Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30 | The End of The Line

⚠️Part ini mengandung pembahasan kurang mengenakkan. Ped*filia & r*pist⚠️

***

"Apa ... yang sebenarnya sedang terjadi?"

"Ceritanya panjang, tapi jika disimpulkan, saya dan Daniyal memiliki hubungan spesial," aku pria yang duduk sambil menyilangkan kaki di samping Elka.

"Kami sangat dekat. Sedekat ini," lanjut pria itu menyatukan dua jari telunjuknya. "Kau tidak masalah, 'kan, jika kita berbagi lelaki yang sama?"

Tidak sampai sedetik pria tersebut menyudai perkataannya, dia langsung dihadiahi lemparan kaleng root beer tepat di wajah dari orang yang memukul kepalanya tadi. Bukannya meringis kesakitan, dia justru tertawa. Seakan situasi ini, obrolan ini, adalah hiburan menyenangkan baginya.

"Cut the crap," tukas Daniyal meletakkan kaleng hazelnut latte dan root beer di atas meja.

Merasa gerah, ia menggulung lengan kemeja sampai ke siku, menampilkan kulitnya yang seperti pualam. Menegaskan bahwa dia tidak termasuk dalam jajaran pria penggemar olahraga luar ruangan. Namun, melihat bagaimana tonjolan otot pada area bisep dan punggungnya yang terbalut kemeja, cukup membuktikan bahwa pria ini tetap menjaga tubuhnya dengan baik.

Pantas dia digandrungi banyak orang. Bahkan Ibu-Ibu uzur pun mencintainya.

Ia kemudian menempati single sofa di samping Elka. Sambil menenggerkan lengan-lengan kokoh yang tadi membuat Elka kewalahan akibat lilitan eratnya pada masing-masing tangan sofa.

"Gabri, dia sama sepertimu. Bedanya dia telanjur menjual diri pada Rosita sebelum bersepakat denganku. Dia datang di saat-saat terakhir. Dia sendiri yang membongkar rahasia tuannya tentang apa yang terjadi pada rubanah rumah Rosita," jelasnya mulai menguraikan teka teki di benak Elka.

"Sejak awal, dia sudah kuajak bekerja sama, jauh sebelum kedatanganmu, tapi karena terlena dengan belaian wanita tua yang menjanda berpuluh tahun, dia mengalami distorsi kognitif dan sulit menyatakan sikap."

"Jaga ucapanmu! Rosita Laila tetaplah nenekmu!" seru Gabri tak terima usai menenggak minuman pemberian Daniyal.

"Nenek yang sesuka hati kau lepas pakaian dalamnya?"

"F*ck! Si sialan ini memang tidak bisa menjaga omongan," maki Gabri kesal akibat diingatkan pada dosanya sendiri. "Inilah yang menahan langkahku. Bekerja sama dengan manusia menjengkelkan sepertimu memang tak akan pernah mudah."

Bulu kuduk Elka meremang. Sejauh mana dunia telah berubah sampai percakapan sekotor ini dianggap normal? Atau memang dia saja yang terlalu kolot?

Gabri beralih menatap Elka. "Kau beruntung, hubungan kalian terjalin atas asas kerja sama. Seandainya itu hubungan sungguhan, kau bisa mati berdiri karena harus meladeni manusia kejam seperti Daniyal setiap hari."

"Kau ... tahu itu? Hubungan kami," gumam Elka. Matanya menyipit, sedang caranya menatap Gabri menjadi setajam belati. "Sejak kapan? Kau tahu akan fakta itu, lalu masih lancang mengganggu saya?"

"Tunggu, jangan langsung menarik konklusi tanpa dasar. Seperti kata Daniyal, saya bergabung pada saat-saat terakhir. Terakhir yang dimaksud, itu baru satu minggu yang lalu. Jadi, saya yang mengganggu lewat pesan, atau mendatangimu langsung ke tempat kerja, itu terjadi sebelum saya bekerja sama dengan kekasih bodongmu."

Gabri menjelaskan penuh intonasi kehati-hatian. Cara Elka berbicara memberikan kesan mencekam yang bila tidak dijawab dengan benar, dia bisa meledakkan kepala siapa pun yang telah lancang mengganggunya.

Andai dia dan Daniyal pasangan sungguhan, dunia pasti tidak aman. Mereka adalah pasangan yang sama gilanya.

"Bahkan, saat kita bertemu di mal waktu itu, saya memang sengaja membuat pertemuan kita seolah terjadi secara tiba-tiba. Meski nyatanya tidak begitu karena tujuan saya memang untuk menemuimu pagi itu," imbuhnya lagi. "Saya kira, dengan saya berusaha memperingatkanmu untuk berhenti mendekati Daniyal supaya hidupmu tak berada dalam garis ancaman, dapat membuat saya tenang. Tapi tetap saja, itu tak merubah kenyataan bahwa Rosita bukan tipikal orang yang tahu cara berwelas kasih. Dia enggan pandang bulu menghancurkan seseorang bila orang tersebut mengacaukan rencananya."

"Elka, jangan kau pikir saya baik-baik saja selama ini," dengkus Gabri. "Pria yang duduk di sebelahmu sudah banyak memberi secuil neraka pada saya. Ya, secuil, tapi efeknya benar-benar gila. Bayangkan saja, saya dipukuli habis-habisan saat dia tahu saya men--"

"Kita tidak akan membicarakan hal yang tidak berhubungan dengan Rosita," tukas Daniyal sebelum Gabri selesai berbicara. "Kamu, ada yang ingin kamu sampaikan tentang semua yang sudah terjadi?"

Daniyal menodongkan pertanyaan tersebut pada Elka yang masih mencerna semua untaian percakapan antara mereka.

Ketika menyadari lengan blouse perempuan di sampingnya terlipat sampai siku, dia menurunkannya dalam satu tarikan.

"Apa?" sentak Elka ketus.

"Ada yang mau kamu sampaikan?"

"Selain nyaris mati karena dipaksa berpisah dari pria kejam yang juga terobsesi membuatku menderita oleh wanita tua yang ternyata juga punya masalah mental serius, aku tidak memiliki keluhan lain."

Tawa Gabri menyembur tanpa ditahan-tahan. "This! Aku paham kekesalanmu. Cucu dan Nenek sama saja, sama-sama biang masalah. Mereka pikir hanya dengan uang, seisi dunia sudah berada di bawah kaki mereka. Lebih mengherankan lagi, mengapa dengan uang sebanyak itu, tidak terbersit dalam pikiran mereka untuk bertandang ke ruang praktek psikiater?"

Daniyal menanggapi santai kejengkelan Elka.

"That's why I gotta shout out to you. Your hard work paid off big time. Rosita akan dijatuhi hukuman berat atas pasal berlapis. Kemungkinan besar, kau akan dipanggil untuk memberikan keterangan atas rencana pembunuhan yang coba Rosita lakukan."

"Apa lagi yang harus kukerjakan?" tanya Elka langsung ke inti.

"Nothing but freedom."

Elka tak bisa menahan delik sinisnya pada Daniyal.

"How much of your bullshit can I actually believe? Kebebasan yang kau katakan, apakah juga sepaket dengan kelengseranmu dari kantor? Jika tidak, kau jangan sesumbar itu menjanjikan kebebasan," tandas Elka gamblang. "Whatever. Mendengar obrolan kalian, aku bisa menyimpulkan bahwa peranku sebenarnya tidak begitu penting di sini. Apa esensi dari memancing kekesalan Rosita jika pada akhirnya dia terperangkap dalam jebakan yang dia ciptakan sendiri?"

"Don't go making assumptions. Your role is crucial because it keeps Rosita distracted. Her scatterbrained state is exactly what we need," jelas Daniyal.

Dia baru akan melanjutkan penjelasan, tetapi getaran halus di saku celana langsung memutus tindakannya. Ia segera berdiri, menggapai piranti komunikasi miliknya dari dalam kantong celana. Tidak butuh waktu dua detik bagi pria itu untuk segera menggulir logo telepon pada antarmuka gawainya, kemudian diiringi langkah panjang yang membawanya menjauhi dua manusia yang tengah duduk di ruang tamu apartemennya.

"Hei, tentu saja kau penting," celetuk Gabri mengambil alih tugas Daniyal. "Dengan kamu yang berperan sebagai kekasih Daniyal, maka Handini tak akan lagi bertanggung jawab atas semua konsekuensi yang Rosita lakukan setelah bertahun-tahun menyembunyikan kejahatannya. Oh, Daniyal belum membertahumu tentang siapa Handini sebenarnya?" Gabri menaikkan dua keningnya.

"Alright, let me explain. Talking about an ex he was head over heels for, might make Daniyal uncomfortable. Handini Laroka, a tycoon's daughter, hasn't gotten married yet because she's stuck in a forbidden love with a guy who's been repeatedly exploited by his own scheming grandma."

"Saya nggak mau dengar penjelasan apa pun dari kamu," potong Elka. "Berhenti berbicara."

"Kenapa? Kamu cemburu?"

Saat itu juga, Elka menatap Gabri seolah lelaki di sampingnya adalah entitas paling pandir yang pernah ia jumpai seumur hidup.

Dia mungkin sempat bingung beberapa waktu belakangan, tetapi sekarang pikirannya sudah benar-benar jernih. Dia tolol karena sempat menganggap perlakuan tertentu Daniyal membuat hatinya bergetar.

Sekarang tidak lagi.

Dia sudah cukup waras setelah mengalami serangkaian derita yang sempat menuntunnya pada ambang maut.

"Kisah mereka dimulai saat Daniyal kelas dua SMP. Dulu, dia bocah rumahan yang menjadikan kamar sebagai dunianya. Lalu suatu ketika, Rosita mengundang teman-temannya datang ke rumah. Kau tahu, mereka memiliki hobi yang sama. Coba tebak?"

Gabri tak peduli pada larangan Elka. Dia tetap melanjutkan penjelasannya.

"Kolektor jejaka," bisiknya dengan suara amat rendah. "Lebih tepatnya, mereka haus anak lelaki yang masih berstatus praremaja."

Elka spontan menatap Gabri tepat pada sorot kelamnya yang kosong. Ada sebersit luka dari kilatan matanya, tetapi seketika sirna oleh tatapan tajam yang balas menantang pandangan Elka.

"Hari itu, Handini bertemu Daniyal usai diperkenalkan Rosita. Ah, diperkenalkan mungkin terdengar halus. Padahal yang sebenarnya terjadi, Daniyal sedang dijajakan oleh neneknya sendiri. Benar, Rosita sekejam itu sampai memanfaatkan sang cucu demi keserakahannya. Ini sungguhan, Elka. Saya yang menjadi saksi bagaimana Daniyal dipaksa mematuhi perintah neneknya yang juga seorang s*xual ab*ser."

Gabri terkekeh ringan, sebuah tawa yang tak seharusnya hadir di antara mereka.

"Seminggu sebelum hari perkenalan, Daniyal sudah berencana kabur dengan bantuan pria tua yang telah mengabdi berpuluh tahun di kediaman Lateef. Namun, karena dia hanyalah bocah ingusan yang belum sepenuhnya paham bagaimana dunia yang mengungkungnya bekerja, pada akhirnya gagal melarikan diri sebab Rosita sepuluh langkah lebih cepat darinya. Tentu saja Daniyal disiksa. Nanti kalau sewaktu-waktu kalian bercinta, jangan terkejut melihat bekas luka besar pada area punggungnya. Tepatnya di sisi kanan punggung."

"Hei!"

Lagi-lagi, Gabri terkikik karena berhasil menggoda perempuan galak yang mulai tertarik mendengar ceritanya.

"Dia dihantam menggunakan stik golf sampai kulitnya pecah. Sebenarnya, itu bukan kali pertama dia disiksa. Bahkan bisa dibilang, dia tumbuh dengan banyak siksaan. Ya, lelaki angkuh berperangai monster itu, pernah mengalami hari-hari terburuk yang bahkan manusia normal sekali pun tak akan sanggup melalui apa yang dia rasakan. Oh, benar juga, kau pasti penasaran di mana orang tua Daniyal. Jawabannya, mereka sudah lama tiada. Belum genap lima tahun, dia resmi menjadi seorang orphan."

Tangan Gabri terulur ke arah kaleng root beer yang terletak di atas meja sofa. Dia menatapnya singkat, lalu mulai menyesapnya pelan-pelan.

"Ayah Daniyal meninggal karena kecelakaan bersama sang Ipar dalam perjalanan bisnis ke China. Sementara Ibunya, entahlah, saya tidak tahu pasti apa penyebab beliau sampai tutup usia. Sedangkan Hairul Lateef, pendiri perusahaan tempatmu mengundi nasib, berpulang karena diabetes melitus. Faktor usia. Mungkin kau juga sudah tahu itu."

Rasa wintergreen, sassafras dan hint kayu manis yang tertinggal di lidah membuat Gabri menjeda ucapannya demi menghayati rasa root beer yang tengah mengambil alih indra pengecapnya. Setelah mengalami kejadian melelahkan, menenggak beberapa kaleng root beer adalah pilihan terbaik. Lidahnya asing dengan segala jenis alkohol, jadi ini adalah pelarian ampuh untuk memangkas penat.

"Sebelum masuk lebih dalam, aku tanya, kamu tahu kebenaran mengenai Rosita Laila?"

Elka sedikit menelengkan kepala. Pancaran matanya yang bingung, menandakan bahwa dia tak tahu menahu mengenai identitas Rosita yang sebenarnya. Maka Gabri kembali melanjutkan keterangan tentang benang merah dari semua persoalan yang menjerat mereka.

"Rosita bukanlah nenek kandung Daniyal. Dia sebenarnya simpanan ke sekian Hairul yang kemudian dinikahi usai istri pertamanya tiada. Sekarang jelas, 'kan, mengapa Rosita memperlakukan Daniyal seperti sampah? Memang terdengar kompleks. Begitulah kenyataan sebenarnya tentang keluarga Daniyal."

"Rosita, dia manusia tamak yang pintar, juga licik. Harta, kekuasaan, bahkan sampai kepuasan batin sekali pun, harus berada dalam kendalinya. Puncak keserakahan Rosita adalah saat Hairul meninggal dunia. RoLa corp yang awalnya perusahaan milik mendiang suaminya, ikut ia jarah. Padahal, pewaris RoLa yang sebenarnya adalah putri ke dua Hairul. Tetapi kemudian, Rosita berusaha mati-matian sampai berhasil mendapatkan perusahaan tersebut dan mengganti nama perusahaan dengan namanya sendiri. Dia menjadi gelap mata ketika berhadapan dengan uang. Sama seperti saya," kekeh Gabri di akhir kalimatnya. "Mau mendengar satu bocoran lagi?"

Kening Gabri terangkat dua kali, memberikan sinyal misterius pada lawan bicaranya. Dari caranya menatap, dia seakan siap membeberkan fakta mengejutkan lagi yang seharusnya ia simpan untuk dirinya sendiri.

"Saya bukan sepupu Daniyal. Saya hanya manusia tolol yang menggadaikan harga diri demi keluar dari jerat kemiskinan. Kisah saya membosankan untuk didengar. Yang jelas, Rosita memelihara saya sejak saya berumur empat belas tahun. Saya juga bersekolah dan mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan berkat Rosita. Gelar? Saya memilikinya. SW," kata Gabri menatap Elka lurus-lurus. "S*x Worker."

Kening Elka sukses dibuat berlipat-lipat. Ia membahasi bibirnya yang kering menggunakan saliva, lalu menelan ludah susah payah. Tidak waras. Pria yang sedang berbicara dengannya juga sama tidak warasnya dengan Daniyal dan Rosita. Mengapa dia sesantai ini membuka aibnya sendiri padahal Elka sama sekali tidak meminta eksplanasi? Sungguh, ini hari paling gila yang pernah dia alami seumur hidup.

"Kembali pada pembahasan tentang Handini." Gabri menyatukan kedua telapak tangan sehingga terdengar bunyi tepukan nyaring. "Singkat cerita, wanita yang juga memiliki kegemaran serupa dengan Rosita itu, ternyata tertarik pada Daniyal. Dia menyukai Daniyal muda yang berwajah tampan. Saat itu, Daniyal memang tidak terlihat seperti anak SMP. His strong features and sharp eyes make him look like he's in his twenties. Dia cukup tinggi, tapi, ya, bentuk badannya emang agak kurus."

"Akhirnya dalam pertemuan mereka, Handini-lah yang berhasil memiliki Daniyal sebab penawaran yang ia beri menempati posisi tertinggi di antara teman-temannya yang lain. Dia menggelontorkan sejumlah uang yang besar untuk membeli waktu bersama Daniyal. Lalu berjanji akan membuat sahabatnya kebal hukum agar apa yang Rosita perbuat, tak sampai terendus oleh siapa pun selain yang terlibat dengan transaksi mereka. Wanita-wanita kaya itu saling berkomplot demi menyalurkan fetish menjijikkan mereka."

Darah Elka berdesir tak nyaman. Dia ingin muntah sekarang juga. Mendengar penjelasan Gabri yang berada di luar logika dan nalarnya, ia gagal menahan diri untuk tidak merasa mual.

"Who would have thought that the heir to a wealthy family would be treated so cruelly? He faced his grim fate alone. The very people who should have supported him after his parents and grandfather passed away, turned their backs on Daniyal, leaving him abandoned and betrayed. Paman serta tantenya memilih jalan hidup masing-masing usai kepergian Hairul Lateef, menyerahkan segala urusan keponakan mereka pada monster bernama Rosita Laila."

Gabri menggeleng pelan. Semakin dia berbicara, semakin dia prihatin pada apa yang menimpa Daniyal. Hanya saja, setelah ingat dia juga korban kekejian dari cucu tiri Rosita itu, alih-alih melanjutkan rasa prihatin, dia justru memaki Daniyal kuat-kuat sampai membuat Elka kaget mendengar umpatan spontannya.

Fokus Elka lantas teralihkan dari mual yang membelai pangkal kerongkongannya akibat makian tersebut. Baru kali ini ia berhadapan dengan manusia sejenis Gabri. Pria ini seperti tidak stabil. Baik dari gerak-gerik, pun ucapannya yang sering tak terduga.

"Tante Daniyal menganggapnya sebagai manusia pembawa sial karena dia putra dari laki-laki yang ikut menyeret suaminya meregang nyawa saat melakukan perjalanan bisnis ke China. Dia mengalami depresi, dan itu dimanfaatkan Rosita untuk merampok apa yang seharusnya diwariskan Hairul kepadanya."

"As for Hamdan Lateef, Rosita once mentioned that her stepson hasn't cared much about family matters since he grew up. Hairul pushed him hard to become the successor of HL Group, but went too far and made him cold and unfeeling. Hamdan's only obsession is HL Group. He's completely focused on maintaining the property business his father left him."

"Sulit memang. Awal mendengar latar belakang keluarga ini, saya sempat tidak percaya sebab apa yang terjadi pada mereka sungguh di luar nalar, jauh dari sisi manusiawi. Sayangnya, saya tidak tahu bagaimana lanjutan cerita mereka setelah satu-satunya sumber informasi saya dipecat. Tidak lama usai Daniyal menamatkan studi di universitas. Yang jelas, berangkat dari keadaan itulah, Daniyal resmi diperbudak oleh keserakahan neneknya. Dia dijual, dipaksa bermain-main dengan Handini saat usianya masih sangat belia."

Gabri melayangkan pandangan datar pada perempuan di sampingnya. "Bagaimana? Kau prihatin usai mendengar penjelasan saya? Sebaiknya jangan, Elka. Iba terhadap latar belakang hidup Daniyal sebenarnya adalah bentuk kesia-siaan sebab dia sebenarnya sedang menyusun rencana pembalasan dendam besar-besaran pada mereka yang sudah membuat hidupnya menderita. Lihat bagaimana Rosita sekarang. Dia hancur dalam sekali bidikan."

"Bahkan walau tanpa bantuan saya sekali pun, Daniyal sebenarnya bisa menghancurkan neneknya dengan usahanya sendiri, tapi karena saya memohon supaya tidak diseret sebagai target dalam misi pembalasan dendamnya, maka dia memberi saya kesempatan. Bagaimana pun juga, saya ingin hidup tenteram. Hidup saya sudah lebih dari cukup menerima kesialan, jadi alangkah baiknya, saya mencari tuan lain supaya terhindar dari ketidakberuntungan."

"Ya, walaupun itu artinya saya harus pasang badan ketika Daniyal memberikan perintah tak masuk akal. Berbeda denganmu yang hanya sementara, masa kerja saya bersifat permanen. Kini, posisi saya berada tepat di bawah Karol sebagai pesuruh Daniyal."

Tahu-tahu saja, Gabri menyandarkan punggung pada bahu sofa. Kepalanya ia tengadahkan sambil memejamkan mata.

"Setelah ini, kau akan ...." gumam Gabri amat kecil sampai-sampai perempuan yang sedari tadi memilih bungkam itu gagal mendengar lanjutan ucapannya.

Derap kaki yang mendekati mereka sekonyong-konyong menyita perhatian Elka. Karol. Wanita yang batang hidungnya tak terlihat sejak tadi, kini melangkah menuju mereka.

"Ibu dipanggil Bapak," ucap Karol datar saat tiba di dekat Elka. "Beliau ada di kamarnya."

"Hey gorgeous."

Itu bukan suara Elka, melaikan Gabri yang sudah menegakkan tubuh, memasang wajah semringah setelah matanya menangkap sosok wanita kaku dengan setelan jas cokelat, kemeja putih, dan rok pensil selutut yang datang menghampiri mereka.

Elka mendengkus. Guys stay dudes. Entah mengapa, dia merasa Gabri memiliki kepribadian serupa dengan Yasa. Hanya saja, lelaki ini terkesan lebih liar. Spontanitasnya tak dapat diperkirakan dalam sekali pikir.

Dia segera meninggalkan dua orang itu, menuju tempat yang tadi Karol katakan. Kamar Daniyal. Aneh, ia tak merasa takut atau was-was seperti biasanya. Dia cukup santai untuk ukuran orang yang baru saja mengalami hari paling buruk. Mungkin karena Elka sudah bertekad untuk tidak lagi berlaku sebagai korban tanpa daya yang sesuka hati mampu ditindas.

Mungkin juga, karena ia sekarang tahu bahwa Daniyal hanyalah manusia biasa. Setelah mendengar semua cerita tentangnya dari Gabri, Elka akui dia mampu melihat sisi manusiawi pria yang sering ia labeli sebagai monster tersebut. Tapi tentu saja, itu tak mengubah perspektifnya tentang Daniyal. Sekalinya brengsek tetap brengsek.

Saat memasuki kamar yang dibiarkan sedikit terbuka, ia langsung menemukan sosok Daniyal berdiri membelakanginya sambil menghadap ke arah balkon kamar. Kepalanya tertunduk, ia sepertinya sedang menatap ponsel.

"Ada apa."

Suara tersebut membuat Daniyal mengangkat kepala, kemudian segera berbalik. Ia menemukan perempuan yang sedang bersedekap. Memandang dengan tatapan datar.

"Kepalamu. Apa masih sakit?" tanya Daniyal di luar perkiraan. "Kamu berulang kali membenturkan kepala."

Intonasi tenang, terucap dari pria di hadapan Elka. Kendatipun terdengar seperti cemoohan, Elka bisa menyimpulkan bahwa itu adalah pertanyaan serius. Melihat bagaimana mimik penasaran terpancar jelas dari wajah tegas Daniyal.

Elka mengembuskan napas pendek. "Sedikit," jawabnya datar. "Bukan urusanmu."

Daniyal lantas mengangguk, menerima jawaban tersebut tanpa ada niatan untuk memperdebatkannya. Kemudian, ia menatap ponsel sekali lagi. Aksinya menyebabkan Elka penasaran terhadap apa yang dilihat oleh pria itu sampai-sampai ekspresinya seketika sulit dibaca.

"Kamu ingat, aku pernah menjanjikan liburan pada Rafael?" tutur Daniyal tiba-tiba. "Kurasa, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mewujudkannya. Aku juga sudah bertanya pada Sus Ami tentang masa-masa libur Rafael. Itu dimulai minggu depan, bukan."

Daniyal tidak bertanya, melainkan membuat pernyataan. Karenanya, Elka tetap memilih bungkam.

"Anggap saja ini hadiah perpisahan dariku untuknya."

Detik itulah, Elka menatap Daniyal sepenuhnya.

"Kesempatan cuti yang tadi kukatakan, itu masih berlaku, jadi silakan ambil kalau mau. Kamu bisa berlibur, mengistirahatkan diri selagi aku dan Rafael menghabiskan waktu bersama. Lakukan semua hal yang kau inginkan. Hanya saja, izinkan Rafael pergi bersamaku karena aku sudah berjanji kepadanya. Ah, benar, mungkin kita masih harus terlibat dalam beberapa waktu ke depan untuk menyelesaikan segala proses hukum Rosita, tapi aku berjanji, hal itu tak akan menyita banyak waktumu."

Daniyal terus berbicara tanpa memedulikan tatapan Elka yang menghunus langsung ke arahnya.

"Setelah itu selesai, mari kita sudahi semuanya."

Pria yang baru saja mengatakan hal mengejutkan tersebut, tahu-tahu melangkah ke arah Elka, mengikis jarak di antara mereka dengan derap lamban. Dia berhasil menarik semua atensi Elka, memusatkan pikiran serta pandangan perempuan tersebut hanya kepadanya.

"You won't hear this again 'cause I'm just a cocky guy with a big ego. So, listen up," kata Daniyal diiringi sedikit candaan. "Terima kasih."

Mereka kini berdiri berhadapan, sementara tatapan keduanya berhasil terkunci setelah Daniyal mengatakan hal barusan. Sebersit senyum disunggingkan pria itu pada Elka yang sepenuhnya telah dirongrong syok.

"You've been through rough times because of my selfishness. There's no excuse for the attitude I often show. You're free to curse and condemn all my actions for the rest of your life. But don't forget to pat yourself on the back because you're pretty awesome. Dealing with someone like me ain't a walk in the park, so you should be proud 'cause that praise just came straight from me."

Daniyal kemudian mengambil jeda cukup lama, mengisi interval tersebut seraya membalas sinar kalut dalam netra kelam perempuan berwajah pucat di depannya. Mereka membiarkan hening merajai suasana, bersemayam di dalamnya tanpa peduli pada waktu yang terus berjalan.

Ada ribuan tanya yang bersembunyi di balik mata Elka. Hanya mampu terpancar tanpa bisa terucap dari birai kelunya. Daniyal menyadari itu semua. Maka sekali lagi, dia melanjutkan apa yang sudah ia mulai.

"Dalam perpisahan, biasanya teriring peluk sebagai akhir dari perjumpaan. Akan tetapi dalam kasus kita, itu bukanlah hal yang berarti sebab esensi dari pertemuan kita adalah perpisahan itu sendiri. Tanpa dekap atau kata-kata perpisahan yang konyol. Kita berdua tahu, itu tidak diperlukan di sini," kekeh pria tersebut singkat. "Seperti yang kukatakan tadi, dalam beberapa waktu ke depan, kita masih harus berurusan demi bisa menyelesaikan segala urusan dengan Rosita, tapi jangan khawatir, aku pasti membuat semuanya mudah bagimu. Lalu perpisahan yang sangat kau dambakan itu, akan kukabulkan tanpa kurang sedikit pun. Untuk itulah ...."

Daniyal menggantung ucapannya. Sekali lagi, dia membiarkan dirinya menyelami netra kelam Elka tanpa takut terperangkap di dalamnya.

" .... terhitung mulai hari ini, kamu bebas, Elka."

Tak ada emosi yang tergambar dari wajah Daniyal. Tenang tanpa riak seperti air pada permukaan telaga. Dia bak pemain poker yang piawai menyembunyikan ekspresi, memaksa Elka tersesat dalam pikiran buntunya.

"Tugasmu selesai. Mari kita akhiri sampai di sini."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro