks sukanya yang sedih-sedih? Masa lalu nggak selalu soal sedih-sedih padahal, lagu-lagu dulu juga banyak yang tidak galau.
Oke. Kita ke cerita.
Cerita ini pembawaannya santai aja dan manis dari awal sampai akhir. Kisah kasih anak muda yang masih polos-polos tanpa ada orang ketiga wkwkwk
Selain daripada itu, aku melihat cerpen ini belum punya warna tersendiri. Aku selama baca seperti pernah baca sebelumnya, tapi harusnya kan belum. Penulis harus melatih banyak-banyak menulis untuk menemukan gaya bahasanya sendiri. Untuk kepenulisannya, lebih teliti sama typonya, kalimatnya lebih diefektifkan lagi, lebih banyak belajar lagi untuk menulis adegan supaya nggak terkesan terlalu tell, tambah kosakata lagi dengan banyak membaca.
Semangat terus !

Tanpa Kata (72)
Akhirnya Christine Panjaitan ! Aku suka lagu-lagunya, dan akhirnya ada satu cerpen nyempil lagu ini.
Another tragedi menurutku. Terjebak friendzonk wkwkkw
Aku tidak tahu mau komentar dari mana tapi menurutku cerita ini kayak novel yang dikompres jadi cerpen. Kamu menyajikan adegan-adegan yang kalau di novel mungkin relate. Di cerpen kamu menampilkan adegan-adegan yang menggerakkan cerita, pembaca nggak perlu merasa relate sama keadaan ramenya mereka pas di kelas dengan percakapan-percakapan panjang atau gimana dekatnya dia sama temannya kalau itu tidak ada hubungannya sama tujuan cerita. Di cerpen kamu bisa menjelaskannya dalam narasi saja, karena keterbatasan kata.
Sama seperti cerpen sebelumnya, cerpen ini punya masalah sama. Terlalu tell, feelingnya jadi kurang terasa selama baca. Mungkin bisa dengan tambah deskripsi soal keadaan tempat, atau kalau si Dirga nawarin jaket, dia tanya sambil pegang kerah jaketnya. Detail kecil itu yang membuat cerita jadi hidup.
Dan, perhatikan lagi typo, dialog tag, penggunaan tanda baca yang benar, dan kata yang kamu pakai telah sesuai menjelaskan hal yang kamu maksud.
Terakhir, buat Dirga, balesin surat anak orang, jangan digantungin ! Karma itu ada loh.

Untuk Kakak (80)
Kirain akan dikasih kejutan alasan kenapa Kak Rani lesu ternyata nggak ada. Dari awal sampai akhir mulus. Aku tidak menemukan typo atau tanda baca yang menganggu. Lagunya sesuai sama lagunya. Kecuali yang bagian terakhir peralihan POV-nya yang terlalu tiba-tiba bikin aku ngernyit dahi.

Pulang (85)
Sekali lagi cerpen yang bitter-sweet. Para montaks emang paling suka nulis cerpen cinta tidak terbalaskan ya. Tapi daripada fokus ke akhir cerita, aku suka cara penulis memaparkan kisah secara apa adanya. Aku bisa merasakan kehangatan keluarga, penuturan kota Yogyakarta yang dipenuhi nostalgia tokoh utama, dan kisah manis romansa anak SMA. Semua dijelaskan cukup detail dan ringkas. Tidak tahu harus komentar apa sih, kecuali bagus.
Eh, ada. Tahun lagunya dilupakan ya. Lain kali baca peraturannya lebih teliti ya.

Lentera dari Utara (84)
Ini cerpen yang aku baca tiga kali untuk bisa mengerti apa arti cerpennya. Daripada Paul, aku malah fokus pada tokoh Paulina yang sampai akhir adalah perawat sejati. Aku bisa merasakan pergolakan tokoh utama lewat dialognya dan diksinya wow. Alurnya agak loncat-loncat ya, dialognya kaku. Kadang-kadang aku harus baca dua kali supaya mengerti dan menemukan kemiripan kalau cerpen ini mirip cerpen terjemahan.

Suasana Pesta (70)
Aku tidak tahu gimana menuturkan kalimat sehabis membaca cerita ini dengan kata-kata. Syok, itu paling mendekati. Mulai dari anak kecil umur sembilan tahun bisa melaksanakan pestanya di hotel, gimana pestanya, anak-anak salah gaul yang mengikuti, terus ternyata dia mimpi. Padahal aku kira akan membaca pesta anak-anak yang ceria, tapi ternyata kayak drama Korea tahun 2021 : gelap. Pesan cerita ini mungkin ingin menyinggung soal penjagaan orang tua pada tontonan anak-anak, nanti mereka bisa mengkhayalkan hal liar.
Plotnya terlalu liar. Aku tahu bagusnya imajinasi seliar mungkin, tapi ada baiknya menjaga imajinasi untuk tetap masuk logika. Anak-anak berpesta tanpa pengawasan orang tua dan hotel mengijinkan anak-anak pesta alkohol, itu mustahil. Meski, akhirnya itu cuma mimpi.
Terima kasih sudah mengikuti event ini!

Kenangan (80)
Cerpen ini melenceng dari ketentuan. Tidak tulis nama judul, tahun lagu, dan lagu yany dipakai antara tahun 1980-1999. Lagu mimpi itu keluar tahun 2006.
Ada banyak lagu lain yang bisa dipakai, yang sesuai ketentuan event bila penulis bingung.
Oke, untuk komentar buat cerpen ini. Aku suka diksinya, enak dibacanya, beragam, penulis pakai kata-kata yang jarang dipakai kayak dirgantara buat langit. Kisah ini menyentuh dan tragis.
Oh iya, pintar memainkan kata memang bagus, tapi jangan lupa terlena sampai lupa mendeskripsikan latar cerita ya. Aku bingung di bagian angin badai menghantam kapal empat sekawan, mereka cuma bersahutan bertanya "apa itu?" dan meratap nasib mereka ditelah ombak, tanpa mengatakan yang datang itu apa. Angin kah, ombak kah.
Itu aja sih. Makasih sudah mengikuti event ini.

Terima kasih sudah mengikuti event ini. Sekali lagi, maaf atas kata-kata yang menyakitkan. Ambil yang perlu, buang yang menyakitkan.  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro