Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

39 | Madwoman

"Kita berada di luar kantor. Kamu bukan lagi Daniyal Lateef atasanku, and I'm not your subordinate. Tidak ada alasan untuk kita menunda obrolan pagi tadi."

"Kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan sekarang?" Daniyal menyahut dingin.

"I couldn't be more sober."

"Elka."

"Ya, Daniyal."

Daniyal dibuat speechless oleh Elka yang tetap dalam pendiriannya. Dia keras kepala.

"Kamu tidak bisa seenaknya pergi setelah mengacaukan akal sehatku. Perlu kuingatkan? Kamu yang membuatku goyah, maka jangan coba-coba lari." Elka semakin merapatkan punggung ke jok mobil. Takut jika sewaktu-waktu Daniyal dorong keluar. "Berkatmu, aku keluar dari zona nyaman yang bertahun-tahun kudiami. Kamu secara paksa menyeretku keluar dari duniaku, lalu mendorongku masuk dalam duniamu."

"Jangan coba lari. Dulu, itu kalimat favoritmu, bukan? Maka sekarang, biarkan kalimat itu menjadi milikku. Kau lari, maka bersiaplah kukejar."

Ultimatum telah Elka lancarkan. Keseriusan ucapannya adalah bukti bahwa dia enggan main-main sekarang.

"Apa yang membuatmu yakin bahwa Elka Dyatmika akan berperan sebagai gadis lemah yang menerima kata perpisahan dengan perasaan lapang? Kamu salah, Daniyal. Takdir yang kamu paksa untuk tak saling beririsan, aku menentangnya."

"Aku membebaskanmu. Camkan itu baik-baik. Bukankah kamu menginginkan hak hidupmu yang tenang? Aku mengabulkannya, Elka. Jangan berlagak seolah kamu terjebak dalam stockholm syndrome. Pikiranmu kacau. Harusnya kamu gunakan waktumu untuk merenung, bukan malah melakukan konfrontasi bodoh seperti ini," timpal Daniyal marah.

"Dulu, itu dulu. Aku memang pernah meminta dibebaskan, tapi tidak dengan sekarang. Silakan kunci kembali sangkar yang kau rakit," jawab Elka lugas. "Sudah kukatakan, aku tak akan beranjak dari sini."

Daniyal mengernyit. "Lalu apa? Berharap kita menjalin hubungan romantis?"

"Kamu selalu cepat tanggap. Itu yang aku suka darimu. Baiklah, dengan cara apa kita meresmikan hubungan ini?"

"Aku bertanya, bukan mendaklarasikan pernyataan."

"Kalau begitu, biar aku yang membuat pernyataan." Elka mengangguk mahfum. "Mulai saat ini, kamu kekasihku."

Keputusan Elka terdengar lantang. Dia begitu percaya diri mengucapkan kalimat tersebut.

"Kita resmi menjalin hubungan. Perpisah hanya dapat terjadi bila maut hadir di antara kita. Penolakan atau kabur, sama sekali tidak diperkenankan. Kamu belum mencintaiku? Itu perkara mudah. Cinta dapat tumbuh seiring waktu, asalkan kita meniti waktu bersama."

"Kuberitahu, Daniyal. Jatuh cinta pada wanita sepertiku tidaklah sulit. Aku perempuan yang diimpikan banyak lelaki, jadi kamu harus bangga karena lelaki yang kupilih adalah dirimu. Benar, aku sedang memaksa. Maka terimalah diriku, bersama dengan cintaku yang tulus untukmu."

"Jangan memaksakan kehendak, Elka." Daniyal meraup wajahnya sambil menghela napas berat, menunjukkan rasa frustasinya. "Sejak awal, kita hanya rekan kerja."

"Rekan kerja tidak saling melumat bibir, Daniyal."

Perkataan frontal dengan nada tenang tersebut, seketika menyentak Daniyal. Berbeda dari Elka yang terkekeh sinis. Oh, betapa dia menyukai ini!

"Apa yang kamu lakukan saat aku terbaring di ranjang kamar apartemenmu, aku mengingatnya. Sangat jelas. Memori yang masih begitu segar di otakku. Bagaimana kecupanmu berakhir menjadi lumatan yang dalam," pungkas Elka puas. "Kenapa? Kamu pikir, aku tertidur saat itu? Pagi hari setelah waktu kecelakaanku, aku tahu bibir siapa yang menguasai bibirku dalam lumatan panjang." (Lihat part 26).

"Sengaja aku belum membuka mata untuk mengetes sejauh mana kamu dapat bertindak, tapi aku patut memuji pengendalian dirimu yang bagus. Setidaknya, bibirmu tidak merembet ke lain tempat. Walau tanganmu acap kali lepas kontrol."

"Itu yang kamu sebut rekan kerja?" Elka memuntahkan gelak remeh. "Ayolah, akui saja perasaanmu. Meski sekarang ketertarikanmu hanya berlandaskan hasrat alami seorang lelaki, aku bisa menerimanya. Asalkan kamu tidak berpaling dariku."

"Kita sama-sama tidak waras. Setidaknya, kita punya kesamaan yang bisa mengikat kita dalam satu hubungan. Apa lagi yang menahanmu? Tiba di titik ini adalah hal gila bagiku. Sayangnya, aku tidak berniat melepasmu. Apa lagi mundur. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu sendiri. Jika menolak, kamu kulaporkan pada pihak berwajib karena sudah melakukan sleep molestation."

Elka mulai melancarkan ancaman yang terdengar tidak main-main.

"Belum lagi, para pencari berita akan berbondong-bondong mencarimu. Dan setelah berita mereka diterbitkan, biarkan masyarakt yang menilai sendiri siapa dirimu. Melecehkan wanita yang sedang tertidur? Itu mengerikan. Terlebih, hal tersebut dilakukan oleh Daniyal Lateef. Pria yang beritanya selalu diburu. Ah, belum lagi, kasus Rosita Laila masih sangat segar. Kamu boleh saja menyangkal kejahatanmu, tapi karena kamu berhubungan erat dengan wanita tua itu, semua orang tentu akan mengecapmu sama sepertinya. Kalian adalah penjahat kelamin yang gemar memanfaatkan pihak lemah. Lalu, keluarga Lateef akan menerima hujatan bertubi. Kira-kira, seperti apa reaksi Hamdan Lateef nanti?"

Bahu Elka terangkat. Ia pamerkan senyum miring, bagai memberi makna bahwa Daniyal telah keliru memilih lawan.

"Aku memaksa, Daniyal. Bukan memberi pilihan."

Di tengah ketegangan yang kini menyelimuti mereka, ponsel Daniyal tahu-tahu berdering. Untuk kesekian kalinya, napas berat terembus dari bibir pria itu.

Elka biarkan Daniyal meraih ponsel dari saku jasnya. Namun, kala nama yang terpampang dari layar ponsel tertangkap oleh matanya, ia segera merebut paksa handphone Daniyal.

"Kamu tidak akan menerima panggilan ini." Elka segera menolak panggilan tersebut. Ia menggeleng kuat. "Tidak ada yang boleh mengganggu kita sekarang."

Lagi, ponsel itu berdering. Masih menampilkan penelepon yang sama.

"Berikan." Daniyal berusaha merebut benda dalam genggaman Elka, akan tetapi ia kesulitan sebab wanita keras kepala di sampingnya langsung memasukkan ponsel itu ke dalam kemejanya.

Getaran kecil seketika meraba permukaan kulit perut Elka. Dia sudah kehilangan tali kewarasan.

"Ambil," tantangnya tanpa gentar sedikit pun. "Kalau kamu bisa."

Daniyal mengetatkan rahang. Giginya saling bergesekan. Ia pejamkan mata demi mengendalikan diri.

Yang mana itu sia-sia sebab di detik setelahnya, dia menurunkan kursi Elka hingga membuat perempuan itu langsung terbaring. Tahu-tahu saja, Daniyal sudah berada di atas tubuh Elka. Mengangkangi perempuan yang berhasil membuatnya lepas kontrol--dengan kuasa penuh.

Belum cukup sampai di situ, Daniyal meraup dua tangan Elka, lalu ia tekan di atas kepala perempuan tersebut. Pergerakan Elka seketika terkunci hingga opsi melawan, pupus dalam sekejab mata.

Daniyal mulai bergerak. Satu tangannya yang bebas, perlahan membuka kancing paling atas kemeja maroon yang mencetak jelas buah dada perempuan di bawahnya.

"Ambil jika berani, katamu?" Daniyal mendengkus. "Kamu rupanya lupa bahwa aku lebih tidak waras darimu. Dan perkataanmu tadi ... jangan coba menyudutkanku, Elka. I did kiss you, but you neither resisted nor showed any defiance. Instead, you surrendered completely, welcoming my kiss. Come on, Elka, I know you weren't asleep back then. I just wanted to see how far you could pretend."

"Kenyataannya, kamu diam-diam menciumku!"

"Kamu tidak tidur, bagaimana itu bisa disebut diam-diam? Itu hanya ciuman biasa. Berhenti membesar-besarkan hal kecil."

Elka kesal setengah mati. Beraninya Daniyal melumat bibirnya sesuka hati, lalu menganggap ciuman tersebut seolah-olah tidak berarti? Bajingan ini sedang menuntun jalannya pada jurang kehancurannya sendiri.

"Membesarkan masalah? Ya, ya. Baru tersadar aku sama problematiknya dengan dirimu? Bagaimana? Bukankah kita serasi? Dan ngomong-ngomong, kecupan bibirku jauh lebih lembut dan lebih nikmat dari bibir Handini, bukan? Itulah alasannya kamu sulit menahan diri dan malah memanfaatkan kesempatan saat kondisiku lemah. Sekarang, berhenti menyangkal, lalu jujurlah atas perasaanmu sendiri."

"Berhenti bertingkah," tekan Daniyal penuh peringatan. "Kamu sudah melampaui batas."

"Memang kamu mau melakukan apa? Meniduriku? Itu hukuman yang akan kamu beri?"

Gerakan Daniyal yang masih berjibaku membuka kancing kemeja Elka, seketika terhenti. Ia menatap tajam mata Elka yang juga menantang tatapannya. Tak ada gentar sedikit pun dalam sorot membara itu, Elka seolah sudah menunggu momen ini terjadi.

"Madwoman," geram Daniyal

"I am."

Daniyal tahu Elka gila, tapi dia tidak menyangka akan segila ini sosok perempuan yang dulu berlaku layaknya korban paling mengenaskan saat ia memaksa Elka untuk terlibat dalam rencananya.

Ada berapa banyak topeng yang melapisi wajah asli Elka? Apakah ini adalah wajah finalnya? Daniyal tak tahu. Dia juga enggan menerka.

Gerakan tangan pria itu kembali dilanjutkan. Saat kancing ke empat berhasil ia buka, dia langsung disuguhkan oleh bra berwarna hitam yang melindungi bagian intim Elka. Kulit putih pada area belahan dada yang basah oleh bulir keringat, ikut terpampang jelas.

Daniyal menggeram, ia memaki pelan sambil menelan habis salivanya.

"Menelan ludah karena gugup?" Elka menyunggingkan senyum miring. "Does the thought of me intrigue you? Or perhaps, you're already tempted?"

"Shut your mouth."

"Quiet me with your lips. As simple as that."

Elka kian memperkeruh situasi. Alih-alih menggigil ketakutan, dia malah melayangkan godaan nakal pada pria di atasnya.

"Kenapa diam? Takut? Pecundang."

"F*ck you, Elka," desis Daniyal.

"F*ck me? Do you crave me, Daniyal? Then come closer and satisfy your desires." Elka angkat pinggulnya, sehingga tubuh mereka merekat sempurna.

Sialan! Elka sudah benar-benar gila. Daniyal menulikan telinga. Dia dibuat pening oleh perempuan ini.

Debar kuat dari jantung Elka bisa ia rasakan. Detak yang sangat jelas sehingga Daniyal berhasil menguasai diri.

Akhirnya. Keadaan harus secepatnya berbalik.

Wanita ini boleh saja bersikap tenang, tapi dia tak dapat menyabotase respon tubuhnya yang menunjukkan kegugupan.

"Detak jantungmu mengganggu," kata Daniyal tersenyum remeh. "Aku tidak tertarik meniduri wanita penakut."

Ujung ponsel yang ia cari, terlihat menyembul dari dalam kemeja Elka. Tanpa membuang waktu, Daniyal langsung menarik benda tersebut menggunakan jari tengah dan telunjuk. Bak capitan sumpit.

Dia lalu mengunci kancing kemeja Elka yang tadi ia buka, kemudian beralih menguak pintu mobil yang bersisian langsung dengan mereka.

Ia bergegas turun dari atas Elka, lalu mengecek situasi parkiran yang ternyata masih lengang. Dia harus bersyukur karena eksistensi individu tidak terdeteksi olehnya.

Baru setelah itu, ia menarik tangan Elka supaya terbangun, lalu memaksa perempuan yang mendadak mengunci mulut itu, agar keluar dari mobilnya.

Sebelum berbicara, Daniyal benahi penampilan Elka. Dari ujung rambut hingga kemejanya yang kusut. Mereka bagai pasangan mesum yang baru saja melakukan tindakan tak senonoh.

"Kutekankan sekali lagi, kita sudah selesai. Kedepannya, pembicaraan kita hanya seputar pekerjaan. Jangan merendahkan diri demi pria sepertiku. Jangan rusak kehormatanmu. Cukup sampai di sini saja, Elka, sebab tidak ada kita di masa depan."

Tinju Daniyal terkepal.

"Kita tidak bisa bersama," lanjutnya datar.

"Kenapa?" Elka akhirnya membuka suara.

"Sesederhana tipeku bukanlah dirimu?"

"Kamu pernah berkata bahwa preferensi tipe bisa diubah," pungkas Elka kukuh.

Daniyal menggelengkan kepala pelan. "Aku tidak tahu mengapa aku harus mengatakan hal seperti ini kepadamu. Tolong, hargailah dirimu. Aku yakin kamu pandai melakukannya. Maka dari itu, jaga apa yang sudah seharusnya kamu jaga. Kehormatan seorang wanita terletak pada martabatnya."

Lantas, Daniyal menutup pintu mobilnya

"Maaf sudah mengacaukanmu. Namun, perasaanmu bukanlah tanggung jawabku."

Usai berkata demikian, pria itu menarik diri dari hadapan Elka. Mengitari moncong mobil dan secepat kilat manduduki kursi kemudi. Saat itu juga, mobil tersebut meninggalkan pelataran parkir.

"Diriku yang hina memang menyedihkan, tapi perasaanku adalah tanggung jawabmu, keparat."

Selang dua puluh detik kemudian, Elka serta merta menyusul Daniyal menggunakan Civic miliknya.

Ia yakin pria itu akan bertemu dengan orang yang sejak tadi menginterupsi percakapan mereka. Tak akan Elka biarkan itu terjadi.

Otak Daniyal telah dicuci! Dia harus terlepas dari wanita iblis itu.

Handini Laroka.

Trik seperti apa yang dia lakukan sampai membuat Daniyal sulit melepaskan diri darinya?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro