Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

32 | Berputar di Titik yang Sama

"Kakak nggak tahu Pak Daniyal pindah?"

Elka menggeleng.

"Kok bisa?" Izz mengusap dagu pelan. "Kemarin beliau datang ke rumah, ngobrol sama Bapak. Katanya bakal pindah ke rumah Pamannya."

Elka langsung memandang Izz. "Hamdan Lateef?" gumamnya amat pelan.

"Iya. Beliau yang minta Pak Daniyal tinggal di rumahnya. Dan menurut saya, itu hal bijak. Terlebih dengan situasi kacau yang ada sekarang, Pak Daniyal bisa mengandalkan Pamannya untuk mengurus kasus Bu Rosita."

Izz menghela napas dalam-dalam.

"Saya cukup kasihan. Pak Daniyal pasti kesusahan karena berita yang menimpa Neneknya. Nama beliau bakal disangkut-pautkan, imbas dari berita itu. Semoga saja, banyak yang berpikiran terbuka serta tidak menyudutkan beliau. Mereka belum tahu saja bagaimana buruknya hubungan Pak Daniyal dan Ibu Rosita."

"Daniyal akan baik-baik saja. Dia tidak selemah itu."

Ucapan spontan Elka membuat Izz tersenyum lebar. Dia bahagia atas hubungan Elka dan Daniyal yang tampak harmonis. Bukankah kepercayaan adalah hal fundamental dalam suatu hubungan?

Namun, mengapa Elka sampai tidak tahu kekasihnya pindah? Izz mengedik. Walaupun ingin, dia tidak berhak menanyakan topik tersebut secara gamblang.

"Saya masuk, ya," pamit Elka lemah.

"Ah, iya-iya. Istirahat yang banyak, Kak. Dial nomor saya kalau butuh apa-apa."

"Thanks, Izz."

Elka masuk ke halaman rumah diringi langkah berat, menatap kaki-kakinya yang tak beralaskan sandal dengan sorot kosong.

Begini rasanya bebas?

Sekarang dia manusia merdeka yang leluasa melakukan apa pun yang ia mau. Belenggu telah terlepas. Ia siap menata hidup baru.

Dengan masa cuti yang ia miliki, Elka jadi berpikir untuk memanjakan diri setelah lama melanglang buana dalam dunia kerja yang mencekik. Harusnya dia begini. Bersemangat menyongsong kebebasan, bukan malah berotak sempit memikirkan perasaan semu yang sudah pernah membuatnya terpuruk.

Elka tertawa sinis karena membenci kegamangan yang ia rasakan semenjak pulang dari apartemen Daniyal. Mengapa dia sempat goyah? Terlebih orang yang membuatnya goyah adalah Daniyal yang notabene berulang kali telah melukainya.

"Stockholm syndrome, huh? Stupid," desis Elka mengasihani diri sendiri.

Bagaimana pun juga, ia harus menghubungi Daniyal. Dia perlu tahu kapan pastinya semua ini benar-benar berakhir. Rasanya Elka tak bisa tenang sebelum ada kepastian waktu. Tiba di living room, ia langsung menghubungi pria tersebut. Dia menunggu panggilannya bersambut sambil memperhatikan gerbera pink imitasi yang terletak pada vas putih berukuran sedang di atas meja sofa.

Tidak ada sahutan.

Daniyal pasti sibuk. Karenanya, ia urung melanjutkan tujuannya. Elka akan mencoba lagi sebentar. Ia lantas menyandarkan punggung pada badan sofa, berusaha merilekskan tubuh sebaik mungkin.

Baru sekarang Elka rasakan nyeri pada area leher. Pasti disebabkan oleh cekikan Daniyal tadi. Lengannya juga sakit. Jangan lupakan kulit kepala serta pinggulnya yang nyeri karena dijambak dan didorong Rosita. Hari yang singkat, tapi amat melelahkan.

Ia lagi-lagi mengangkat ponsel di hadapan wajah, segera membuka peramban demi mencari berita tentang Rosita yang katanya sangat menggemparkan dunia maya. Benar saja, cukup satu kata kunci yakni 'Rosita', semua artikel berita dari media massa paling aktual langsung bermunculan pada layar antar muka ponselnya.

Komisaris Utama RoLa Corp, Rosita Laila, Terlibat Kasus Ped*filia: Masyarakat Menuntut Keadilan dan Transparansi Penyelidikan

Masyarakat Desak Penegakan Hukum yang Adil atas Dugaan Kekerasan Seksual oleh Rosita Laila

Ped*filia dan Kekuasaan: Kasus Terbaru Melibatkan Rosita Laila Memicu Debat Nasional

Hamdan Lateef dan Daniyal Lateef Berkomitmen Bantu Tangani Kasus Ped*filia yang Menjerat Rosita Laila

Membongkar Tabir Kekerasan Seksual Rosita Laila: Wawancara Eksklusif dengan Korban

Mata Elka terus berselancar sampai ke bawah. Beritanya seakan tak pernah habis. Ia lalu membuka salah satu artikel yang mengangkat penuturan korban Rosita Laila, kemudian menelaah tiap kata dari berita tersebut secara cermat.

Menurut penuturan korban yang berinisial 'G', Rosita telah melakukan aksi ped*filia sejak bertahun-tahun lamanya. Rata-rata korbannya adalah anak lelaki yang berasal dari jalanan atau perkampungan kumuh ibu kota. Tubuh Elka bergidik hebat. Tiap pori pada permukaan kulitnya bagai ditusuk jarum.

Para korbannya telah didoktrin oleh Rosita. Mereka dijanjikan akan diberi kehidupan layak setelah beranjak dewasa. Dalam artikel itu juga ikut dituliskan anak-anak yang sebelumnya terlibat dengan wanita tua tersebut, telah lama dinyatakan hilang. 'G' menyebutkan bahwa beberapa korban, ada yang sampai mengidap gangguan kejiwaaan.

Ia juga menambahkan jumlah korban Rosita--termasuk mereka yang disekap dalam ruang bawah tanah rumahnya--berjumlah dua puluh tujuh orang. Itu pun belum total keseluruhan karena 'G' meyakini korban Rosita lebih banyak dari itu.

Biadab.

Rosita manusia biadab.

Dia lebih rendah dari binatang.

'G' berkata dia telah lama tinggal bersama Rosita sejak berumur delapan belas tahun. Sebagai salah satu korban, ia menuturkan bahwa Rosita berulang kali memberikan ancaman keras bila dirinya mencoba melarikan diri. Seperti ancaman pembunuhan atau tuduhan berupa framing pembunuhan yang akan Rosita susun demi membuat 'G' membusuk di penjara. 'G' tak memiliki pilihan lain sebab dengan kondisinya yang mengenaskan tanpa uang dan kekuasaan, membuatnya terpaksa bertahan di sisi Rosita.

G untuk Gabri. Itu pasti dia. Gabri sempat memberitahu bagaimana awal mula wartawan tiba-tiba sudah berada di kantor RoLa. Saat Elka pergi ke kantor itu, Daniyal langsung menghubungi berbagai media massa, lalu membongkar kejahatan Rosita yang harus segera diungkap.

Sementara Gabri bertugas mengalihkan perhatian Rosita yang sebenarnya sudah menyusun rencana pembunuhan terhadap Elka bila hasil diskusi mereka tak cukup memuaskannya. Dia memerintah Gabri untuk ikut andil dalam pengepungan Elka. Akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya, bukan Gabri yang menunggu di depan ruangan--tempat Rosita dan Elka berbicara--melainkan para wartawan yang telah lebih dulu dihubungi Daniyal.

Elka embuskan napas pelan-pelan dari mulutnya. Dia terlibat dengan orang-orang sadis yang tak segan membahayakan nyawanya. Dulu juga begini. Ia diperlakukan layaknya terdakwa yang patut dijatuhi hukuman mati dalam setiap embusan napasnya. Entah sejak kapan, Elka mulai terbiasa menyangkut-pautkan kata 'mati' dan 'dirinya'.

Daniyal Lateef, Rosita Laila, dan Handini Laroka adalah mimpi buruk yang tak seharusnya hadir di hidup Elka. Sekarang, setelah lolos dari bayang-bayang Daniyal serta Rosita--meskipun ia belum bisa menjaminnya--Elka masih memiliki PR besar mengenai mantan kekasih Daniyal.

Pengaruh Handini lebih besar dari cucu dan nenek tersebut. Kekuasaannya laksana pedang yang mampu melibas musuh hanya dengan sekali ayunan saja. Elka sudah memikirkan ini sebelumnya. Mendengar penjelasan Gabri membuatnya sadar bahwa dia sudah benar-benar terkungkung dari berbagai sisi. Terlebih masalah yang diciptakan Rosita sangatlah besar imbasnya. Bukan lagi persoalan cetek yang hanya mampu diselesaikan secara kekeluargaan, melainkan sudah beralih menjadi isu pelik yang melibatkan figur-figur penting.

Sementara Elka, posisinya seperti semut yang siap dikorbankan kapan saja. Mati dalam satu kali injak. Dirinya bak pemeran sampingan dalam drama kehidupan Daniyal. Ia menggigit bibir dalamnya gundah.

Beberapa saat kemudian, timbul notifikasi panggilan di ponselnya. Ia segera mengangkatnya karena panggilan ini berasal dari pria yang tadi dia hubungi. Punggung yang awalnya bersandar pada bahu sofa, seketika ia tegakkan.

"Ada apa?" tanya Daniyal menolak berbasa-basi.

"Kapan aku sepenuhnya bebas darimu?" Sama seperti pria itu, Elka juga enggan beramah-tamah.

"Aku tidak bisa memberi kepastian waktu karena kasus ini berskala besar. Pemeriksaannya akan berlangsung lama dan berulang-ulang, kuharap kamu bersabar. Kuusahakan agar kamu tidak begitu banyak terlibat."

Elka pejamkan matanya sambil menggemeretakan gigi. Ketidakpastian adalah tanda dari masa depan abu-abu. Bagai lautan berkabut yang membutakan jarak pandang, menyamarkan taksiran. Elka berulang kali terjebak dalam ranjau itu, dan dia selalu tidak siap saat terpaksa menerima kenyataan pahit yang mengekor tepat di belakang ketidakpastian tersebut.

"Kau yang mengatakan akan membuat semuanya mudah, tapi penuturanmu barusan tidak terdengar mudah bagiku. Aku membenci ketidakjelasan yang kau katakan."

"Itu hanya perasaanmu saja karena janjiku adalah membuat urusan kita berjalan lancar. Di samping itu, Karol serta Gabri akan lebih banyak menemanimu supaya kamu tidak kewalahan. Mereka juga sudah kuperintahkan untuk tidak banyak bertingkah, terlebih Gabri. Besok kita ke mabes polri bersama pihak KPAI yang juga akan melaporkan Rosita. Persiapkan dirimu."

Daniyal terus meyakinkan Elka. Lagi pula sejak awal, Elka hanyalah salah satu batu loncatan yang ia tapaki untuk menghancurkan Rosita. Secara teknis, urusan mereka sudah selesai.

Elka bisa melanjutkan hidup dengan sebagaimana mestinya, sesuka hati perempuan itu, tanpa khawatir pada gangguannya lagi. Tugas Daniyal hanyalah menarik diri dari jangkauannya. Dia tak sedang mengobrol janji omong kosong karena apa yang ia katakan adalah yang sebenar-benarnya.

"Kepindahanku adalah salah satu bukti valid bahwa aku tak akan melibatkan diri denganmu lebih dari batas toleransimu sendiri. Tentu itu di luar konteks profesional. Tenanglah, aku tak berniat macam-macam. Kamu bisa hidup tenang setelah ini berakhir," jelas Daniyal sungguh-sungguh. "Aku tahu kamu memiliki trust issue yang besar terhadapku. Namun, kali ini kamu bisa memegang kata-kataku tanpa perlu takut dikecewakan. Aku menjamin keamanan dan kebebasanmu."

"Entahlah, Daniyal. Janji yang kau katakan belum cukup meyakinkanku. Apakah itu artinya aku memang benar-benar bebas? Atau malah tergelincir pada jurang masalah baru? Kamu pasti tahu tahu nenekmu bukanlah orang sembarangan. Bertahun-tahun berhasil menyembunyikan kejahatan sebesar itu, adalah hal yang mudah baginya. Lalu, jaminan apa yang bisa membuatku yakin dia tak beriat mengincarku setelah semua konflik di antara kalian berakhir?"

Elka utarakan kegelisahan yang menggerogoti hatinya.

"Aku tak peduli pada masalah kalian. Sekompleks apa pun itu, itu bukan urusanku, tapi posisinya, aku berada di tengah-tengah kalian, Daniyal. Kamu berhasil menyeretku dalam masalah kalian sampai nenekmu tak segan berniat membunuhku."

"Belum lagi, aku harus waspada terhadap mantan kekasihmu. Dia memiliki segalanya yang bisa dengan mudah menumbangkan orang sepertiku. Aku jelas bukan lawan sepadan untuknya. Aku ini siapa? Elka Dyatmika hanyalah perempuan bodoh yang berusaha lari dari masa lalu kelam yang kamu jadikan alat untuk mengeksploitasi kehidupanku. Bahkan olehmu saja, aku mudah ditumbangkan. Lalu apa kabar dengan seorang Handini Laroka?"

"Dia berotak licik, sama seperti nenekmu, bahkan juga dirimu sendiri. Bagaimana jika dia menargetkanku karena merasa aku sudah merebut kekasihnya? Apa aku harus bergeming menunggu ancaman bahaya darinya? Tidak, bukan? Selain kebebasan, aku juga membutuhkan rasa aman yang mampu melindungiku dari bahaya."

"Sekarang kutanya, apanya yang selesai, Daniyal? Di bagian mananya aku bisa tenang?"

"Kamu rupanya tak akan percaya meski kuyakinkan dengan banyak janji sekalipun," ucap Daniyal setelah bersabar menunggu Elka selesai berbicara. "Ini tidak akan sepelik seperti bayangan-bayangan yang tercipta di otakmu. Orang yang kamu sebutkan tadi, aku tak memandangnya sebagai sumber bahaya karena dia sejak awal, dia memang bukan ancaman."

Dahi Elka berkerut. "Maksudnya? Jelaskan apa maksud kalimat terakhirmu."

"Aku tidak berkewajiban menjawabnya," tukas Daniyal dingin. "Kamu telah berada dalam zona aman. Jangan hancurkan pikiranmu dengan spekulasi-spekulasi tanpa dasar. Hiduplah dengan baik, dan berhenti mengkhawatirkan hal yang belum tentu akan terjadi."

Elka tak lagi membalas perkataan Daniyal. Dia langsung memutus panggilan secara sepihak. Sia-sia saja menghubungi pria itu. Yang dia inginkan hanyalah sebuah kepastian. Ia ingin memiliki keyakinan bahwa dirinya sudah berada dalam zona aman seperti yang dikatakan pria itu, tetapi rasanya sangat sulit untuk meyakinkan diri.

Letih sekali rasanya berjalan di atas kegamangan ini. Walau secara teknis mereka sudah selesai, dia tetap berputar di lingkaran yang sama.

Atau Elka saja yang tidak sabaran?

Entahlah, pada titik ini, ia enggan memforsir otaknya berpikir keras. Cukup, ia harus membiarkan hari melelahkan ini segera berlalu, ikut menggondol beban berat di kepala serta benaknya yang kusut.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro