Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

9 | Kisah Putri dan Putra

Terbangun dengan kondisi tubuh terasa tegang dan berkeringat di mana-mana memang menyebalkan. Elka terbatuk sebab jalan napasnya bagai tersumbat di kerongkongan. Dia segera bangkit, lalu menepuk-nepuk dadanya pelan. Usai meregulasi cara bernapas, ia berangsur-angsur membaik. Lantas indranya segera menyelaraskan dengan sekitar.

Dia kemudian menyadari bahwa sekarang, dirinya sedang menempati sofa bed berwarna abu-abu. Ruangan berukuran tiga meter kali lima meter ini tampak seperti ruangan kerja. Hanya saja, ukurannya cukup luas.

Bunyi derit pintu langsung memutus observasi singkat Elka.

Bagai menemukan potongan puzzle yang hilang, akhirnya kemunculan pria yang kini sedang menuju ke arahnya, melengkapi keingintahuan Elka tentang apa yang sedang terjadi sekarang.

"Kamu!"

Elka bangkit begitu cepat, ia menunjuk Daniyal sambil memberikan gestur defensif.

Daniyal sendiri masa bodoh pada reaksi awas Elka. Dia terus mendekat sampai akhirnya duduk pada salah satu sofa, tepat di samping sofa bed yang baru saja Elka tempati.

"Duduk," titah Daniyal datar.

Alih-alih menuruti perintah, Elka malah berlari ke arah pintu untuk keluar dari ruangan ini.

Atas tindakan spontan Elka yang sudah diperkirakan Daniyal, ia menatap Elka seolah perempuan itu adalah manusia paling konyol yang pernah ia temui. "Saya tidak cukup bodoh membiarkan pintunya terbuka. Bukankah permainan petak umpet ini mulai terasa melelahkan? Menyerahlah, Elka."

"Kamu mencoba membunuh saya!" jerit Elka murka sebab usaha pelariannya lagi-lagi gagal. "Saya akan menjebloskanmu ke penjara! Bersiaplah membusuk di tempat itu!"

"Kamu tahu, Elka, sikap percaya dirimu membuatmu terlihat menyedihkan." Daniyal menggeleng pelan, raut cemoohan tampak kental dalam irasnya. "Mengira saya mudah ditumbangkan, itu pemikiran bodoh. Melangkah sejauh ini telah membabat habis akal sehat saya hingga di titik siap melibas siapa pun yang berani menghadang langkah saya."

"Jangan berlagak seolah kamu kebal hukum!"

"Don't get me wrong, saya menghargai hukum yang berlaku di negara ini. Saya bersedia menerima konsekuensi bila sewaktu-waktu tertangkap."

"Omong kosong!"

"Benar. Itu tidak menjadi jaminan bahwa saya akan berdiam diri, bukan? Ingat, saya memiliki segalanya yang tidak kamu miliki." Daniyal mengangkat bahu. Mencemooh Elka adalah kesenangan tersendiri baginya. "Begini saja, saya punya penawaran bagus. Tentang kamu yang berkeinginan kuat menghentikan semua ini, saya punya cara ampuh untuk mengakhirinya."

Senyum lebar mendadak tersungging di bibir Daniyal.

"Bunuhlah saya," ucapnya tak terduga. "Karena satu-satunya hal yang dapat menghentikan saya hanyalah kematian. Percobaan pertamamu gagal total, tapi jangan berkecil hati. Kamu bisa mencoba lagi. Kamu yakin mampu melakukan percobaan selanjutnya?"

"Ya! Saya akan membunuhmu!"

Daniyal terkekeh. Setelah lejar dengan aksi petak umpetnya yang gagal, sekarang Elka tak sungkan menunjukkan sisi agresifnya. Beginilah yang dia harapkan. Merepotkan jika ia harus lebih lama meladeni Elka dalam versi 'Anak Baik'.

"Melelahkan, bukan, hidup dengan topeng itu?" Alih-alih menanggapi ancaman Elka, Daniyal malah menyinggung persoalan lain. Dia meraih remot televisi yang terletak di atas meja sofa. Hingga kemudian, ia memutar sebuah video sambil menaikkan volume TV.

Elka tergemap pada apa yang sedang ditampilkan oleh TV tersebut. Kejadian di saat dia berusaha menarik Daniyal agar terjatuh dari atas tangga, ditampilkam dalam TV itu. Resolusi rekaman yang cukup tajam dan tampak dekat, menandakan bahwa video ini bukanlah hasil rekaman CCTV.

Mereka direkam dari sisi atas tangga sehingga ekspresi penuh kemurkaan Elka ketika melangkah di belakang Daniyal, terpampang begitu nyata. Pengambilan angle yang pas dalam video itu, menangkap sempurna bagaimana Elka sekuat tenaga berusaha menarik kerah baju Daniyal ketika lelaki itu mendadak membalikkan badan.

Kebengisannya terekam sempurna. Berita buruknya, lanjutan aksi Elka tidak lagi terlihat sebab si perekam buru-buru menghampiri mereka. Rekaman pun terhenti sepenuhnya. Meninggalkan guncangan ketidakpercayaan bagi Elka.

Di video itu, dia terlihat bak psikopat haus darah. Percobaan pembunuhan yang ia lakukan, terekam sempurna. Siapa yang merekam mereka?

"Go ahead, run," tantang Daniyal setelah video selesai diputar. "I won't bother chasing you because, at the end of the day, you'll return to this house once the police have done their duty."

Seketika itu juga, Elka merasakan gelegak amarah yang mendidih dalam diri! Tangannya terkepal kuat. Daniyal sudah mempersiapkan semuanya dengan pertimbangan penuh akurasi! Sekarang, dia diancam hanya dengan potongan video yang keabsahannya berbanding terbalik dari kenyataan aslinya!

Dia memang berniat membuat Daniyal terjatuh dari tangga. Namun, itu semua tidak sebanding dengan balasan keji yang dia terima secara kontan. Ia dicekik hingga nyawanya seakan bisa terenggut saat itu juga. Sementara pria yang sebelumnya ia jadikan target, terang-terangan menikmati raut tersiksa yang ia tampilkan tanpa merasa bersalah sedikit pun.

"Rafael pasti terkejut setelah tahu perempuan yang selama ini sudah menanamkan nilai-nilai kebajikan kepadanya, ternyata tidak lebih dari seorang pembohong. Belum lagi, dia harus menanggung sanksi sosial karena memiliki Ibu seorang penjahat."

"Keparat!" Elka menerjang Daniyal, siap melayangkan tamparan pada lelaki itu.

Nahas, usahanya gagal kala Daniyal membalikkan keadaan dengan mencekal tangan Elka yang mengayun di udara. Tak cukup sampai di situ, Daniyal menyentak kasar tubuh perempuan itu, kemudian memerangkapnya pada single sofa yang mulanya Daniyal duduki. Bersamaan dengan tubuhnya yang telah terperangkap, kedua tangan Elka juga ikut dicekal.

Berada di bawah dominasi Daniyal, ia tak lagi dapat berkutik. Perih luar biasa menjalari pergelangan tangannya yang dicekal oleh laki-laki itu. Rasanya seperti akan patah. Sakit sekali! Elka berusaha berontak. Dia menendang-nendang kaki serta paha Daniyal. Nahasnya, lelaki yang sedang dia hadapi malah berdiri semakin kokoh. Elka seperti melawan tembok yang solid.

"Saya sudah meminta secara baik-baik."

Daniyal sama sekali tak mengendurkan cengkeraman. Sebaliknya, ia lagi-lagi menikmati raut kesakitan Elka. Seolah dengan melihat dan mendengar ringisan kesakitan perempuan ini, ia dapat melanjutkan hidup sampai seratus tahun lamanya.

"Kamu ... saya pastikan akan sangat menyesali perbuatanmu. Kamu benar-benar akan menyesalinya, Daniyal," desis Elka sungguh-sungguh, matanya nyalang menatap Daniyal penuh kemurkaan. Ia berusaha keras untuk tidak menjerit kesakitan, meskipun usaha tersebut gagal sebab frekuensi tekanan di pergelangan tangannya kian membabi buta. Ia menggigit bibir kuat-kuat demi menghentikan rintihan kesakitan.

Erangan pedih yang Elka embuskan tak lantas membuatnya takluk pada perlakuan sadis yang ia terima. Bahkan, kalau pun tangannya memang ditakdirkan patah, dia tidak berniat tunduk pada lelaki brengsek ini!

"Begitukah?" kekeh Daniyal. "Saya pikir kamu mengenal baik orang seperti apa diri saya. Tidakkah kamu sadar bermain-main dengan nyawa orang lain saja, saya menikmatinya. Lalu bagaimana mungkin saya menyesal hanya karena menyakiti orang sepertimu yang bahkan tak memiliki kekuasaan sedikit pun?"

Daniyal memasang seringai keangkuhan di bibirnya.

"Elka, uang dan kekuasaan adalah segalanya. Keduanya merupakan hal absolut yang mampu memuluskan langkah siapa saja demi mendapatkan tujuan yang ingin mereka capai. Hal serupa juga berlaku pada saya. Perlu kamu ketahui, mereka yang tidak memiliki satu di antaranya, tidak akan saya anggap sebagai ancaman. Lalu kamu yang notabene tak memiliki keduanya, berani menakuti saya hanya dengan ancaman berisi omong kosong itu? Kamu bercanda?"

Tanpa diduga, Daniyal mendekatkan wajah tepat di hadapan Elka. Siapa sangka, pemilik paras rupawan yang begitu dielu-elukan oleh banyak orang ini, ternyata adalah manusia bengis tanpa ampun. Tampangnya yang bak malaikat, telah berhasil ia gunakan untuk menipu. Nyatanya, perilaku Daniyal amat jauh dari kata yang mampu menggambarkan malaikat itu sendiri.

Dia pengikut Iblis!

Elka semakin beringsut ke sandaran sofa sebab tak nyaman berada di bawah tatapan intens Daniyal.

"Tertarik mendengar cerita seru?" bisik Daniyal. Dia pun kembali menarik diri. Menghempas kasar cekalannya.

Elka sudah kehilangan seluruh energi, semua terkuras habis setelah berontak tadi. Bahkan, untuk sekadar menggerakkan jari kelingking, dia tak mampu melakukannya. Pergelangan tangannya seperti baru saja dikuliti. Perih luar biasa. Hanya sorot mata yang bisa ia andalkan untuk mengikuti gerak tubuh Daniyal. Permukaan kulit lehernya juga terasa perih, efek dari cekikan tadi.

Dia menatap berang lelaki yang baru saja kembali dari meja kerjanya. Daniyal membawa map cokelat di tangan kanan. Sejurus kemudian, map tersebut dilemparkan ke atas paha Elka. Ia mengerutkan dahi. Lalu menatap Daniyal, menuntut penjelasan.

"Dulu, ada dua saudara tiri yang pernah bertikai. Keduanya tidak pernah akrab. Sebut saja nama mereka Putri dan Putra. Putri adalah seorang gadis yang tumbuh tanpa sosok Ibu dan jauh dari kasih sayang sang Ayah. Dia anak nakal. Bahkan meski usianya masih cukup belia, Putri sudah sangat akrab dengan dunia malam. Dia gemar berpesta dan alkohol adalah teman sejatinya."

Daniyal membuka awal mula cerita yang tadi ia janjikan.

"Lalu, semua itu berubah semenjak Ayahnya menikahi wanita yang juga merupakan orang tua tunggal. Atas pernikahan tersebut, Putri merasa bahagia. Perubahan signifikan tampak jelas darinya. Memiliki Ibu tiri yang menyayangi dan mengerti dirinya, membuat dahaga Putri akan kasih seorang Ibu akhirnya terpenuhi. Namun, anak kandung dari sang Ibu tiri yang tidak lain adalah Putra, ternyata memiliki sudut pandang berbeda. Ia terang-terangan menunjukkan permusuhan pada Putri. Putra telanjur membenci, dia amat tidak suka pada Putri sebab dia tahu orang seperti apa yang kini telah menjadi adik tirinya."

Daniyal memutuskan duduk di atas meja kaca di depan Elka. Matanya tidak pernah lepas dari wanita yang kini diam membatu itu.

"Putri yang pada dasarnya tulus menyayangi Ibu tirinya, lantas marah pada Putra sebab Kakak tirinya terus bertingkah setiap hari sehingga membuat Ibu mereka sedih. Putri memang telah meninggalkan semua kebiasaan buruk yang terbiasa ia lakukan sejak bersekolah SMP, tetapi hal tersebut tak lantas melonggarkan kebencian Putra. Lelaki itu terus memohon pada sang Ibu agar meninggalkan Putri dan Ayahnya."

Cerita terus berlanjut. Daniyal tampak antusias membagikan kisah dua saudara tiri yang menurutnya sangat menyenangkan untuk didengar.

"Dan ketika mengetahui fakta bahwa Putra berusaha memisahkan Putri dari Ibu sambungnya, gadis itu tak lantas berdiam diri. Percekcokan di antara mereka pun tidak dapat dihindari. Mereka bertengkar hebat. Sampai pada akhirnya, Putra memutuskan pergi dari rumah, meninggalkan sang Ibu dengan keluarga barunya. Dia pikir, Ibu yang selama ini telah mendedikasikan diri untuk menyayanginya tanpa sarat, akan turut mengejar, lalu berpisah dari Ayah dan adik tirinya. Nahas, apa yang ia harapkan tidak pernah terjadi."

"Berhenti," pinta Elka lirih. Dia menatap Daniyal dengan pandangan tak fokus. Bukan karena ia akan kehilangan kesadaran, melainkan karena pikirannya berkecamuk hebat.

Daniyal mengambil jeda hanya untuk menelisik ekspresi Elka. Tidak ada lagi tanda-tanda pemberontakan dari wajah yang telah sepenuhnya memucat itu. Dia mengangkat kedua sudut bibirnya. Ke mana perginya si Pemberani yang berusaha membunuhnya tadi? Daniyal lalu melanjutkan penjelasannya.

"Sepuluh bulan berlalu, Putra hilang bak ditelan bumi. Keberadaannya tak terlacak, seakan dia memang berniat menghilang untuk selama-lamanya. Hanya kekhawatiran yang ia tinggalkan pada Ibu kandungnya. Tapi siapa sangka? Secara mengejutkan, sebelas bulan kemudian Putra kembali pada mereka. Tebak apa yang terjadi?" Daniyal bertanya, memberikan kesempatan pada Elka untuk menebak. Hanya saja, perempuan yang dulu pernah menyatakan cinta kepadanya ini memilih bungkam. Tatapan Daniyal pun bergerak turun, menyoroti tangan Elka yang gemetaran.

"Baiklah, saya lanjutkan ceritanya," terang pria itu acuh tak acuh. "Kali ini Putra tak datang sendiri. Dia membawa seorang bayi yang masih sangat rapuh. Putri dan kedua orang tuanya amat terkejut. Mereka tidak menyangka Putra datang membawa bayi yang diakui oleh Putra sebagai bentuk pemberontakan pada keluarganya sendiri."

"He-hentikan." Elka berdesis semakin lirih, tak tahan mendengar suara Daniyal. Ia tidak sadar luapan air mata telah membanjiri pipinya. Sekujur tubuhnya mulai merasakan tremor nan menyakitkan. "Jangan ... jangan ucapkan apa pun."

"Dihadapkan oleh kekacauan yang ditimbulkan oleh putranya sendiri, Ibu mereka murka. Dia mengutuk tindakan darah dagingnya yang telah membuatnya kecewa. Sayang, Putra dalam pendiriannya. Dia tidak merasa sudah melakukan kesalahan. Sebaliknya, dia memberikan ultimatum. Apabila sang Ibu masih saja keras kepala dan tidak mau bercerai dari Ayah Putri, dia benar-benar akan memutuskan hubungan mereka. Nahasnya kekacauan yang Putra timbulkan, malah mendatangkan petaka. Pasalnya, Ibu mereka yang tak mampu menahan rasa terkejut, pada saat itu dilarikan ke rumah sakit akibat didera syok luar biasa."

Melihat cairan bening semakin deras membasahi pipi Elka, Daniyal lantas berdiri, kembali mendekat pada perempuan yang penampilannya tampak mengenaskan itu.

"Ingin tahu kelanjutan ceritanya?" tanya Daniyal sembari meraih map yang sejak tadi tergeletak di paha Elka tanpa sempat ia buka.

Beberapa lembar foto dikeluarkan oleh pria itu dari map tersebut.

"Putri yang gelap mata, menuntunnya menjadi lakon utama dalam tragedi berdarah. Putra tewas setelah menerima dua tusukan di leher dan pahanya. Darah segar Putra mengalir kental pada pisau yang digenggam Putri."

Daniyal mengangkat foto berukuran 8R tepat di hadapan wajah Elka. Memperlihatkan foto seorang perempuan yang tengah memegang pisau berlapis darah. Beberapa foto lain juga menampilkan sosok perempuan yang sama sedang menari di lantai dansa kelab, mengenakan pakaian ketat super mini.

"Dia Putri. Seorang pembunuh yang sekarang hidup bahagia. Seolah nyawa yang telah ia hilangkan, bukanlah sesuatu yang berarti. Layaknya gurita yang gemar berkamuflase, kini dia berbaur dengan lingkungan barunya, menyembunyikan fakta bahwa dia adalah pembunuh sadis."

Tampang sedih kemudian terlukis dalam paras sang Jangkar Berita tersebut.

"Berita buruknya, Ibu tiri yang begitu Putri cintai, tutup usia tidak lama usai mendengar aksi pembunuhan itu. Pembuluh darahnya pecah akibat hipertensi. Ia murka sebab Putri yang sudah berusaha dia sayangi sepenuh hati, nyatanya tega membunuh anak kandungnya dengan cara paling keji. Beliau merasakan penyesalan mendalam karena membiarkan nyawa putra berharganya melayang di tangan Putri, si anak tiri yang baru ia sadari ternyata tidak ada apa-apanya dibanding darah dagingnya sendiri."

Daniyal meraih tangan Elka yang sudah sedingin es, memaksa perempuan itu untuk menggenggam foto tersebut. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari mendengar tangis pilu perempuan yang sepenuhnya telah ia buat lumpuh ini.

"Kisah yang tragis, bukan? Saat ini, Putri pasti sangat ketakutan. Dia mengira kejahatannya tak akan pernah terendus hanya karena salah seorang teman telah membantunya menyembunyikan kasus sebesar itu." Embusan napas berat terbebas dari bibir Daniyal. "Itulah sebabnya, saya menyukai uang dan kekuasaan. Karena dengan memiliki dua hal itu di bawah kaki saya, maka informasi sekecil apa pun yang berusaha ditutupi, sangat mudah untuk diungkap."

Daniyal bersedekap, memandang Elka datar. Tak ada lagi raut tengil yang beberapa saat lalu terpancar dari wajahnya.

"Saya penasaran dengan akhir kisah tragis Putra. Bagaimana dia mampu mendapatkan keadilan setelah raga dan nyawanya mati berkalang tanah?"

Perlahan, Daniyal menyentuh dagu Elka dengan ujung telunjuknya, memaksa tatapan mereka untuk saling bertaut.

"Tertarik mengikuti kisah selanjutnya, Putri?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro