27 | Semoga Harimu Menyenangkan
"Sumpah, ya, ini bener-bener di luar ekspektasi. Pantes Bu Karlina mau posisinya digeser, orang yang gantiin dia Pak Daniyal! Apa, sih, yang enggak untuk idola kesayangan? Gue gak ada apa-apanya dibanding doi. Orang sinting mana anjir yang mau gadein sumber income ama orang yang sebenernya asing bagi kita? Cuma, tetep aja gue salut. Secinta itu dong Bu Karlina sama Daniyal."
"Bos lama kita emang sinting. Gila aja nyerahin jabatan secara cuma-cuma, tapi jatohnya malah aneh. Masa perusahaan mau ngambil risiko dengan pergantian posisi ketua divisi yang serba mendadak? Mana kita mau masuk kuartal tiga lagi. Kita juga nggak tahu kredibilitas Daniyal apakah memang pantas megang divisi atau enggak. Selama ini, dia mainnya cuma di depan layar. Beda sama Bu Karlina yang emang udah pakem di bidang sales dan marketing."
"Gimana, sih, Yas? Kok malah plin-plan? Tadi lo kata, kinerja Bu Karlina kurang bagus. Sekarang jilat ludah sendiri. Gak denger penjelasan Pak Sulasno kalau pergantian ketua divisi memang udah lama dirundingkan?"
"Itu mah dalih. Kentara banget beliau bohong."
"Bohong dari mananya coba? Jelas-jelas semua proses Pak Daniyal sampai bisa gabung di HL Property, udah dijabarin secara lengkap. Latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, dan keahliannya yang lain! So, gak usah mempertanyakan kredibilitas beliau karena itu sama sekali tidak mendasar!" bela Jahira mati-matian. "Lagian, sebelumnya Pak Daniyal kerja di RoLa Corp. Maaf-maaf aja, nih, gue bakal patahin asumsi lo. Pasang telinga situ baik-baik. Sebagai penggemar doi yang udah retire, gue nggak pernah denger track record buruk tentang Pak Daniyal selama blio kerja di sana. Gue bisa menjamin itu karena karyawan sana sendiri yang nge-spill pengamatan mereka selama Pak Daniyal gabung di Vega TV. Kalau udah gitu, lo mau kasih argumen apa lagi supaya bisa jatohin pacarnya Mbak gue?"
"Well, let's see, ya, Ra. Kita nggak tahu akhirnya gimana. Berharap saja, semoga beliau bisa memenuhi ekspektasi perusahaan. Ingat, divisi kita ujung tombak HL Property. Satu lagi. Kita ada di dunia nyata, bukan dunia perhaluan milik kaum-kaum hopeless romantic kayak lo."
Berkat kata-kata skeptis Yasa, dia dihadiahi cubitan kecil di pinggangnya.
"Lo kalau emang benci Pak Daniyal, bilang aja, setan! Napa, hah? Takut target-target lo kesemsem ama dia? Heran, gak ada kapok-kapoknya sinisin beliau. Pacarnya Mbak Elka loh itu."
"Sakit, Ra!" Yasa mengusap pinggangnya yang perih luar biasa. "Stop bawa-bawa ranah pribadi di lantai perusahaan. Mau pacar siapa kek, kalau kinerjanya jelek, gunanya apa coba?"
"Lo banyak omong siluman katak."
Usai perkenalan Daniyal, semua karyawan langsung kembali ke divisi. Berbeda dari Yasa dan Jahira yang singgah ke toilet untuk tujuan berbeda. Yasa memang membuang hajat. Sedangkan Jahira memperbaiki penampilannya yang kusut sebab bergerak heboh di detik pertama dia melihat Daniyal muncul dari pintu masuk ruang konferensi. Bagi Jahira, ini adalah hari terbaiknya selama bekerja di HL Property. Dia tak sabar untuk menyaksikan momen romantis Elka dan Daniyal. Hatinya terasa penuh oleh gejolak kebahagiaan, jadi, dia tak akan membiarkan Yasa merusak keantusiasannya.
Sementara di lain tempat, Elka berdiri gusar di hadapan pintu ruangan milik ketua divisi. Tiap karyawan telah selesai memperkenalkan diri pada Daniyal. Dan Elka yang sebelumnya berstatus sebagai tangan kanan Karlina, diminta oleh pria itu untuk menghadap ke ruang kerjanya.
Punggung ringkihnya terasa panas sebab dia tahu, belasan pasang mata tengah mengintai tepat di belakang tubuhnya. Siapa yang tak penasaran pada interaksi antara Daniyal dan Elka yang baru-baru ini telah menggemparkan berbagai pihak berkat kemunculan publik mereka sebagai pasangan kekasih? Dan seolah menambah bensin pada kobaran api, sekarang keduanya dipertemukan dalam lingkungan kerja yang sama sebagai atasan dan bawahan. Hanya orang apatis saja yang enggan memedulikan interaksi mereka. Sialnya, para penghuni divisi adalah manusia-manusia kepo.
Sebelum masuk, ia memulai ritual rutin yang selalu dia
lakukan saat menghadap Karlina dulu. Yakni meregulasi cara bernapas, lalu menetralkan ekspresi wajah. Daniyal kini berstatus sebagai bosnya. Kedudukan mereka jelas lebih menguntungkan pria itu dalam hal otoritas. Walaupun Elka ingin sekali memberondongnya dengan banyak pertanyaan terkait mengapa Daniyal mendadak jadi pengganti Karlina, dia akan coba menahan diri sampai mereka terbebas dari jam kerja. Mana bisa dia tenang saat manusia problematik itu berani melintasi satu-satunya zona amannya.
Untuk sekarang, dia berniat mengikuti arus yang Daniyal ciptakan karena balik lagi, posisinya kurang menguntungkan jika harus menciptakan keributan.
"Masuk," seru suara dari dalam.
"Permisi, Pak." Elka melangkah tegas menuju meja kerja Daniyal. "Bapak tadi meminta saya menghadap. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"
"Duduk di sofa."
Ingat Rafael di rumah. Sus Ami hanya menggantungkan hidup sama kamu. Jaga sikap, Elka, jaga sikap. Sugestinya dalam hati. Dia lantas mematuhi titah dari bos baru yang tampak memasang sikap tenang. Kemana perginya pria arogan yang selalu mengeluarkan kata-kata sadis? Ia agak asing melihat sisi Daniyal yang berlaku penuh wibawa ini.
Tunggu, mungkin saja ia salah menerka. Bisa jadi, perilaku Daniyal akan berbeda ketika pria ini menjejakkan kaki di ranah profesional. Manusia serius sepertinya cenderung taat pada kedisiplinan. Buktinya, Daniyal yang bertahun-tahun berkelana dalam dunia broadcasting, sangat menekuni bidang pekerjaannya tanpa pernah sekalipun terembus kabar miring tentang dirinya. Hanya sorak pujianlah yang mambanjur persona Daniyal.
"Saya sudah berdiskusi langsung dengan ketua divisi sebelumnya terkait project divisi yang sedang berlangsung dan apa saja up coming project yang sudah kalian rembukkan," ungkap Daniyal membuka obrolan. "Saya akan menyelesaikan apa yang sebelumnya telah disepakati. Namun, selagi saya beradaptasi dengan alur kerja divisi, kamu saya minta untuk melaporkan semua progres project secara berkala kepada saya."
"Baik, Pak."
Dugaan Elka benar. Daniyal memang menyeriusi peran barunya di perusahaan ini. Dia tak tampak seperti orang yang datang hanya untuk bersenang-senang atau menjadi pengacau.
"Bagaimana dengan pembuatan iklan Mal CL? Saya belum mendapatkan konfirmasi balik terkait projek itu."
Daniyal memantik persoalan yang sempat Elka lupakan. Ini pasti karena dia belum memberitahu bahwa pembuatan Iklan sempat tertunda selepas Felicity Fest akibat adanya hal-hal tidak terduga yang menghambat jalannya pembuatan iklan. Rapat ketua divisi contohnya. Karlina bolak-balik mengikuti rapat internal bersama petinggi perusahaan sehingga membuat rencana jangka pendek mereka terhambat. Siapa yang menyangka bahwa hasil rapat tersebut adalah perundingan pergantian ketua divisi sales and marketing HL Property?
"Rencananya, iklan akan mulai digarap pada bulan ini. Akan tetapi, untuk hal-hal teknis lainnya masih ada beberapa yang belum mencapai kata sepakat sehingga kami perlu berdiskusi lebih dalam lagi dengan pihak agensi."
Daniyal mengangguk singkat.
"Hari ini, saya memiliki jadwal meeting bersama Vega Media untuk menindaklanjuti pembicaraan kami yang belum sepenuhnya rampung, Pak."
"Begitukah? Jam berapa?"
"Sepuluh."
"Sudah memberitahu Karol untuk menjemputmu?"
Elka terpaku. Dia cukup terkejut sebab Daniyal begitu luwes mengangkat percakapan yang bersifat pribadi. Ia lantas berdeham agar canggungnya terurai. "Iya," ungkapnya.
"Baik. Saya tunggu kabar baik darimu."
Sebersit kelegaan membuai hati Elka yang sejak tadi dilingkupi gusar. Melihat sisi positif Daniyal, ternyata mampu memberikan efek relaksasi pada kontrol tubuhnya yang tegang. Andai saat di luar kantor Daniyal sewaras ini, pasti dunia Elka terhindar dari kabut kelabu.
"Ada hal lain yang mengganggumu?"
Pertanyaan Daniyal yang lagi-lagi berasal dari luar konteks pekerjaan, seketika membuat Elka menegakkan punggung. Dia baru saja memuji. Jangan sampai ekspektasinya diinjak-injak oleh pria yang agaknya penyintas bipolar ini.
"Maaf, Pak?"
"Wajahmu. Kau tampak tertekan."
"Saya baik-baik saja," ungkapnya tenang sembari menerbitkan senyum simpul.
Elka aneh sendiri karena harus bersikap formal di hadapan pria yang notabene ia kenal betul bagaimana sikap aslinya. Lidahnya terasa pekat saat berbicara dengan gaya resmi. Itu amat timpang dari bagaimana dia biasanya mengobrol dengan Daniyal yang lebih sering mengandalkan otot.
"Kau yakin berada dalam kondisi prima?"
Dahi Elka spontan berkerut. Tolong, jangan lagi. Dia belum siap terlibat perang otak saat pikirannya semrawut.
"Ya ... Pak?"
"Saya tanya, apa kamu cukup bugar hari ini?"
"Iya, kondisi tubuh saya cukup bugar." Meskipun bingung, dia tetap membalas pertanyaan random tersebut. "Pak, sekarang sudah pukul sepuluh. Saya izin undur diri karena sebentar lagi saya akan ...."
"Oh, silakan-silakan. Saya tidak bermaksud menahanmu," potong Daniyal sebelum Elka selesai berbicara. "Selamat bekerja. Semoga harimu menyenangkan."
Elka percaya diri dia sudah melakukan tugasnya dengan skor sempurna. Ya, harusnya dia senang karena semuanya berjalan lancar, mulus tanpa hambatan. Namun, tetap saja terasa ada yang mengganjal. Seakan ini semua tidak wajar.
Bolehkan dia bersikap tenang? Apakah situasi yang nanti ia hadapi di masa depan akan senormal seperti yang sekarang sedang terjadi? Artinya, ia tidak perlu mengkhawatirkan gangguan Daniyal? Hal-hal semacam adu argumen atau dipojokkan oleh pria itu di luar konteks pekerjaan? Timbul desir aneh lagi di hati Elka. Takut, senang, was-was, melebur jadi satu.
Ia baru saja keluar dari ruangan Daniyal saat mendengar namanya diserukan oleh Jahira.
"Mbakk, barusan hp lo bunyi, ada yang nelepon. Kok hp ditinggal-tinggal, sih?"
"Dari siapa?"
"PR Vega Media. Udah gue angkat juga." Lapor Jahira saat Elka tiba di meja kerjanya. "Hari ini ada meeting sama mereka?"
"Ada. Jam sepuluh, di Ruang Bersama."
"Tapi PR-nya tiba-tiba bilang kalau lokasi meeting mau diubah. Mereka mendadak gak bisa ke mana-mana karena ada hal urgent."
"Oh, ya? Jadinya di mana?"
"Kantor pusat RoLa Corp."
Elka tergemap selama beberapa detik. Dia hanya ingin pekerjaannya cepat berakhir. Pergi ke kantor RoLa Corp, pasti memakan banyak waktu dan tenaga. Belum lagi, dia perlu berhati-hati selama berada di sana karena status yang ia gendong sangatlah berat. Menjadi kekasih Daniyal yang notabene cucu dari pemilik RoLa Corp, otomatis akan membuatnya mendapatkan banyak sorotan. Publik akan menilai dari kepala sampai ujung heels-nya. Tidak peduli seberapa baik dia bersikap, perspektif orang-orang mustahil untuk seragam. Mereka yang pada dasarnya membenci akan mengukir impresi buruk tentang Elka. Begitu pula sebaliknya.
Katakanlah Elka seorang cenayang. Akibat kontroversi yang Daniyal timbulkan karena mengungkap hubungan asmaranya dengan perempuan yang sudah memiliki anak, sangat tidak mungkin membuat semua orang senang mendengar berita tersebut. Lebih-lebih lagi penggemar pria itu.
Dia tiba di lobi kantor RoLa Corp setelah menempuh waktu perjalanan selama dua puluh menit dari Wisma Lateef.
"Selamat Pagi, saya Elka Dyatmika. PR HL Property. Saya memiliki janji temu dengan Ibu Ralin dari Vega Media." Elka mengutarakan tujuan kedatangannya pada dua wanita cantik yang berada di balik meja resepsionis.
"Pagi, Bu Elka. Selamat datang di RoLa Office tower. Saya sudah menerima instruksi dari pihak Vega Media agar langsung mengantarkan Ibu ke ruang rapat. Mari, Ibu, saya antar," imbuh salah satu resepsionis. Elka segera mengekor tepat di belakang tubuh wanita itu. Langkahnya yang pasti membuat Elka kurang memperhatikan sekitar, kendatipun wajahnya tetap memasang iras ramah.
"Mari, Bu."
Dia diarahkan untuk memasuki lift yang dikhususkan bagi petinggi kantor. Perlakuan ekstra macam apa ini? Batinnya menerka. Dia tidak sempat memberikan simpulan karena fokusnya terbelah oleh pandangan orang-orang yang tengah menunggu kedatangan lift karyawan. Secara otomatis, lengkungan kecil tercipta di bibir Elka yang hari ini terpoles gincu berwarna burnt spice. Dia enggan mencari tahu respon mereka lantaran tungkai jenjangnya bergerak cepat memasuki lift khusus tersebut.
Tidak sampai semenit, mereka tiba pada lantai tujuan. Aneh, perasaan Elka mendadak tak karuan. Mungkin karena pikirannya masih tertuju pada Rafael. Tadi saat di mobil, dia sudah menghubungi Sus Ami. Namun, kondisi sang putra ternyata masih sama walaupun sudah diperiksa oleh Dokter yang Elka hubungi untuk datang langsung ke rumah.
"Kita sudah sampai, Bu. Ibu Elka bisa langsung masuk ke ruangan ini. Kalau begitu, saya izin undur diri."
Lamunan singkat Elka langsung berceceran berkat celetukan resepsionis yang tadi menuntun jalan.
"Ah, iya. Terima kasih sudah mengantarkan saya. Have a nice day."
Selepas wanita itu pergi, dia mendekati ruangan yang tampak mukanya sangat besar. Terdapat satu meja di depan ruangan, sepaket dengan kursi kerja, PC, serta peralatan kantor lain. Namun, batang hidung penghuni meja itu sama sekali tidak terlihat. Bukan hanya itu saja, di lantai ini juga terdapat satu ruangan lainnya yang berhadapan langsung dengan meja tanpa penghuni tersebut.
Ragu, Elka menghentikan langkah. Sekali lagi dia memeriksa sekitar lebih saksama. Saat pembicaraan rencana pembuatan iklan dulu, dia ingat betul tidak memijakkan kaki di tempat ini. Mereka mengadakan rapat di meeting room milik perusahaan Vega Media. Sementara dua ruangan di hadapannya, lebih cocok disebut sebagai ruangan milik petinggi kantor dan ruang rapat untuk jajaran direksi. Seperti yang terdapat di Wisma Lateef.
Belum usai dia mencerna situasi, salah satu pintu ruangan mendadak terkuak. Sosok pria yang cukup familiar dalam ingatannya, tahu-tahu keluar dari ruangan tersebut sembari merapikan celana slim fit hitam yang ia kenakan. Tiga kancing kemeja bagian bawah yang dia pakai juga terbuka, sedang rambutnya jauh dari kata rapi. Mata Elka terlalu jeli karena langsung tertuju pada bibir pria itu yang memerah. Kontras dari wajah putih bersihnya.
Dia terlihat sangat berantakan.
Merasa ada eksistensi manusia lain, pria itu lantas mengangkat pandangan ke arah Elka. Alhasil, mereka sama-sama terpaku. Selama beberapa detik, keduanya hanya mampu bertatapan dalam diam.
Lebih tepatnya, Elka syok.
Apa yang baru saja dilakukannya di dalam sana saat hari masih cukup pagi? Pria ini ... sungguh, dia tidak segila itu, 'kan? Dengan penampilannya yang seperti demikian, sulit bagi Elka untuk dapat berpikir positif.
"Selamat Pagi ... Pak Gabri."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro