29 | Take off My Clothes
"Kau ... Daniyal ... Ibu Rosita ...."
Saking terkejutnya Elka dengan situasi membingungkan yang baru saja ia alami, dia kesulitan menanggapi perkataan aneh Daniyal.
Mungkin dalam kondisi normal, dia tak segan membalas kata-kata itu dengan semburan kesinisan, tapi sekarang, otak Elka benar-benar buntu. Bayangkan saja, selamat dari kecelakaan, ia malah dihadapkan pada wanita tua gila yang berniat membunuhnya.
"Ayo jawab, kapan aku bisa menerima hadiahku?" todong Daniyal lagi.
Elka berkedip linglung.
Tahu bahwa 'sang kekasih' sedang kesulitan menginterpretasi runtutan kejadian mengerikan yang telah dia hadapi, Daniyal lantas memaksa Elka berdiri dengan menyelipkan tangannya pada ketiak perempuan itu.
"Siap melihat wajahmu terpajang dalam artikel dan koran selama beberapa hari ke depan?"
Tanpa menunggu balasan atas pertanyaannya, Daniyal menuntun langkah Elka membelah kerumunan sambil berpegangan tangan, meninggalkan Rosita yang sedang terpojok di belakang sana. Kehadiran mereka ikut menjadi perhatian. Ada yang sampai menyerukan nama sang mantan Jangkar Berita dengan teriakan lantang. Akibatnya, perhatian orang-orang jadi terpecah.
Sementara Elka hanya mampu mengekor tanpa suara di belakang tubuh tegap pria yang berperan sebagai tameng untuk melindunginya dari gerombolan manusia-manusia kepo yang jumlahnya tak sedikit ini. Kepalanya tertunduk menatap langkah kaki mereka yang bergerak seirama. Beberapa kali, ujung heels miliknya sempat terantuk pantofel Daniyal karena ia sempat merasakan dorongan dari belakang.
Entah bagaimana cara mereka keluar dari keramaian tersebut. Yang Elka tahu, dia sudah berada di dalam lift menuju lantai bawah, masih bersama Daniyal yang sama sekali tak melepaskan tautan tangan keduanya. Mereka tidak melewati lobi kantor, Daniyal memilih jalan keluar lain melalui pintu samping gedung yang terisolasi dari keramaian.
Berita baiknya, Karol sudah lebih dulu menunggu di area parkiran basemen, membuat ekistensi keduanya kurang terendus oleh lebih banyak orang. Saat melewati halaman depan lobi, Elka langsung dibuat kelu. Ia menatap nanar keluar jendela. Jurnalis-jurnalis yang berasal dari media massa berbeda, tampak membeludak di tempat tersebut.
Melihat langsung pekerja media berbondong-bondong mencari berita sampai ke sini, menandakan bahwa kasus yang Rosita lakukan agaknya sangat fatal. Ini seperti sudah direncanakan.
"Kau yang melakukannya?" todong Elka pada Daniyal ketika mobil yang dikendarai Karol, keluar dari area kantor. "Kau yang menciptakan kekacauan ini, 'kan?"
Pria yang sedang memejamkan mata sambil menyandarkan bahu ke jok mobil itu, mengabaikan pertanyaan Elka. Sikapnya berubah drastis dari yang sebelumnya berlaku supel.
"Daniyal."
Ketika heninglah yang menjadi jawaban Elka, ia beralih mencari ponsel miliknya. Dia perlu mencari tahu alasan pasti mengenai kasus yang menjerat Rosita. Sedetik kemudian, ia baru tersadar bahwa dirinya tidak menenteng tas kerja sejak keluar dari bangunan RoLa Office Tower.
"Tas ... tasku," gumamnya mulai panik. Ia segera menatap Karol. "Putar balik. Tas saya tertinggal."
"Jalan terus," titah Daniyal mutlak. "Aktifkan semua door lock."
Perintah Daniyal segera dipatuhi asisten loyalnya.
"Putar arah, Karol. Barang-barang penting saya tertinggal."
"Pecahkan kaca jendela jika kau ingin keluar."
"Kau gila?" desis Elka tajam.
"Itu menurun langsung dari Rosita. Kami sedarah," jawab Daniyal santai.
"Aku butuh ponsel dan laptopku! Putar balik. Sekarang, Karol!"
Elka rasa, dia manusia paling sial di muka bumi karena terpaksa berhadapan dengan manusia-manusia tak berperasaan yang merupakan dua sekutu solid ini. Mengetahui Karol mustahil menjalankan permintaannya, ia pejamkan mata, rahangnya berderak menahan bara amarah dalam dada.
Apa perlu dia memunculkan sikap yang dulu pernah melekat kuat dalam dirinya sebelum menjadi Ibu Rafael?
Kenekatan adalah hal sepele baginya.
Lantas, Elka benturkan kepala pada kaca mobil. Benar-benar benturan keras sampai menimbulkan getaran tipis serta bunyi nyaring di dalam mobil. Ia sama sekali tak menahan diri.
Dia tetaplah Elka Dyatmika, manusia yang tumbuh dengan jari tengah menantang dunia. Kenekatan adalah sahabat karibnya setelah Glori.
Alhasil, aksinya membuat Daniyal menarik paksa bahunya hingga ia terperangkap dalam kungkungan pria itu.
"Kau gila?!" bentak Daniyal.
"Lebih dari yang kau kira," desis Elka menantang tatapan murka Daniyal.
"Jangan uji kesabaranku," kata Daniyal dengan nada yang lebih rendah. Hampir berbisik, tapi ketegasannya tidak berkurang sedikit pun.
"Kau pikir aku takut? Mengira akan diam saja setelah semua siksaan yang kau beri?"
Usai berkata demikian, Elka menggigit lengan Daniyal yang melingkupi tubuh atasnya. Sayangnya, perlawanan yang ia lancarkan belum cukup menghentikan pria yang mengeratkan rengkuhan mereka hingga menyebabkan dada Elka terhimpit. Ia sempat terbatuk akibat tarikan kencang tersebut.
"Keparat! Berniat membunuhku seperti yang Rosita lakukan, hah?!" Suhu tubuh Elka menjadi panas lantaran amarah yang meluap-luap. "Beraninya kalian mempermainkan hidupku! Kalian manusia hina yang sepatutnya tiada!"
Perempuan itu menjadi tak terkendali. Dia bergerak acak agar terbebas dari kungkungan Daniyal. Pukulan, tendangan, terlepas liar menambah atmosfer ketegangan.
Belum cukup sampai di situ, kepalanya ia benturkan pada dagu lelaki yang persisten menjebaknya dalam posisi kuncian. Alhasil, Daniyal menggeram rendah ketika dagunya menerima hantaman keras. Rasa nyeri menusuk kuat dari dagu ke tengkorak. Tetapi ia mempertahankan posisi yang sama. Justru belenggunya kian kencang, berupaya meredam energi liar perempuan yang sepenuhnya telah kehilangan kewarasan ini.
"Lepaskan, brengsek!" desis Elka merasa semakin kesusahan. "Apa dosaku sampai kau dan nenekmu menyiksaku dengan sedemikian rupa? Aku tidak meminta dihargai, tapi perlakukan aku sebagai manusia! Manusia yang juga memiliki hak hidup tenteram!"
Sungguh, hati Elka sudah tidak tahan dengan semua ini. Dia memang tidak menangis, tetapi hatinya telah penuh oleh sayatan sadis yang ia yakini lukanya mustahil sembuh dalam waktu singkat.
"Aku sudah berusaha mengikuti alur permainanmu. Mengapa harus ini yang kualami? Kau yang mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja selama mematuhi rencanamu. Lalu apa sekarang? Kesengsaraan, Daniyal. Harga diriku sudah tertanam di dasar bumi! Apa itu masih belum cukup sampai kau dan Rosita saling berbagi otak untuk membuat hidupku semakin hancur?"
"Rosita sudah berhasil kau lumpuhkan. Siksaan apa yang akan kau beri selanjutnya?! Membunuhku? Melaporkanku atas pembu--"
Tahu-tahu saja, Daniyal menarik tubuh Elka sehingga berpindah ke pangkuannya. Tidak cukup sampai di situ, ia memaksa pembangkang nomor satunya terjebak dalam posisi yang membuat perempuan itu terhimpit di antara paha dan kakinya. Alhasil, Elka sudah tidak bisa lagi berkutik.
Kejutan lain datang secara bertubi. Daniyal menggunakan tangan kanannya untuk mencekik leher Elka dari depan, membuat punggung perempuan itu menempel sempurna pada dadanya. Dengan begitu, pupuslah jarak di antara mereka.
"Sudah kukatakan, jangan uji kesabaranku, sialan," desis Daniyal penuh penekanan. "Terobsesi untuk kubunuh sampai hanya kata itu yang selalu kau todongkan tiap kita bertemu? Kau sungguh menginginkannya? Dengan senang hati, Elka."
Benar saja, frekuensi cekikan yang bertambah kuat tiap detiknya, segera menipiskan pasokan udara ke paru-paru Elka. Kendali tubuhnya berhasil dilumpukan dalam sekejab mata. Ia langsung merasakan sesak teramat buruk. Mulut yang terbuka berusaha mengais udara adalah satu-satunya hal yang mampu ia lakukan sekarang. Pada titik itulah, Elka menghentikan semua perlawanan.
"Ini, 'kan, yang terus berputar dalam otakmu? Dibunuh, mengakhiri hidup agar bisa lari dari dunia yang menurutmu tidak adil?"
Jika Elka berpikir hanya dia yang mampu berbuat nekat, maka dia salah karena Daniyal datang sebagai grim reaper yang akan membabat habis semua tindakan abnormalnya.
Tonjolan urat di leher pria itu berangsur-angsur kendur usai dirinya merenggangkan cengkeraman pada leher Elka.
"Dengar, membunuhmu tidak termasuk dalam rencanaku. Tanamkan itu baik-baik agar otak dangkalmu tidak menciptakan imaji bodoh. Berhati-hatilah dengan ucapanmu karena orang yang kau sebut gila ini, memang memiliki tali kewarasan tipis."
Perlahan, Daniyal juga mengendurkan kungkunganya supaya perempuan yang sedang terpenjara dalam pelukannya mampu bernapas bebas.
"Kau yang memaksa kembali ke kantor RoLa, itu hanya akan mendatangkan problematika yang lebih kompleks. Para pencari berita akan langsung menyorotimu karena Rosita hendak melukaimu tepat di hadapan mereka."
"Melukai kau bilang?" desis Elka sembari mengusap pelan lehernya yang perih. "Wanita tua itu nyaris membunuhku!"
"Karenanya aku tidak berniat kembali ke sana."
"Kau punya kemampuan berbicara, keparat! Mengapa tidak memberi tahu sejak tadi?!"
Sungguh, Elka lemas luar biasa. Tiga kali nyaris meninggal adalah hal tergila yang ia alami selama sepekan belakangan. Pertama karena kecelakaan beberapa hari yang lalu, dan hari ini, dia kembali berdiri pada ambang kematian akibat perbuatan dua anggota keluarga konglomerat yang banyak mendapat sanjungan, namun ternyata tak lebih dari manusia kejam berotak bengis.
"Kau yakin tahan berdiam diri meski kuberi penjelasan? Bukan memaksa putar balik sampai keinginanmu tercapai?"
"Setidaknya berikan eksplanasi!" Bentak Elka terengah, dia menggunakan sisa-sisa energi untuk melawan pria itu. "Kau puas melihatku menderita?"
"Kita akan bicara saat kondisimu kembali normal."
"Oh, jadi sekarang kau menjadi manusia penuh empati? Membiarkan korbanmu beristirahat untuk selanjutnya kembali kau sakiti?"
"Tidak sekarang, Elka."
Elka mendengkus sinis. Dia kalah. Memang bukan hal mengejutkan lagi. Namun, perasaan dipecundangi ini benar-benar mengusik ketenangan. Andaikan dia masih memiliki tenaga, ia bakal memberikan perlawanan beruntun supaya Daniyal sadar bahwa perempuan yang sedang ia hadapi bisa saja bertidak lebih keras kepala agar lelaki itu berakhir kewalahan seperti tadi.
Benar. Mulai sekarang Elka enggan menahan diri. Daniyal boleh saja mengancam akan melaporkannya pada pihak berwajib atas dosa yang ia miliki di masa lalu. Ia tentu bisa memanfaatkan kasus yang sedang menjerat Rosita sebagai senjata ampuh untuk melawan pria itu. Seperti Daniyal yang dulu berkata bahwa dia bisa mengarang cerita agar penggemarnya menyerang Elka, maka Elka dapat menggunakan cara yang sama untuk melumpuhkan pria kejam tersebut.
Sesulit apa mengarang cerita? Lagi pula, dia punya bukti valid. Daniyal salah bila berpikir Elka cukup bodoh untuk tidak mengumpulkan semua bukti perbuatan keji yang pernah ia lakukan kepadanya.
Penguntitan.
Gaslighting.
Guilt trip.
Agresi.
Elka memiliki bukti foto dan rekaman suara. Ya, selama ini dia memang berpihak sebagai korban, tetapi bukan berarti dia seterusnya pasif, bukan? Ia hanya belajar dari kesalahan. Dan mengantisipasi adalah pilihannya.
Itulah sebabnya, dia panik saat ponsel yang menyimpan semua bukti-bukti tersebut tak berada dalam genggamannya. Bahkan, rekaman saat mengobrol bersama Rosita tadi juga sudah tersimpan rapi. Jaga-jaga kalau nanti ada yang meragukan keabsahan informasi darinya.
Dia mungkin akan hancur saat tiba waktunya membeberkan semua kejadian yang ia alami, hanya saja, itu masih lebih baik dari pada terus terjebak bersama pria angkuh yang begitu mengkultuskan uang dan kekuasaan untuk menindas orang lain.
Mungkin juga nanti, ada saja pihak yang menganggap Elka ingin cari sensasi atau bersikap terlalu berlebihan usai menyebarkan bukti-bukti yang ia miliki. Akan tetapi ia yakin, dengan tabiat warganet Indonesia yang mudah dipengaruhi dan gampang menghakimi, kemenangan akan berada di pihaknya. Mematahkan semua ekspektasi mereka tentang Daniyal merupakan tugasnya.
Bila menghancurkan karir memanglah satu-satunya upaya agar terbebas dari semua derita yang ia miliki, maka ia bersedia menyeret Daniyal untuk terjun dalam neraka yang diciptakan sendiri oleh pria tersebut.
"We could stay in this position for as long and wild as you want. But not now, love. Not when you're worn out and we're still fully dressed. But I can still give you a choice. Wanna help me take off my clothes? Or should I take off yours?"
Bisikan rendah di telinga kiri Elka, sukses menyita seluruh fokusnya dari rencana yang sedang ia susun di otak. Ia pun refleks menatap ke arah kiri. Detik itu juga, hidungnya bertemu dengan bibir Daniyal.
"Tipe agresif," gumam Daniyal diselingi nada menggoda.
Elka melotot sejadi-jadinya. Jantungnya bagai terjun bebas. Ia cepat-cepat menjauh hingga menyebabkan kepala belakangnyanya kembali terantuk kaca jendela mobil. Dia merutuki diri. Lupakan soal balas dendam, yang ada ia gegar otak sebelum menjalankan rencana tersebut karena kepalanya selalu terbentur.
Kekehan Daniyal tahu-tahu terlepas. "Tenang saja, kita akan melakukan semua hal yang sedang terbayang dalam otakmu. Nanti, saat semuanya telah kembali dalam posisi semula."
"Dalam mimpimu, bajingan."
Lagi, Daniyal tertawa amat rendah, suaranya bergetar halus membelai indra pendengaran Elka. Mengantarkan remang kurang ajar di tubuh perempuan itu.
"Dalam mimpiku? Tidak, Sayang, dalam kenyataan kita."
"Go f*ck yourself!" hardik Elka, kesal setengah mati. "Mengapa kita pergi ke sini?"
Elka mengalihkan obrolan saat menyadari mereka tak sedang berada di lingkungan perumahan, melainkan di basemen apartemen Daniyal. Perasaan was-was otomatis kembali menghantuinya.
"Kau berniat menyakitiku lagi?!"
"Kau dan pikiran dangkalmu," decak Daniyal. "Kita hanya akan membicarakan hal-hal krusial yang perlu diantisipasi setelah penangkapan Rosita. Kau juga menginginkan ponsel dan tasmu, bukan? Ayo ke atas. Karol sudah lebih dulu keluar mobil. Berkat seseorang yang terlalu nyaman berlama-lama dalam pangkuanku, aku jadi tak bisa keluar."
Bulu kuduk Elka meremang saat mendengar ucapan nyeleneh itu. Ia pun buru-buru membuka pintu mobil yang tak lagi terkunci.
Mereka akhirnya beranjak menuju lantai apartemen Daniyal. Elka dapat bernapas lega sebab pria penyintas bipolar ini tak lagi membuka mulut. Ia terus mengekori pria itu sampai mereka tiba di depan unitnya. Akan tetapi sebelum masuk ke dalam, Daniyal tahu-tahu saja berbalik menghadap Elka yang berdiri persis di belakangnya. Kerena tinggi mereka hampir sejajar, alhasil tatapan keduanya langsung bertemu.
"Siapkan dirimu."
Singkat, padat, dan ambigu. Begitu saja, lalu Daniyal segera masuk ke dalam unitnya. Sementara Elka ditinggalkan dengan kerut tipis di dahi. Ia pun ikut masuk, masih berusaha mencerna perkataan enigmatis yang baru saja ia dengar. Namun, karena terganggu denyut nyeri di kepala, disusul dengan sakit pada sekujur tubuh berkat pergulatan yang mereka lakukan di mobil tadi, Elka tak ambil pusing pada ucapan Daniyal.
Ia melangkah lebih dalam sambil memeriksa apakah terdapat bekas kemerahan yang dapat berpotensi menjadi memar di area lengan. Saat ponselnya kembali, ia harus cepat-cepat mengabadikan gambar. Dia butuh bukti valid yang banyak agar argumentasinya mampu meyakinkan semua orang.
Elka langsung mendaratkan bokong pada sofa panjang di ruang tamu tanpa mengalihkan fokus dari dua lengannya. Merasa tak puas pada hasil yang ia lihat, dia mengangkat lengan blus rayon yang ia pakai sampai melewati siku.
"Hai, kita bertemu lagi."
Gerakan inspeksi Elka mendadak terhenti. Kepala yang awalnya tertunduk menatap lengan, langsung tegak. Spontan, ia memutar kepala ke arah samping.
"Ponsel dan tasmu, kukembalikan tanpa kurang sedikit pun. Kau tahu, aku harus terinjak wartawan saat berusaha mengamankan barang-barangmu. Tanganku masih sakit karena berulang kali dinjak oleh manusia-manusia haus berita itu."
Pria yang muncul secara mengejutkan itu, tahu-tahu dipukuli bantal sofa oleh Daniyal hingga kepalanya terdorong ke depan.
"Siapa yang menyuruhmu berbicara?"
Mata Elka membelalak sempurna. Sejenak, dirinya lupa cara berkedip.
"Kekasihmu terlalu posesif, Elka. Kau yakin tahan meladeni semua sikap buruknya? Dia kasar, arogan, dan narsistik. Semua keburukan mengalir kental dalam raganya. Your man is totally unhinged. He's not an easy one to deal with. There's something messed up in his head, and he's got a crazy habit of flirting with danger and wrecking his own life. Saranku, buang saja manusia seperti Daniyal. Kita bisa melarikan diri bersama-sama kalau kau mau."
Elka tertawa dalam hati. Bukan jenis gelak kegembiraan atau haru, melainkan tawa getir paling menyedihkan.
Sial.
Dia benar-benar sial.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro